Oleh : Chris
Boro Tokan
![]() |
Chris Boro Tokan di Puncak Gunung Boleng - Adonara |
Kata Kunci : Konstruksi pengetahuan publik tentang manusia
berfokus pada manusia (nyata, dunia, bumi), yang tersurat dalam ajaran Kitab
Suci merujuk Adam dan Eva, sebagai insan ciptaan Tuhan (bdk Kejadian 1:26-27,
2:18, 21-25 ). Raga manusia awal (Adam) itu tercipta dari tanah liat (merah)
oleh Allah, dan meniupkan Roh-Nya ke dalam raga itu, menghidupkan. Allah
menciptakan Eva dengan mengambil tulang rusuk Adam. Konstruksi pengetahuan umum
demikian didekonstruksi melalui pengetahuan tersirat dalam Kitab Suci,
tetcermati manusia gaib, ilahi, langit yakni “manusia raksasa”. Manusia gaib,
langit dari unsur api dan unsur air (Ape-Rera dan Helan Wai) yang
berkawin-mawin dengan manusia bumi, sehingga Tuhan kecewa, karena terjadi
pencampuran darah, gen (bdk Kejadian 6:1-4). Keberadaan manusia gaib secara
tersirat dalam Kitab Suci, sering terluput dari cermatan sehingga tidak menjadi
pengetahuan umum (publik). Diperlukan sesungguhnya rekonstruksi pengetahuan
umum tentang penciptaan manusia yang mencakup keberadaan manusia gaib
(Ape-Rera, Api dan Helan-Wai, Air), Kelen, langit (Rera-Wulan) dengan manusia
nyata (Tana, Tanah), bumi (Tanah-Ekan). Keberadaan mereka yang selalu saling
dialektik (menyempurnahkan). Pendialektika adalah Allah itu sendiri, dalam
simbol Roh (Angi), angin.
Pendahuluan
Pernah ada pendapat umum di dunia mengatakan bahwa manusia pertama hidup di
Afrika, setelah itu mereka bermigrasi ke seluruh dunia. Pandangan demikian
sudah terbantahkan melalui Arysio Santos dengan menunjuk “Mesir kuno”
(Indonesia) sebagai asal manusia pertama (Bdk ArysioSantos, hal. 131) Ditunjuk
lebih jelas oleh Stephen Oppenheimer bahwa di NTT-Maluku yang sesungguhnya
menjadi tempat manusia pertama (Eden is The East 1998, Surga di Timur 2010,
hal.298-318). Bandingkan diagram tautan peta penyebaran gen dan bahasa
austronesia (hal 298) dan kesimpulan kajian (hal. 318), yang mengindikasikan
Nusa Tenggara Timur/NTT-Nusa Tenggara Barat/NTB) dan Maluku, Sulawesi sebagai
wilayah surga yang hilang.
Secara akademis, rujukan tentang Benua Atlantis yang Hilang, Arysio Santos
antara lain melalui pembuktian Geologis dan Vulkanis, kajian berbagai
perkembangan peradaban dan kebudayaan besar di dunia, merujuk ke Kepulauan
Sunda Besar (Jawa-Sumatra-Kalimantan), sebagai lokasi surga yang hilang.
Sedangkan Stephen Oppenheimer merujuk lokasi surga yang hilang ke Kepulaun
Sunda Kecil (Nusa Tenggara Timur/NTT-Nusa Tenggara Barat/NTB) dan Maluku,
Sulawesi. Membuktikan dengan kajian Gen Asli menunjuk awal mula penyebaran
Manusia di dunia dan Bahasa Autronesia sebagai Bahasa Asli sumber segala bahasa
di dunia. Tentu jauh hari sebelumnya garis Wallace-Weber telah membuktikan asal
flora-fauna di Dunia Lama, yakni Dataran POROS (NTT-NTB-Maluku, Sulawesi)
sebagai wilayah pembagi ke Dataran SAHUL/Timur (Irian-Aru menyatu AUSTRALIA),
dan ke Dataran SUNDA/Barat (Jawa Purba:Jawa-kalimantan-Sumatra yang menyatu
ASIA .
Melalui pembagian dunia purba flora-fauna dalam garis Wallace-Weber,
tercermati wilayah dari listofer benua yang hilang (Atlantis), dataran Sunda
Kecil sebagai wilayah Poros. Sedangkan daratan Jawa Purba
(Jawa-Kalimantan-Sumatra), dataran Sunda Besar dengan berbagai pulau kecil di
sekitar (sebagai listofer Benua Asia), menempati posisi wilayah Barat.
Begitupun daratan Papua/Irian (sebagai listofer Benua Australia), dataran Sahul
dalam posisi sebagai wilayah Timur. Garis Wallace-Weber menandaskan bahwa
Wilayah Poros sebagai wilayah pembagi, dalam pemaknaan Flora-Fauna yang ada di
Poros, dapat ke Dataran Sunda (BARAT), juga ke Dataran Sahul (TIMUR), sedangkan
di wilayah BARAT tidak mungkin ke TIMUR, dan sebaliknya. Maka Oppenheimer
membuktikan penyebaran manusia AWAL di dunia dari wilayah Poros (Nusa
Tenggara-Maluku) itu melalui kajian GEN orang Asli dan penyebaran Bahasa
Austronesia sebagai sumber Asli berbagai Bahasa di Dunia ke Timur, Barat,
Utara, selatan.
Adonara Nuha
Nara Nebon , Penciptaan Atadiken (Manusia)
Benua Atlantis yang sesungguhnya wilayah kekaiseran Atlantis tempoe doeloe,
mencakup pula wilayah kepulauan di lautan Pasifik, juga pulau Madagaskar dan
Pulau Selandia Baru. Pulau-pulau di perairan pasifik itu sebagai daratan baru
(listofer) dari benua atlantis yang hilang, karena benua itu ditabrak dari arah
Barat oleh Benua Amerika, saat yang bersamaan ditabrak dari arah Selatan oleh
Benua Australia, seirama dengan itu ditindis/ditekan dari arah Utara oleh Benua
Asia. Dengan demikian dialektika geologis bumi mendinamikakan masing-masing
palung benua untuk saling bertubrukan, yang mengakibatkan hilangnya benua
Atlantis yang menyisakan misteri sampai kekinian. Misteri itu dapat terungkap
antara lain melalui listofer (daratan baru) benua yang tersari dalam Adonara
Nuha Nara Nebon dan tersimbol dalam kepulauan Solor sebagai kepulauan Matahari
.
Kepulauan Solor kekinian (Pulau Adonara, Pulau Solor, Pulau Lembata) di
Kabupaten Flores Timur dan Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur,
sesungguhnya simbol Kepulauan Matahari. Simbol kepulauan yang mencakup seluruh pulau
di wilayah Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat, di wilayah Maluku dan
Sulawesi. Wilayah ini dalam pemetaan pembagian purba flora dan fauna
ditempatkan sebagai wilayah Poros yang membagi ke Timur (dataran Sahul: pulau
Irian/Papua dan kepulauan Aru) dan ke Barat (dataran Sunda: pulau Jawa Purba
yang mencakup daratan Jawa, Kalimantan, Sumatra beserta pulau-pulau kecil
disekitarnya).
Dengan demikian eksistensi Kepulauan Solor simbol Kepulauan Matahari yang
mencakup seluruh listofer dari Benua Atlantis yang hilang, wilayah Kekaiseran
Atlantis tempoe doeloe, sebagai poros dari benua yang hilang. Eksistensinya
yang demikian menegaskan identitas wiayah itu sebagai poros awal kehidupan dan
awal penyebaran flora dan fauna, awal penyebaran manusia dan sumber asli bahasa
di dunia Identitas dan eksistensi wilayah kepulauan Solor yang demikian
kekinian mengulang dalam sejarah keberadaan suku-suku di wilayah itu yang
menyebut diri orang Lamaholot (tempat manusia dan terselamatkan dari bencana)
dengan keyakinan mereka terhadap Rera-Wulan Tanah-Ekan (Matahari-Bulan/Langit
dengan Tanah/Bumi) dalam unkapan magis religius Lewo Tanah.!!!
Magis religiusnya Lewo Tanah, tertelusuri dalam simbol ape, wai, angi,
kelen, tana, (Api, air, angin, langit, tanah) sebagai unsur-unsur (zat) yang
menuntun penjelasan tentang asal usul manusia (usu asa atadiken), penciptaan
manusia Adonara. Ape=pelate/panas, dan muren/benar, sedangkan Wai=
geleten/dingin, dan me’lan/baik. Angi/angin/penyejuk, weleok=/menetralisir,
meyatukan, Kelen= Kowa /Langit/Ilahi (sempurnah), muren=kelohon/benar,
me’lan=senaren/baik. Tana/Tanah, bumi/dunia (belum sempurnah) =
milane/medho/buruk. Nulu walen / sifat manusia / kepribadian manusia dalam
prosesnya terbentuk sesuai dengan zat-zat yang menjadikannya sebagai seorang
yang disebut manusia (atadiken). Atadiken dengan 3 kepribadian hidup saling
dialektik yakni logika, etika dan estetika yang mendinamikakan kehidupan
langit/ilahi dengan kehidupan bumi/dunia.
Misteri penciptaan (bdk https://www.facebook.com/notes/pino..., 7 Siklus
Peradaban Dunia dalam Adonara Nuha Nebon) terjelaskan siklus peradaban dunia 1,
dalam kesempurnaan sabda (“koda 10”) yang terjelaskan melalui “kirin 5 ape
rera-kirin 5 helan wai”, terfomulasi di akhir zaman arkeosoikum. Selama ini
menjadi misteri dunia penciptaan, karena Kitab Suci, dan pengetahuan publik
dunia lebih terfokus kepada siklus peradaban dunia 2, penciptaan manusia nyata
(unsur tanah) adam-eva/Kelake Ado Pehan-Kewae Sode Bolen. Namun kalau
tercermarti selanjutnya terpengaruh pula secara simbolis unsur api dan zat air
dalam simbol ular yang menggoda Eva, dan merusak kehidupan gaib firdaus yang
diskenariokan Tuhan bagi manusia nyata, di zaman paleozoikum.
Siklus peradaban dunia 2: Dalam sinar TERANG menguasai kehidupan unsur
Tanah dan Api. Arysio Santos menyebut Atlantis Lemuria, Alam, Manusia Alam,
Peradaban. Jadilah TERANG yang menguasai seluruhnya di ujung siklus 1, melalui
proses penciptaan alam semesta dengan segala isinya, berujung penciptaan
manusia unsur Tanah dan Angin, dalam mitos Kelake Ado Pehang Beda dan Kwae Sode
Boleng di Ile (gunung) Boleng, tidak terluput dibayangi kegelapan dalam simbol
godaan di firdaus (ular simbol air/ air bah). Akhirnya terjadi kepunahan raga
dalam KONFLIK DUA BERSAUDARA (Kain vs Abel) meningggalkan jiwa yang melayang
(angin) tersimbol dalam mitos pohon asam (TOBI/A) di Lamaholot sebagai
berlindungnya nitun (iblis) darat, sedangkan pohon beingin (BAO) berlindung
har’in (iblis) air/laut. Pada akhir siklus ini menghilangkan benua, BENUA YANG
TENGGELAM. Berakhirnya siklus 2, disebut Arisyo Santos dengan berakhirnya
ATLANTIS LEMURIA=Alam, era Peradaban. Era itu sebagai pemecahan massa benua
tahap. 1, 2, 3. Pemecahan tahap 3 membaptis nama Adonara Nuha Nebon, bermakna
intisari dunia yang hilang terkumpul di Adonara.
Siklus Peradaban Dunia 3: Atlantis Sang Putra, Kebudayaan. Manusia
Kebudayaan. Dewa Laut/Raja Laut/ Penguasa Air (POSEIDON sesuai dialog Plato)
muncul dalam akhir kepunahan massal siklus 2. Dalam mitos Lamaholot figur
Poseidon adalah Dasi Lali Jawa (Jawa=BARAT), yang menyelamatkan Putri yang
tertinggal sendirian (dalam Dialog Plato) di Timu (TIMUR) karena bencana yang
menenggelamkan/menghilangkan benua. Putri itu ditemukan dalam mitos Lamaholot
adalah Edo Baka Heti Timu.
Pasangan Dasi Lali Jawa-Edo Baka Heti Timu menurunkan keturunan yang kelak
membangun KEBUDAYAAN yang di kenal dengan KERAJAAN/KEKAISERAN ATLANTIS (seperti
terjelaskan Dialog Plato) dalam wilayah Daratan Baru (listofer) “Adonara Nuha
Nebon”. Ujung kepunahan massal siklus peradaban dunia 3, disebut Arisyo Santos
dengan berakhirnya ATLANTIS SANG PUTRA=Manusia, era Kebudayaan, yang ditandai
dengan bencana BANJIR Nabi NUH , (dengan ke 3 Putra SEM-CHAM-JAVET ) yang
menenggelamkan kekaiseran Atlantis. Bencana tenggelamnya Kekaiseran Atlantis
memetakanAdonara Nuha Nebon dalam Kepulauan Solor Purba (“Solor Laga Doni”)
mencakup peta seluruh kepulauan wilayah Kekaiseran Atlantis (kecuali Madagaskar
dan Selandia Baru, beberapa pulau di lautan Pasifik, yakni Rapa Nui) dalam
modelnya seperti sekarang, yang tersimbol dalam Kepulauan Solor!. SEM
tertelusuri dalam jejak turunan berposisi di lokasi NAMANG/ NOBO di Ile Boleng,
CHAM tertelusuri dalam jejak turunan berposisi di lokasi UA BELEDUN, sedangkan
JAVET tertelusuri dalam jejak turunan berposisi di lokasi Raran DOPI dan
sekitarnya.
Di ujung siklus 3 (kepunahan massal), Abraham harus meninggalkan wilayah
itu atas perintah Tuhan. Abraham keluar dari wilayah itu sebagai Gen dari SEM,
ke India, keturunan CHAM ke TIMUR dan Gen Javet ke BARAT Dalam cermatan di
Lamaholot terungkap figur Nabi Nuh dan Abraham dengan sebutan “Jawa Palang Ama”
dan “Kou (Jou) Boleng Ama”. Nabi Nuh dalam sebutan “Jawa Palang Ama” bermakna
sebagai “Bapa Penyelamat Peradaban”. Nabi Abraham dalam sebutan “Kou (Jou)
Boleng Ama”. atau “Rou Boli Ama” bermakna sebagai “Bapa Guru Kelembutan,
Kesejukan (Kerendahan Hati)”.
Unsur Angi (simbol Roh), tertiup ke dalam unsur air (menjadi manusia gaib
Barat)-tertiup ke dalam unsur api (menjadi manusia gaib Timur). Hal itu terjadi
di saat angi (simbl Roh, Allah) berusaha menetralisir air yang dingin sekali
dalam sinyal cahaya dengan panas-NYA (api) yang panas sekali dalam terang
sinar. Proses itu sampai terjadi harmonisasi-keselarasan air/dingin dengan
api/panas sehingga menimbulkan awal kehidupan (yang gaib) terpahami secara
tersirat dalam akhir siklus peradaban dunia 1. Dalam ilmu pengetahuan proses
keselarasan ini tercermati melalui zaman arkeozoikum yakni panas sekali (sangat
panas) untuk menetralisir air/dingin yang sangat dingin di awal penciptaan itu.
Hasil dari proses zaman arkeozoikum itu yakni adanya dialektika api-air yang
menghasilkan kehidupan awal yang disebut zaman Paleozoikum (zaman hidup tua).
Zaman hidup tua merupakan era kehidupan manusia gaib unsur api dengan manusia
gaib unsur air, di kenal sebagai era Peradaban (kegaiban yang menguasai
kehidupan).
Dialektika kehidupan yang terjadi dalam alam kegaiban manusia api dengan
manusia air sebagai simbol roh Allah yang melayang-layang divatas (bdk. Kitab
Kejadian 1:2). Api, terang, kebenaran dan keagungan kehidupan. Air,
kelemahlembutan, kerendahan dan kebaikan hati yang menyelamatkan. Sedangkan
angin sebagai penetralisir yang menyejukan air (dari yang dingin sekali) dengan
menghangatkan api (dari yang panas sekali). Namun jika pendialektikaan sampai
pada titik ekstrim yang panas sekali, “pelate gike” maka terjadi api neraka,
menghanguskan. Kalau terjadi dialektika ekstrim yang sangat dingin, “geleten
gerara”, maka terjadi air bah, membekukan. Api neraka, setan vs Air bah, jin
(Nit’un vs Har’in).
Melalui siklus peradaban dunia 2 terjadi penciptaan manusia alam nyata
(unsur tanah, darah) dengan meniupkan angi, napas (simbol roh) ke dalam raga
Adam (Ado Pehan) laki-laki (Kelake) yang terbuat dari tanah liat (merah)
sebagai manusia alam nyata. Tercermati penciptaan Adam sebagai manusia nyata
tidak terhindarkan unsur air (darah) dan api, karena tidak ada suhu (panas)
tentu darah membeku. Begitupun tidak ada darah/air, tidak mungkin ada kehidupan
manusia, karena Roh, Jiwa berada dalam darah. Maka itu darah selalu menjadi
persembahan korban dalam kehidupan/keselamatan manusia nyata. Seperti Nuh
setelah selamat dari bencana banjir mengorbankan darah hewan sebagai puji
syukur kepada Allah (bdk akhir siklus peradaban dunia 3). Begitupun Abraham
dalam mengikat pejanjian dengan Tuhan dicobai mengorbankan darah putra
tunggalnya Iskak yang kemudian diganti Tuhan dengan seekor anak domba jantan
(bdk siklus peradaban 4). Juga Musa setelah menerima 10 Perintah Allah
dipesankan untuk disampaikan kepada umat israel persembahan kurban bakaran
(darah hewan) dan menghormati hari Tuhan di perkemahan (bdk siklus peradaban
5). Memuncak melalui pengorbanan darah dan nyawa di Salib (simbol alam-manusia)
oleh Yesus Kristus sebagai anugerah keselamatan manusia nyata (bumi) dan alam
semesta (manusia gaib) (bdk siklus peradaban 6).
Abraham
Bapak Bangsa, Identitas Israel-Yahudi, Kitab Taurat
Abraham sebagai bapa bangsa Israel yang dipilih Tuhan (sintesa), yakni
sebagai jalan keluar terhadap seluruh kehidupan manusia turunan Nuh penuh dosa
saat itu (antitesa), tidak sesuai kemuliaan yang telah diberikan Allah (tesis).
Kehendak Allah, bahwa dari Abraham kelak lahir suku-suku bangsa yang memenuhi
seluruh muka bumi, banyaknya bagai pasir di laut, dan memuliakan-Nya. Namun
Israel sebagai suatu bangsa pilihan Tuhan, dalam dinamika sejarah kehidupan
senantiasa penuh kontradiksi. Nampak dari pemanipulasian kesulungan oleh Yacob
si adik dengan bantuan ibunya terhadap Esau (si kakak). Sedikit banyak hal ini
mengulang kisah anak kandung Abraham Ismail dari Hagar sebagai isteri kedua,
dan Iskak dari Sara sebagai isteri pertama .
Kontradiksi sejarah kehidupan bangsa Israel sebagai manusia pilihan Allah
terus berlanjut dalam kehidupan keluarga Jacob bersama ke 12 anak laki-lakinya.
Penjualan putra ke 11 si Jusuf oleh kakak-kakaknya kepada saudagar, dilandasi
rasa irih karena bapa mereka Jacob lebih menyayangi si Jusuf dan putra bungsu
Benyamin. Kelak memetakan ke 12 putra itu sebagai yang dianggap layak mewarisi
hak kesulungan jatuh pada Yehuda bukan pada si Ruben yang sulung. Maka turunan
Yehuda dan Benyamin (si Bungsu), di wilayah selatan yang dikenal sebagai orang
yahudi (Yerusalem). Sedangkan turunan ke 10 saudara lainnya di bagian utara
sebagai orang israel (Nasaret). Tentu pemetaan (Israel-Yahudi) ini terjadi
sesudah terlewatkan berbagai kotradiksi kehidupan yang dialami bangsa israel
selama perbudakan di Mesir, selama perjalanan keluar dari Mesir. Antara lain
tidak terluputkan keluhan dan kedongkolan umat israel terhadap Allah, dan
puncaknya konradiksi penyembahan lembu emas di kaki gunung Si Nai oleh umat
Israel di saat Musa sedang menemui Allah di puncak Si Nai menerima 10 Perintah
Allah.
Litani panjang kontadiksi kehidupan bangsa israel di Israel setelah
terbebaskan dari perbudakan di Mesir, melahirkan pemetaan baru orang Israel
dengan orang Yahudi (bdk. Robert B. Coole and David Robert Ord. “In the Beginning
Creation and the Priestly History”. Diindonesiakan “Pada mulanya: Penciptaan
dan Sejarah Keimaman” Oleh Jessica Christiana Pattinasarany, Kata Pengantar
Prof. Pdt. John A.Titaley, Th.D., Salatiga UKSW-Jakarta Gunung Mulia, 2011).
Pemetaan ini terjadi sebagai akibat kehancuran kerajaan Israel di Utara sekitar
721 SM yang ditaklukan oleh Asyiria dan penaklukan kerajaan Israel di Selatan
(Yehuda) yang dilakukan oleh Babylonia 586 SM – 538 SM. Asyria menghancurkan
Isreal di utara dengan menawan para elit israel ke Asyur, dan memasukan
orang-orang dari suku bangsa yang dikuasainya ke israel utara dan bercampur
baur, kawin mawin dengan orang israel di utara. Berbeda dengan Babylonia yang
menawan kaum elit israel di selatan namun tidak memasukan bangsa lain yang
dijajahnya ke wilayah selatan israel itu. Kemudian saat Babylonia ditaklukan
oleh bangsa Persia, dan pertimbangan luasnya wilayah kekuasaan jajahannya, maka
Persia memberikan otonomi kepada Israel selatan. Otonomi dengan mengirim
kembali kaum elit israel dari Babylonia untuk mengatur wilayah israel selatan.
Ketika para elite Israel kembali dari Babylonia untuk menata kehidupan otonomi
bangsa Israel di wilayah selatan, maka sesungguhnya bangsa Israel di wilayah
Utara sebagai umat Tuhan itu sudah kabur. Kekaburan indetitas itu antara lain
menimbulkan penolakan...”tidak ada nabi yang datang dari galilea” (bdk. Yoh.
7:52b). Sesungguhnya menegaskan pemetaan orang Israel dengan orang Yahudi,
(hal.xv) .
Kontradiksi kehidupan orang Israel di selatan yang merasa lebih percaya
diri sebagai israel yang masih murni dan menyebut diri Yahudi, terus
berlansung. Setelah lepas dari perbudakan Babylonia (586-538 SM) dan dijajah
oleh Persia (538-332 SM), diikuti oleh penaklukan Alexander Agung dari
Makedonia (332-301 SM), diteruskan oleh penguasaan Ptolemeus dari Mesir
(301-198 SM). Dilanjutkan oleh penaklukan Seleukid dari Syria (198-140 SM),
menandai kebebasan kaum Yahudi atas perjuangan Imam Matatias dari keturunan
Hasmonean yang dikenal sebagai Makabe. memerdekakan Yahudi (140-63 SM). Namun
Romawi mulai menjajah Yahudi (63 SM-1948 M), menghancurkan Yerusalem dengan
Bait Suci II (70 M), seolah-olah ceritra kegemilangan bangsa Yahudi lenyap dari
sejarah bangsa-bangsa sampai 1948 ketika negara Israel moderen diproklamasikan
(hal. xvi) .
Demikian kontradiksi kehidupan bangsa Israel sebagai umat pilihan Allah
melalui bapa bangsa Abraham, sehingga dalam merumuskan jati diri mereka sebagai
umat Tuhan ditelusuri dokumen-dokumen dalam sejarah bangsa Israel-Yahudi yang
diperkirakan sekitar 458-398 SM, terkumpulah apa yang kini disebut Taurat,
yakni kumpulan naskah yang terdapat dalam Kitab Kejadian, Keluaran, Imamat,
Bilangan, dan Ulangan. Tulisan-tulisan itu yang sebenarnya tulisan Y, E,
tambahan dari P dan DH (untuk Kitab Ulangan) telah menjadi acuan utama bagi
kehidupan bangsa Yahudi secara sosial, politik dan keagamaan pada waktu itu.
Identitas keyahudian mulai terbentuk dengan kitab-kitab tersebut sekaligus
sebagai awal dari proses kanon (kanosisasi/penetapan) Alkitab Ibrani. Penetapan
Taurat ini kemudian diikuti dengan penulisan ulang sejarah bangsa Yahudi mulai
dari Adam sampai dengan kembalinya bangsa Yahudi dari pembuangan di Babylonia
dan pembangunan Bait Allah II (dalam 1-2 Tawarikh, Kitab Ezra dan Nehemia) (
Bdk. Robert B. Coole and David Robert Ord. hal.xvi, Bab 2. “Lebih dari Satu
Kisah tentang Penciptaan”, hal.22-45, Bab 4. “Merevisi Sejarah Resmi”, hal.
46-56) .
Penetapan Taurat sesungguhnya didahului dengan ditemukan Kitab Taurat yang
merupakan aturan-aturan di Israel Utara yang dibawah ke Yerusalem (di Selatan)
ketika Samaria dihancurkan oleh Asyria (721 SM). Kitab Taurat yang ditemukan
itu kini terdapat dalam Kitab Ulangan psl 12-28. Bagian Awal dan Penutup dari
Kitab Taurat itu ditambahkan pada Yosia menjadi raja (641/0-609 SM) yang
menyerukan reformasi dengan penyatuan Israel Utara dengan Israel Selatan
(Yahudi) yang dikenal kemudian sebagai Sejarah Deuteronomi (sumber DH) dari
bahasa asing untuk Kitab Ulangan. Reformasi yang dikenal dengan sumber DH,
sampai saat ini tertelusuri terdapat dalam Kitab Ulangan, Yosua, Hakim-hakim, ,
1-2 Samuel. 1-2 Raja-raja (hal xiv). Kemudian kelompok para imam (sumber P)
mengedit tulisan-tulisan yang sudah ada terdahulu yaitu tulisan Y dan E.
Pekerjaan editing menyangkut seperti ceritera jenis binatang yang harus dibawah
oleh Nuh dalam bahteranya. Ceritera yang semula ditulis oleh Y disebutkan tujuh
jenis binatang saja (Kej. 7:2-3), sedangkan oleh P ditambahkan lagi segala
jenis binatang (Kej. 7:13-16). Juga seperti penambahan bab 1 dalam Kitab
Kejadian (sumber P) tentang Penciptaan, yang lebih dahulu telah ditulis sumber
Y dalam bab 2 (Bdk Robert B. Coole and David Robert Ord Bab 3. “Siapakah yang
Menulis Kejadian Satu?”, hal. 34-45, Bab 5. “Semuanya Menjadi Jelas”, hal.
58-67).
Tema eskatologi nampak kuat mempengaruhi para imam Bait Allah II (P) dalam
menyempurnahkan tulisan YE demi merumuskan kembali jati diri bangsa Yahudi yang
hancur dalam litani panjang penaklukan bangsa lain. Tema tentang hari akhir
sejarah kehidupan manusia dalam kehidupan bangsa Yahudi, berhubungan perlakuan
tidak adil bagi rakyat yang ditunjukan kaum elte tertentu Yahudi, yang mendapat
ganjaran setimpal dari Allah. Demikian kesaksian nabi-nabi dari dulu sebelum
kehancuran Bait Allah I (587 SM) oleh Babylonia (kelak mengulang dalam
kehancuran Bait Allah II, 70 M oleh Romawi). Kehidupan eskatologis elite israel
sebelum kehancuran Bait Allah I mendapatkan pendalamannya dengan hadirnya
Zoroaster agama bangsa Persia. Kehadiran zoroaster saat Persia membebaskan
elite Yahudi dari belenggu perbudakan Babylonia, melalui pemberian otonomi di
Yudea, Yerusalem Selatan. Pemberian otonomi ini membangun kesadaran para imam
yang mendalam tentang eskatologi menuju kehidupan yang kudus, sempurna seperti
TUHAN demi menghadapi penghakiman di hari akhir/kiamat. Walaupun para elite
israel-yahudi gagal lagi dalam kehidupan eskatologis seperti yang dialami dan
dikritik oleh Yesus, kemudian meramalkan kehancuran Bait Allah II, yang
terjawab dalam tahun 70 M.
Penegasan kehidupan yang kudus dalam menekankan eskatologi (perjumpaan
dengan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari ) menjadi spirit dasar para imam
(sumber P) menambahkan rumusan sumber Y. Para imam menegaskan itu dalam naskah
sumber P menambahkan dalam rumusan sumber Y tentang perjanjian Tuhan: (1).
Perjanjian dengan Nuh dalam kisah banjir/air bah dalam simbol pelangi bahwa
Tuhan tidak akan mendatangkan lagi air bah, dan menegaskan makanan halal bagi
manusia. (2). Perjanjian dengan Abraham berupa sunat untuk kaum laki-laki. (3).
Perjanjian dengan Musa setelah menerima Taurat untuk beribadah pada hari Sabat.
Tambahan sumber P itu dimeteraikan imam-imam dalam kisah penciptaan Kitab Kejadian
Pasal 1. Kisah penciptaan yang terjadi dalam waktu 6 hari yang diakhiri dengan
istirahat pada hari ke 7 dan menguduskannya. Begitu tertib ciptaan yang
ditakdirkan saling dialektik menyatu dalam satu kemuliaan/kekudusan-Nya. Tentu
hal ini tidak terlepas melalui tangan Koresh raja Persia membebaskan elite
yahudi dari perbudakan Babylonia, dengan memberikan otonomi bagi Yahudi untuk
mengatur tatanan sosial-politik-religius kehidupan rakyat dan umat melalui para
Imam era Bait Allah II (bdk. Robert B. Coole and David Robert Ord. hal. xviii,
Bab 4. “Merevisi Sejarah Resmi”, hal.45-56, Bab.7. Sub Judul “Sunat, Identitas,
dan Loyalitas” ,hal.80-90, Bab.8.Sub judul “Hari Sabat Keimaman”, hal. 91-112,
Bab.9. “Dunia yang Terpusat di dalam Sebuah Kemah”, hal. 113-124).
Kisah kontras perjalanan panjang kehidupan bangsa Yahudi bermula dari
Abraham sebagai bapak bangsa ibrani, terwaris Yacob sebagai bapak bangsa
israel, diturunkan kepada Yehuda sebagai bapak bangsa yahudi. Merupakan kisah
tragis dan paradoks bagi Yahudi sebagai bangsa pilihan dan terberkati oleh
Allah (sumber Y). Spirit sebagai umat pilihan dan terberkati Allah, telah
menjadi kekuatan mereka dalam menyadari dan memaklumi setiap litani perbudakan
yang dialami sebagai hukuman Yahwe, Allah atas dosa-dosa mereka. Kesadaran dan
pemakluman itu melalui kehidupan eskatologis yang dialami para nabi, kemudian
menjadi dasar imam-imam (sumber P) membangun tatanan baru keyahudian yang kudus
di Bait Allah II sebelum dihancurkan oleh Romawi (70 M). Melalui tatanan baru
membangun kembali jati diri keyahudian itu, sesungguhnya lahir Kekristenan dan
Keislaman, dua agama yang pengikutnya sangat besar di dunia. Namun
yahudi-israel tetaplah bangsa yang konradiktif dengan meragukan Yesus sebagai
mesias sang penyelamat (“membuang batu penjuru”), lalu terserak
lempar-terceraiberai di dunia nyata. Walaupun kemudian terjadi upaya penyatuan
melalui proklamasi negara Israel moderen 1948, yang masih menunai konradiksi
sampai kekinian.
Rekonstruksi
Penciptaan
Naran “Amak Tèla” wollo lolon ''tobo tibano”, moon tena Tobitanabole, tobo
maan tuan yurumudi, sampe maan nuanem dei, moon lera ilelolon, ti tenatika
Ama,,=RERA GERE sampe RERON TUKAN. ''Kaka Lolon Ladoangi”, “pae leduno” moon
Laya Labilango ara, pae maan rayabelawahe, singga musin haka natan noon seni
laga woka, ti tenatika, = RERON TUKAN sampe RERA HELEN. Wutu wutu doan doan pai
de sumi laka lere, rere rere lodo nele sadan dei go penuket wutun ubun woloho
wulo luo lolon unne tou laik ulun ulin alane HADUN BOLEN. Makna hakiki ungkapan
lamaholot dalam menegaskan “Roh” yang transenden, pendialektika kehidupan
(serasi-selaras, harmonis) dalam pandangan heliocentris (matahari). Roh yang
selalu adil menuntun hidup kehidupan dalam pergumulan mencapai puncak
kesempurnaan yang utuh, kokoh ibarat gunung batu, Hadun Bolen.
Transeden (“paken-hane ro naku tawen noon taan toi ro tewan hala, tede tao
onet onen tukan, ti onet megeh, liwo te onet nimun taan tuben net mekah”),
yakni Roh. Semua perenungan dan pertanyaan tentang suatu kehampaan apakah
mutlak atau relatif tentu memerlukan jawaban melalui suatu kajian yang tidak
hanya idealis (kirin 5, teori, pikiran, “tede kirin” =BARAT, arin) dan
materialis (kirin 5 praktek. “tete taan”=TIMUR, kaka), melainkan mendialektikan
keduanya secara selaras: koda 10. Supaya kelak akan membuktikan letak (lokasi)
arah Timur Terjauh-Barat Terjauh, tempat Matahari terbit yang sesungguhnya.
Tempat Awal Mula Peradaban dan Awal Mula Kebudayaan: Penciptaan, kemudian
tersebar ke Timur (Pana, Mbana, Banda) dan tertabur ke Barat (Hawu, Sawu).
Menjelaskan letak Benua yang hanyut (hilang) sebagai tempat Roh (Koda 10) yang
terformulasi kelak dalam Idealisme (kirin 5 ke Barat), arin dan Materialisme
(kirin 5 ke Timur) Kakan. Saling berdialektika (Kapitalisme/Barat=JIWA -Sosialisme/materialsme/Timur=RAGA:
Pancasila/Poros/Timur Terjauh-Barat Terjauh=ROH).
Bagaimana Roh itu menjadi Sabda/Firman dan membentuk langit (manusia gaib)
sebagai era Awal Peradaban. Begitupun Roh itu menjadi Sabda/Firman dan
membentuk bumi (manusia nyata) sebagai era Awal Kebudayaan. Berbagai keragaman
dan unikum penampakan Langit dan Bumi dan segala isinya, bagi filsuf Hegel
merupakan hal alamiah pertama yang harus dipandang sebagai kemungkinan khusus.
Dari situ Ruh (Roh) suatu bangsa di dunia terus berkecambah, dan di antaranya
ada Dasar Geografis. Dari sana tercermati dasar geografisnya dalam identitas
dan eksistensi ATLANTIS, Atalahatala Adonara, Adonara Nuha Nara Nebon.
Terdeskripsi penciptaan langit (manusia alam gaib) dan bumi (manusia alam
nyata) dalam paradigma Adonara Nuha Nara Nebon:
1.
Manusia alam gaib unsur api-angin terindetifikasi
"Arakian Ile Lolon dan Peni Masan Dai” (bdk akhir siklus peradaban dunia
1). Menjelaskan turunan dan lokasi kediaman "Nele Lewo Lema-Laka Lewo
Pulo" di pantai selatan Adonara posisi timur Ile Boleng, antara lain mulai
dari pantai Lama Nele Reren (Boleng), Nobo, terus naik ke Lama Nele Belolon,
Lama Laka, Lama Bayung. Memuncak di lereng sisi timur Ile Boleng di atas
"Wai Jara" (Wai Raya) bersambung dengan lereng barat Ile Bore di
kenal lokasi "Ua Beledun" dan lokasi “Kemoti”. Kemoti secara hakiki
bermakna sebagai simbol awal penataan tatanan kehidupan berperadaban dan
berkebudayaan (“Kemoti-Ke-Motin, betin, bitin, tawan gere dei lodo Nobo tobo
nuku gute gukut tutu gasik epu lekat odo dopo naot nawo nai ada uli, gasik tuen
gawe balik pepa ewa uli epa ada nawan beliwo beliwun one, meten tobo Nobo,
hukut dei ito dawa nuku suku uku gahin Lewo Tana”). Ua Beledun secara hakiki
menunjuk tempat awal pembuatan perahu dari pohon Ua yang dipotong untuk
pembuatan perahu, sehingga pohon-pohon itu tetap “beledun” (tidak tumbuh besar
menjadi pohon) yakni tetap seperti tunas-tunas yang tumbuh dari bekas pohon
yang dipotong). Lokasi ini mengindikasikan awal penyebaran manusia ke Timur dalam
replikanya kelak di Cina dan Arab.
2.
Manusia alam gaib unsur air-udara "Masang
Raya-Peni Masan" Bukit Seburi (bdk akhir siklus peradaban dunia 1).
Menjelaskan turunan ke alam nyata "Kelen lewo lema- Keda Lewo Pito".
Terdeskripsi dari pantai selatan adonara (posisi barat Ile Boleng): antara lain
Lewo Kelen, Langkiru naik ke arah atas Lewokeda, Tobi, sampai di sisi Barat
puncak Ile Boleng "Raran Dopi", di sekitar itu pemukiman purba
Lamahoda, Lama Ile, Lama Nepa, Riang Hepat. Lokasi ini mengindikasikan awal
penyebaran manusia ke Barat dalam replikanya kelak di Mesir, Yunani, Roma.
3.
Manusia alam nyata unsur tanah-angin, darah, “Kelake
Ado Pehan-Kewae Sode Boleng” (bdk siklus peradaban dunia 2). Di bawah lokasi
Wai Jara (Wai Raya) ada "Wato Namang", di atas Namang itu ada bekas
lokasi pemukiman Helan Lamawuyo. Merupakan satu urutan dengan pemukiman di
pantai selatan, Lama Helan. Sampai kekinian orang-orang dari desa Lamahelan
yang melakukan ritus magis religius di wato namang dalam kaitan keberadaan Ile
Boleng. Mendeskripsi keberadaan watonamang sebagai “korke”, tempat persembahan,
menegaskan tempat perjumpaan "Apa Utan" (alias Kewae Sode Boleng)
dengan "Keribe Tilu Wuang" (alias Kelake Ado Pehan) tentu ini sebagai
ciptaan alam nyata, unsur tanah, air (darah) dan angin (roh). Lokasi ini
mengindikasikan keberadaan daratan baru (listofer) wilayah Poros, dalam
ungkapan firdaus. Juga tempat ini mengindikasikan Abraham hendak
mempersembahkan putra tunggalnya Iskak waktu itu. Poros dalam replikanya kelak
ada di India, Israel, Yerusalem.
4.
Manusia Alam Gaib dan Manusia Alam Nyata tesatukan
dalam “Bahi Lewo Buto (8)-Hingan Tana Lema (5)” (bdk siklus peradaban dunia 3).
Tertelusuri dari Lewo Buto pantai utara adonara menyusuri “Wekak“ menuju ke
puncak Ile Boleng arah Utara sisi Timur, di lokasi “Lusi Kawak”. Berujung Nuh
sebagai Bapa Penyelamat Peradaban di akhir siklus peradaban dunia 3 dengan tiga
orang putranya yang sulung Sem, Cham, Javet (bungsu). Sem si sulung sebagai
penggambaran manusia POROS yang kelak terturunkan ke Abraham sebagai Bapak
Bangsa yang diperintahkan Tuhan meninggalkan wilayah Poros untuk pindah ke
India sebagai bagian wilayah Poros, replikanya di Israel dan Yerusalem. India
dalam posisinya yang kekinian karena dialektika geolologi di akhir siklus
peradaban dunia 2. Sedangkan Cham dengan turunannya mewaris manusia gaib api,
ada yang menyebar ke Timur dalam replika di Cina, Arab . Berikut Javet dengan
turunannya mewaris manusia gaib air, ada yang menyebar ke Barat dalam replika
di Mesir, Yunani, Roma.
Bagian bawah lokasi Raran DOPI ada lokasi Gua Alam Rian Wale, bekas
kediaman 7 bersaudara laki-laki anak dari Kewae Sode Boleng-Kelake Ado Pehan.
Lokasi ini menjelaskan “Israel”-nya Yacob yang berputrakan 12 orang , sedangkan
di lokasi ini berputra 7 orang. Kemudian saat umat israel kembali dari Mesir,
terdeskripsi arus balik Sina-Jawa ke Adonara dalam dua gelombang awal via
pantai selatan (transit Solor), dan gelombang terakhir (gelombang 3) via pantai
utara Adonara, (transit Lewotolok, Lembata) di kenal arus balik timur Serang
Gorang. Sedangkan dari barat sebagai arus balik barat Kore Bima.
Dengan demikian naskah penciptaan dalam Kitab Suci yang ditulis sumber Y,
kemudian ditambahkan oleh sumber P dalam rentang waktu 458-398SM, sesungguhnya
terpahami dalam rekonstruksi berdasarkan penciptaan manusia berparadigma
adonara nuha nara nebon. Karena tambahan rumusan yang dilakukan sumber P dari
yang telah dirumuskan sumber Y itu, dilakukan berdasarkan perjanjian Tuhan
dengan Nuh, Abraham, Musa. Dalam perjanjian Tuhan dengan Nuh itu sesungguhnya
menegaskan kesalehan hidup Nuh untuk diteladani anak cucunya. Nuh berusaha
hidup di jalan yang saleh, bijak, “nele lewo lema” (nele=jalan, lewo=tempat
berlindung, lema (5)=keadilan, kebijakan, kesalehan), untuk menggapai
kesempurnaan, ketentramam, kebahagiaan, kedamaian “laka lewo pulo”
(laka=perburuan=berburu, pergumulan=bergumul, lewo=tempat berlindung, pulo
(10)= kesempurnaan).
Sedangkan perjanjian Tuhan bersama Abraham sebagai Bapak Bangsa yang
dijadikan sumber P untuk menambah rumusan Kitab Suci dari Sumber Y,
sesungguhnya menegaskan kesalehan, kebijaksanaan diri melalui kerendahan hati
si Bapak Bangsa yang perlu diteladani oleh anak cucu. Kesalehan sebagai manusia
langit “kelen lewo lema (5)”, hanya digapai melalui kerendahan hati dengan
mampu menggapai tujuh anak tangga “keda lewo pito (7)”, keda’n =tangga,
lewo=tempat berlindung, pito=tujuh (7)=kerendahan hati untuk menjadi tiang
penyangga yang beranak tangga tujuh menghubungkan langit-bumi.
Berikut perjanjian Tuhan kepada Musa yang digunakan sumber P dalam menambah
rumusan Kitab Suci dari sumber Y, menegaskan kehendak Tuhan agar umat Israel
yang telah dibebaskan dari perbudakan Mesir harus hidup bersatu dan menguduskan
Tuhan dalam kehidupan sehari-hari dan menguduskan hari Tuhan pada hari ke 7,
yakni berdoa, bersyukur dan berterimakasih. Bersatu dengan Tuhan dalam simbol
langit bersatu bumi, “bahi lewo buto (8)”. Bersatu itu melalui hidup
sehari-hari yang berjumpah dengan Tuhan (eskatologis), sehingga kehidupan sebagai
sