Kamis, 09 April 2020

“Wabah”, “Virus”, “Nu’un Maran“, “segat girek Sina-Jawa haka” versi Lamaholot, penanganan & penangkalanya!


Oleh Chris Boro Tokan

 
 

Pendahuluan
Terpahami ungkapan“nu’un maran“ bermakna “memanggil (membuat) untuk mematangkan , menyelamatkan, atau menghanguskan atau menghancurkan” seseorang dan atau turunan, wilayahnya melalui segat girek Sina-Jawa haka. Secara harafiah segat girek Sina-Jawa haka bermakna “penikaman (“segat”) sebagai tanda (“girek”) yang berasal dari Timur(“Sina”)-Barat (“Jawa”). Secara substantive senantiasa dapat tercermarti bahwa bala bencana sakit penyakit, wabah, virus yang terjadi sebagai tanda telah terjadi pelanggaran (kesalahan: “nalan-milan”, dosa) dalam hidup yang benar (Timur: “sina”), “pelate ape rera” untuk kehidupan yang baik (Barat: “Jawa”), “geleten helan wai” oleh anggota masyarakat maupun oleh para pemangku adat (“pehen lewo”). Mereka tidak menyadari dan tidak mau bertobat untuk kesalahan: “nalan-milan”, dosa mereka yang sesungguhnya merugikan, membahayakan publik dan diri mereka. Ketegaran mereka dalam kuasa kasih Allah, tentu mereka selamat. Namun apabila “murka Allah” atas dosa mereka yang tidak terampuni karena mereka tidak mau berbalik kepada Allah, tentu mereka tidak selamat, hancur.
 
Ritus Penolakan ra’a ro maran’ne”, odo dope nu’un maran”
Tertelusuri “nu’un maran“ dari Kata “nu’un” bersumber dari “tu’un” yang bersumber dari “tu’uk”. Kata “tu’un”, “tu’uk” bermakna “matang” untuk jenis buah seperti padi (“waha, tu’un, tuuk’a”), jagung (“wata tu’un, tuuk’a”), kelapa (“tapo tu’un, tuuk’a”). Menyebut “permukaan tanah yang kering“: “tana tu’uk”, sedangkan menjelaskan muka (“a’em”), aura wajah seseorang yang tidak dalam sukacita karena beban penderitaan yang rumit, berat : “a’em tu’uk” (namun sering juga ungkapan ini untuk mengatakan seseorang yang kikir).
Maka tercermati kata “Tu’uk”, “Tu’un” ini menjelaskan suatu proses pematangan buah dari tumbuhan tertentu (padi, jagung, kelapa) secara alami, juga pengeringan permukaan tanah oleh panas alam (“matahari”). Dalam proses alam pematangan setiap anak manusia melalui berbagai lika-liku permasalahan kehidupan dunia yang dilaluinya, sering menampilkan ketegaran yang nampak di setiap wajah, virus yang melanda.
 
Kata “maran” dari kata “ma’ra” secara harafiah bermakna “hasil dari proses pengeringan yang diupayakan secara sengaja oleh manusia untuk buah-buah yang secara alamiah sudah matang (tua) atau baru matang. Proses usaha sengaja itu seperti melalui penjemuran dengan panas matahari (panas alam) atau melalui “pemanasan”, “pemanggangan” (panas api buatan). Kata “maran” di antara sesama manusia, dan semesta alam berarti “memanggil”. Dalam makna alam gaib “terpanggil secara mistik”, sehingga mengalami sakit (seperti terkena sakit, wabah, virus) yang biasa disebut dengan “a’em maran’na”.
 
Tindakan awal menolak atau mengembalikan “panggilan mistik” (“a’em maran’na”) ini, maka dilakukan ritus penolakan oleh seorang mama tua (“ina waebelek”) yang biasa menjalankan ritus itu. Ritus ini dikenal dengan “ra’a ro maran’ne”, yakni biasa menggunakan daun damar putih sebanyak 7 lembar memberkat-berkati (“sauk-we’rete”) si sakit di muka dan kepala dan bagian ruas persendian tulang badan, kaki, tangan. Pemberkatan dilakukan setelah 7 lembar daun damar itu dipetik, disatukan dalam genggaman tangan pembawa ritus kemudian ditiupi (“bu’u”) diikuti nyanyian syair (“koda lian”) menolak bala “segat girek Sina-Jawa haka”.
 
Nyanyia syair (“koda lian”) menolak bala “segat girek Sina-Jawa haka” khusus dilakukan kepada setiap oknum yang sakit, terkena wabah, virus. Sedangkan penolakan secara umum untuk membentengi masyarakat umum dilakukan oleh para pemangku adat, (“pehen lewo”) bersama imam adat (“mua molan”) dalam ritus odo dope nu’un maran”. Dengan berbagai perlengkapan ritus yang berhubungan dengan jenis wabah, penyakit menimpah masyarakat, maka “pehen lewo” dan “mua molan” melakukan ritus, diikuti anggota masyarakat mengelilingi wilayah masyarakat (“Lewo Tanah”), diringi bunyi gong gendang. Pengelilingan sambil mengumandangkan “koda lian” penolak bala (“u’hu balik”) “nu’un maran” yang berasal dari Timur (“Sina”)-Barat (“Jawa”). Maka “nu’un maran” (bala penyakit, wabah, virus) bagi masyarakat adat lamaholot yang mengalami itu selalu diyakini sebagai segat girek Sina-Jawa haka.
 
Pelate Ape Rera (Kebenaran), “sina” (Timur)-Geleten Helan Wai (Kebaikan), “Jawa” (Barat)
“JUJUR", lurus (“kelo’hon”) menjadi suatu prilaku BAIK (“melan welon’ne””, “helan wai”) dalam HIDUP untuk "membiasakan" ("menegakan") KEBENARAN (“muren senaren”) dalam KEHIDUPAN setiap “orang-orang terselamatkan”, lamaholot. Kalau memang "JUJUR", maka Janganlah jemu-jemu untuk mengingatkan sesamamu yang berbuat salah & berbahaya untuk dirinya dan juga orang lain. Walau untuk itu "anda" dibenci, dimusuhi!?
 
Yehezkiel 3:18 Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Engkau pasti dihukum mati! l --dan engkau tidak memperingatkan dia atau tidak berkata apa-apa untuk memperingatkan orang jahat itu dari hidupnya yang jahat, supaya ia tetap hidup, orang jahat itu akan mati dalam kesalahannya, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu.
Yehezkiel 3:19 Tetapi jikalau engkau memperingatkan orang jahat itu dan ia tidak berbalik dari kejahatannya dan dari hidupnya yang jahat, ia akan mati dalam kesalahannya, tetapi engkau telah menyelamatkan nyawamu.
 
Yehezkiel 3:20 Jika seorang yang benar berbalik dari kebenarannya dan ia berbuat curang , dan Aku meletakan batu sandungan dihadapannya, ia akan mati. Oleh karena engkau tidak memperingatkan dia, ia akan mati dalam dosanya dan perbuatan-perbuatan kebenaran yang dikerjakannya tidak akan diingat-ingat, tetapi Aku akan menuntut pertanggungjawaban atas nyawanya dari padamu.
Yehezkiel 3:21 Tetapi jikalau engkau memperingatkan orang yang benar itu supaya ia jangan berbuat dosa dan memang tidak berbuat dosa, ia akan tetap hidup, sebab ia mau menerima peringatan, dan engkau telah menyelamatkan nyawamu."
Yehezkiel 3:27 Tetapi kalau Aku berbicara dengan engkau, Aku akan membuka mulutmu dan engkau akan mengatakan kepada mereka: Beginilah firman Tuhan ALLAH. Orang yang mau mendengar, biarlah ia mendengar; dan orang yang mau membiarkan, baiklah membiarkan, sebab mereka adalah kaum pemberontak".
 
Substansi nubuat Yehezkiel ditegaskan kembali oleh "ATAN DIKEN DA'AN" (Yesus Kristus") tertulis dalam injil Matius 5:45: “Karena dengan demikianlah kamu me njadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar”.
MENJADI garam yakni "TERANG" dari TUHAN YESUS ("ATA DIKEN DA'AN") bagi setiap "Anak Manusia" ("ATA DIKEN") dalam setiap usia dan proses pertumbuhannya menghadapi dan mengalahkan dunia agar tidak menjadi "Anak Jahat" ("ATA DATEN"). Maka senantiasa dalam DASAR IMAN injil Mateus 5:45 “Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar”, (“pelate ape rera-geleten helan wai” untuk semua anak Lewotanah)!. Senantiasa menuntun setiap umat pilihan Allah dalam memancangtegakan “Eken Matan Pito” (simbol “gala rerawulan”, yakni “gada besi”dalam Kitab Suci) bersama “Nuba” (simbol “Batu Penjuru” dalam Kitab Suci) demi keselamatan seluruh alam semesta dan seluruh umat manusia tersimbol dalam “Lewo-Tanah”!, sesuai keyakinan Lamaholot bdk. https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/gada-besi-dalam-kitab-suci-gala-rera-wulan-eken-matan-pito-ilen-boleng-kara-nisa/2406987922699107/.
 
Substansi injil Matius 5:45, sesungguhnya "pelate ape rera" menjadi “sangat magis” (“gike sili lia mean”), kekuatan kebenaran, kesatriaan. Matius 5:45, sesungguhnya "geleten helan wai" menjadi “sangat sakral” (“geraran keru baki buran”), keluhuran kebaikan, kesucian. Karena “pelate ape rera, gike sili lia mean”membuat seseorang kokoh, tangguh, kuat, dasyat (“tuben ne me’kah”) karena kebaikan, kelembutan hatinya (“koda muren senaren-kirin melan welonen”) dalam hidup kehidupannya. Sedangkan “geleten helan wai” menjadikan seseorang selamat, mulia, agung (“niu’ken niu”) karena keteguhan sikap terhadap kebenaran (“koda’n muren senaren”). Namun sebaliknya apabila “koda’n nalan” (“bersikukuh dalam ketidakbenaran”) maka “geleten helan wai” dengan kesakralannya (“geraran keru baki buran”) membekukan alirah darah kehidupannya (“niu’ke mata’na uhun’ne bolak’ka”). Bertahan dalam ketidakbaikan (“kirin daten”) maka “pelate ape rera” dengan kemagisan (“gike sili lia mean”) menghanguskan aliran darah kehidupannya (“tuben ne me’keh, aten putuk’kah”). Sesungguhnya demikian dikenal sebagai nu’un maran“, segat girek Sina-Jawa haka”.
 
Gemohin, Gelekat, Gon peten-Menu ke'pae, Mele-towe"
Setiap orang (“atadiken”) dan masyarakat (“ata lehwontana”) dalam wilayah kehidupannya bersama para pemimpinnya (“pehen lewo”) dalam menangkal setiap sakit, penyakit yang mewabah, virus senantiasa hidup dalam gemohin, gelekat, gon peten-menu ke'pae-mele noon towe. Melalui kebersamaan sosial (gemohin”) untuk pelayanan sosial (“gelekat,”) melalui memberi makan “yang lapar” ("gon peten”), memberi minum kepada “yang haus” (“menu ke’pae”), memberi pakaian kepada “yang telanjang” (“mele noon towe” ),(bdk. Matius 25:31-46).
Sakit, penyakit, wabah, virus yang melanda senantiasa mengingatkan setiap insan manusia dan para elite sosial (pemimpin) harus mengalami pertobatan sejati agar dapat masuk ke jalur menuju “kerajaan sorga”. Karena ada pertobatan sejati dari sekarang, tentu juga memastikan peran setiap insan kelak dalam “Kerajaan Seribu Tahun Kristus” di bumi! Oleh sebab itu dalam “kehinadinaan kehidupan dunia” ini, setiap “anak manusia” harus menemukan pertobatan sejati di dalam Kristus, Sang Mesias! Pertobatan sejati dengan menyadari sungguh-sungguh bahwa hidup kehidupan ini “membayar utang” (bdk. Matius 5:17-26 ) kepada “Sang Sumber” hidup kehidupan, dalam “sadar, tau bersyukur dan berterimakasih” dengan “hidup dalam Roh dan Kebenaran” (bdk.Lukas 12:54-59) melalui gemohin, gelekat, gon peten-menu ke'pae-mele noon towe.
 
Karena kelak saat “memasuki Zaman Akhir” dalam seleksi alam (“nu’un maran” yakni segat girek Sina-Jawa haka”) melalui “kesusahan besar” (bdk. Wahyu 20:11-15) untuk memulai “kerajaan 1000 tahun Bapa di Bumi” (bdk. Wahyu 20:1-6) . Maka seorang malaikat muncul dari tempat matahari terbit (catatan penulis: “Timur Terjauh, Sina-Barat Terjauh, Jawa” sebagai “tempat matahari trbit dan terbenam”). Ia membawa meterai Allah. Dengan suara nyaring ia berseru kepada keempat malaikat yang ditugaskan merusakan bumi dan laut, katanya, “Janganlah merusakan bumi atau laut atau pohon-pohon sebelum kami memeteraikan hamba-hamba Allah kami pada dahi mereka”. Dan aku mendengar jumlah mereka yang dimeteraikan itu seratus empat puluh empat ribu yang telah dimeteraikan dari semua suku keturunan Israel. Sekumpulan besar orang banyak yang tidak terhitung jumlahnya, dari segala bangsa dan suku, kaum dan bahasa, mereka berdiri dihadapan takhta dan dihadapan anak domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka (bdk.Wahyu 7: 2- 4, 9-10). Terpahami sebagai segat girek Sina-Jawa hakadalam pengertian mematangkan, “menyelamatkan” diletakan pada peran seorang malaikat muncul dari tempat matahari terbit. Sedangkan segat girek Sina-Jawa hakadalam pengertian menghancurkan, membinasakan diletakan kepada keempat malaikat yang ditugaskan merusakan bumi dan laut, yakni empat malekat penjaga 4 penjuru bumi.
 
Kelak mereka yang tidak berada dalam kumpulan orang banyak itu, berusaha untuk bergabung, namun “Anak Domba” (“Isa Al Maseh”, “Yesus Kristus”) menyangkali mereka dengan berkata: “Aku tidak tau dari mana kalian datang”. Lalu mereka menjawab kepada “Anak Domba” bahwa “Kami telah makan dan minum di hadapan-Mu, dan Engkau telah mengajar di jalan-jalan kota kami”. Tetapi “Anak Domba” akan berkata, “Aku tidak tau dari mana kalian datang. Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kalian semua yang melakukan kejahatan!” Disanalah akan terdapat ratap dan kertag gigi , apabila kalian melihat Abraham dan Ishak dan Yakob dan semua nabi ada di dalam Kerajaan Allah, tetapi kalian sendiri dicampakan keluar. Dan orang datang dari Timur dan Barat, dari Utara dan Selatan, dan mereka akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah. Ingatlah ada orang terakhir yang menjadi terdahulu, dan ada orang terdahulu yang akan menjadi yang terakhir” (bdk. Lukas 13: 22-30).
 
Sedangkan Matius 25:31- 39 “Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya. Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan memisahkan mereka seorang dari pada seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing, dan Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya. Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau?
 
Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku. Dan Ia akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiri-Nya: Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya. Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat Aku. Lalu merekapun akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau? Maka Ia akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku. Dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal." (Matius 25: 40-46).
Keteguhan keyakinan gemohin, gelekat, gon peten-menu ke'pae-mele- towe”
Konteks “sisa Israel diselamatkan” : “Tetapi pada waktu itu sisa orang Israel dan orang yang terluput di antara kaum keturunan Yakub, tidak akan bersandar lagi kepada yang mengalahkannya, tetapi akan bersandar kepada TUHAN, Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tetap setia. Suatu sisa akan kembali, sisa Yakub akan bertobat di hadapan Allah yang perkasa. Sebab sekalipun bangsamu, hai Israel, seperti pasir di laut banyaknya, namun hanya sisanya akan kembali. TUHAN telah memastikan datangnya kebinasaan dan dari situ timbul keadilan yang meluap-luap. Sungguh, kebinasaan yang sudah pasti akan dilaksanakan di atas seluruh bumi oleh Tuhan, TUHAN semesta alam (Yesaya 10:20-23).
 
Sesungguhnya Yesaya kembali meyakinkan orang percaya yang setia bahwa setelah Allah menghukum Israel, “suatu kaum sisa yang saleh” yang mengandalkan Tuhan akan dipelihara dan dipulihkan; sisa inilah yang akan “menjadi Israel sejati” (bdk. Roma 9:6-9). Rencana keselamatan Allah bagi dunia akan senantiasa dilaksanakan oleh kaum sisa Israel yang sungguh-sungguh percaya dan menaati firman-Nya, bukan oleh mereka yang hanya mengaku percaya. Dengan demikian sejak zaman Yesaya, Tuhan telah menubuatkannya suatu sisa dari kaum yang besar, yakni mereka yang tidak ditimpa kebinasaan dan luput dari keadilan yang meluap-luap, yakni “penghakiman Tuhan atas Rumah-Nya sendiri” (“gemohin”, “kebersamaan kasih”!). Mereka adalah pekerja jam ke-11 atau pekerja jam 5 sore yang menerima upah sama dengan semua pekerja lainnya, yakni sedinar penuh, hanya karena anugerah Sang Tuan. "Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi dan mendapati orang-orang lain pula, lalu katanya kepada mereka: Mengapa kamu menganggur saja di sini sepanjang hari? Kata mereka kepadanya: Karena tidak ada orang mengupah kami. Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku" (bdk. Matius 20:6-7).
 
Mengapa pekerja jam ke-11 ini didapati menganggur oleh Sang Tuan? Bukan karena mereka malas, namun karena mereka dipandang sebagai yang paling tidak layak untuk dipekerjakan. Maka itu tidak ada yang mau mengupah mereka. Karena itu ketika mereka dipekerjakan, mereka tidak pernah membicarakan besar upah yang akan mereka terima, mereka hanya percaya kepada kebaikan Sang Tuan, mereka tidak pernah bisa lagi percaya kepada kekuatan mereka sendiri. Sosok mereka ini terpahami melalui “gelekat” yakni “pelayanan yang sesungguhnya tidak menuntut standar pengupahan”.Mereka yakin bahwa setidaknya melalui “gelekat” mereka (“pelayanan, pekerjaan mereka”),kelak memperoleh pembalasan dari Allah melalui orang-orang yang berkehendak dan berbuat baik kepada mereka (“gon peten-menu kepae, mele towe”).
"Dan mereka semua tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, sekalipun iman mereka telah memberikan kepada mereka suatu kesaksian yang baik. Sebab Allah telah menyediakan sesuatu yang lebih baik bagi kita.; tanpa kita mereka tidak dapat sampai kepada kesempurnaan " (Ibrani 11:39-40). Sesungguhnya keadaan hidup demikian yang telah dilalui dan dialami oleh Abraham si “Bapa Bangsa” dan keluarganya saat di kediaman yang baru setelah meninggalkan negeri asal mereka, hanya karena “keimanan” mereka terhadap kehendak Allah. Begitupun Musa tidak menginjakan kakinya di tanah terjanji, hanya memandang dari kejauhaan dari atas gunung Tabor (Ulangan 34: 1-8). Pemaknaan subtantif dari apa yang dialami Abraham dan juga Musa, sesungguhnya menggambarkan “Tanah Air Surgawi”.
 
Dimaksudkan “Tanah Air Surgawi”adalah “Kerajaan 1000 Tahun Bapa di Bumi“ melalui “hari keilahian ke 3 Yesus Kristus” (“zaman akhir” bdk. Matius 16:21, 17:22-23, 20:17-19, bdk. Lukas 9:22, bdk. Wahyu 20:11-15). Begitupun gambaran “Lewotanah Baru”, “Yerusalem Baru” melalui “akhir hari keilahian ke 3 Yesus Kristus”, yakni “akhir Kerajaan 1000 Tahun Bapa di Bumi” (“akhir zaman” bdk. Markus 8:31, bdk. Wahyu 21: 1-8, 9-22, 22:5), menegaskan Yesus Kristus sebagai ujung titisan darah Abraham yang menjadi berkat bagi segala bangsa di bumi (bdk. Kejadian 12:1-3). Tersirat ditegaskan Yesus bahwa “Rubuhkanlah bait Allah ini, dalam waktu 3 hari akan kubangunkan kembali” (bdk. Yohanes 2:13-25). Bait Allah yang dimaksud Yesus ini adalah “TubuhNya-DiriNya” sendiri. Pemaknaan 3 hari keilahian dalam 3000 tahun keduniaan, yakni 1 hari keilahian bermakna 1000 tahun keduniaan (bdk. Mazmur 90:4 , bdk.2 Petrus 3:8-10).
 
Keteguhan dan kedasyatan keyakinan setiap orang beriman seperti Abraham dan Musa, menegaskan mereka adalah anak-anak Tuhan sejati yang tidak menolak seberat apapun “didikan Tuhan” dalam hidup mereka supaya mereka benar-benar menjadi bagian dalam kekudusan Allah. Karena didikan yang mereka terima sesungguhnya jauh di atas rata-rata kebanyakan umat, maka sesungguhnya merekalah yang disebut “umat pilihan”, “sisa-sisa Israel” yang sesunguhnya (“Atadiken Lamaholot”, anak manusia yang terselamatkan)! Sadar, tau untuk bersyukur dalam setiap “didikan Tuhan”, lalu kembali bertobat untuk hidup baru dalam hidup kehidupan sesuai talenta yang Tuhan berikan untuk menjadi “terang-Nya”. Menjadi terang-Nya berarti hidup berbuat baik untuk menegakan keadilan, yakni berbuat baik demi membiasakan hal-hal yang benar, bukan berbuat baik untuk membiasakan hal yang salah, yakni mendukung ketidakbenaran (bdk. Matius 5:45). Bagi manusia (“ata diken”) lamaholot yakni “pelate ape rera gike sili lia mean-geleten helan wai geraran keru baki buran” (menegakan kebenaran dengan berbuat kebaikan untuk membiasakan hal yang benar) melalui “gemohin” (kasih mengasihi) dalam “gelekat” (pelayanan) untuk setiap sesama yang berkekurangan dalam kelaparan (“gon peten”) dan kehausan (“menu kepae”), dan memberi pakaian kepada mereka yang telanjang (“mele-towe”) bdk. https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/wai-matan-karo-puken-keroko-puken-bait-suci-sumber-kehidupan-ambilah-makan-dan-m/2749281318469764/.
Senantiasa “gemohin , gelekat , gon peten-menu kepae, mele-towe” itu menjadi yang tersirat maupun tersurat dalam sabda Sang Guru (Matius 26:26-29): “Dan ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: "Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: "Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa. Akan tetapi Aku berkata kepadamu: “mulai dari sekarang Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur ini sampai pada hari Aku meminumnya, yaitu yang baru, bersama-sama dengan kamu dalam Kerajaan Bapa-Ku." Berikut dalam Lukas 22:19-20: ”Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, kata-Nya: "Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku." Demikian juga dibuat-Nya dengan cawan sesudah makan; Ia berkata: "Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku , yang ditumpahkan bagi kamu.
 
Sedangkan Paulus menyampaikan kepada jemaat di Korintus (1 Korintus 11:23-26): “Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: "Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!" Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: "Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!" Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang.
Penutup

ALLAH Tuhan, Tuhan kita tidak pernah janji langit selalu biru, tetapi Dia berjanji selalu menemani, “Immanuel” (bdk. Yesaya 7:14, Matius 1:23), untuk menghidupkan dan memuliakan segala makhluk ciptaan-Nya! Dalam rupa "Napas", Roh (“Eon Mekit”) yang berdiam dalam "Darah", yang sesungguhnya sari "Air", simbol Jiwa (“Tuben Magen”) yang tersari dari "makanan & minumam" yang kita kosumsi sebagai simbol Raga-Nya (“Kakon Nawak”)! Maka sebaiknya hindari dan JANGAN makan dan minum dari makanan dan minuman HARAM yang SESUNGGUHNYA bukan hasil keringat sendiri (seperti pemerasan, korupsi, pencurian, dsbnya), karena akan MENJADI sari benih SAKIT-PENYAKIT yang kelak menggerogoti RAGA sebagai kediaman JIWA & bers emayam ROH!!!, (bdk. 1 Yohanes 5:1-21). Menjadikan kita tidak mampu, tidak layak menjadi terang-Nya dalam penilaian Sang Guru melalui gemohin, gelekat, gon peten-menu ke'pae-mele noon towe (bdk. Matius 25: 31-46).
 
Manusia gaib api (“TIMUR”)-Manusia gaib air (“BARAT”) tercipta dan terdialektika oleh “Roh” tersimbol “POROS” :"Akulah terang (Yohanes 8:12), jalan dan kebenaran dan hidup", (Yohanes 14:6), “ape-rera”!. "Akulah kelemahlembutan dan kerendahan hati, belajarlah dari pada-Ku", demikian kata Sang Guru Ilahi (bdk Matius 11:25-30), “helan-wai”! ALLAH Tuhan, Tuhan kita tidak pernah janji langit selalu biru, tetapi Dia berjanji selalu menemani, “Immanuel” !!! Dalam rupa "Napas" (“Udara,Angin”, “POROS”), simbol “Roh” yang berdiam dalam "Darah", yang sesungguhnya sari "Air", “BARAT’ , Jiwa yang tersari dari "makanan & minumam" yang kita kosumsi sebagai simbol Raga-Nya, “TIMUR”(bdk. 1 Yohanes 5: 1-21)! Maka sebaiknya hindari dan jangan makan dan minum dari makanan dan minuman haram yang yang sesungguhnya bukan hasil keringat sendiri (seperti pemerasan, korupsi, pencurian, penipuan, penggelapan dsbnya), karena akan menjadi sari benih sakit, wabah penyakit, virus (“nu’un maran” yakni segat girek Sina-Jawa haka) yang menggerogoti Raga sebagai kediaman Jiwa & bersemayam Roh!
 
Dengan demikian sebagai “imun” tanda keimanan yang teguh kepada Sang Isa Al maseh (“Yesus Kristus”), selalu terbangun dan terawat “daya ingat” (“o’nem peten pe’nuket ni’u nimun naman) sebagai sebuah suku bangsa yang berperadaban tinggi agar “berkemampuan abstraksi(“u’hun nem nuku hu’kut hipuk a’tenem tuka”), demi kelak “tahan berdiri” menjemput kedatangan “Anak Manusia” di zaman akhir (“Betu, betu’ke tana tuen ekan balik, tuen ikene di hala, balik gelu di gehan hala!”) . Seperti Sang Guru Ilahi mengingatkan untuk “berjaga-jaga demi kedatangan Anak Manusia melalui alegori pohon Ara yang tidak menghasilkan buah, maka ditebang (bdk.Lukas 13:6-9), dan jangan berpesta pora, mabuk-mabukan” supaya tahan berdiri di hadapan kedatangan Anak Manusia(bdk. Lukas 17: 25-36).
 
Peringatan dan himbauan itu demi “umat pilihan-Nya” (“Ata Lamaholot”) dan semua orang yang beriman kepada-Nya sebagai “Ata Diken” citra diri-Nya “Atan Diken Da’an”, untuk hidup: 1. ”Berkpribadian dalam budaya” (“gemohin, gemohe”, gotong royong, bersama-sama, dalam “soron hode” yakni “memberi & menerima”, yakni “terima kasih”, “cinta kasih”, bdk. Yohanes 13:34-35, 15: 13, 1 Yohanes 4: 7-8, 16, 19, Markus 12: 33, Efesus 5: 1-2, 1 Korintus 13: 13, Kidung Agung 1: 2, Amsal 10: 12,); 2.. “Berkedaulatan dalam politik” (“Gelekat”, pelayanan, saling melayani, “Aku datang untuk melayani”, bdk. Matius 20:28); 3. “Berdikari dalam ekonomi” (“gon peten-menu ke’pae”, “gon tubene-menu worak”, “tekan titen-tenu titen”, “tele-towe titen”) bdk. Yesaya 65:20-25, bdk. Matius 25 : 31-46.
 
Lukas 13:6 Lalu Yesus mengatakan perumpamaan ini: "Seorang mempunyai pohon ara yang tumbuh di kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada pohon itu, tetapi ia tidak menemukannya. 13:7 Lalu ia berkata kepada pengurus kebun anggur itu: Sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma! 13:8 Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, 13:9 mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!"(Lukas 13:6-9). Perumpamaan pohon ara terutama menunjuk kepada Israel (bdk. Lukas 3:9; Hosea 9:10; Yoel 1:7). Namun, kebenarannya dapat diterapkan pula kepada semua yang mengaku percaya kepada Yesus, tetapi tidak berpaling dari dosa (bdk. 1 Yohanes 5:1-21). Walaupun Allah memberi kesempatan secukupnya kepada setiap orang untuk bertobat, Ia tidak akan selama-lamanya membiarkan dosa. Saatnya akan datang ketika kasih karunia Allah akan ditarik dan orang yang tidak mau bertobat akan dihukum tanpa belas kasihan (bdk. Lukas 20:16; 21:20-24), seperti dalam alegori “pohon ara” yang tidak berbuah, ditebang!. Terpahami dalam seleksi alam “nu’un maran” yakni segat girek Sina-Jawa haka dalam keyakinan Lamaholot.
 
Terpahami dalam firman: “Waktunya telah genap. Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil” (Markus 1:14-15), demikian seruan Sang Guru Ilahi “Yesus Kristus” setelah selesai 40 hari berdoa dan berpuasa di padang gurun. Penegasan Sang Guru itu, tercermati bahwa Ia telah datang untuk “menggenapi waktu keselamatan” umat manusia (“ata diken”) melalui kerajaan-Nya yang sudah dekat. Tercermati “sudah dekat” Kerajaan Allah, dalam rentang waktu 3 hari kelilahian seperti yang ditegaskan secara tersirat oleh Sang Guru (bdk. Yohanes 2:13-25): “Rubuhkan Bait Allah ini, selama 3 hari kubangun kembali” (bdk. Matius 16:21, 17:22-23, 20:17-19, bdk. Lukas 9:22, bdk. Wahyu 20:11-15, “Zaman Akhir”:Tanah Air Surgawi” adalah “Kerajaan 1000 Tahun Bapa di Bumi) dan (bdk. Markus 8:31, bdk. Wahyu 21: 1-8, 9-22, 22:5, “Akhir Zaman”: “akhir Kerajaan 1000 Tahun Bapa di Bumi”). Pemaknaan 3 hari keilahian dalam 3000 tahun keduniaan, yakni 1 hari keilahian bermakna 1000 tahun keduniaan (bdk. Mazmur 90:4, bdk. 2 Petrus 3:8-10). ***
Dataran Oepoi, Kota Karang Kupang, Tanah Timor, Sabtu 22 Februari 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar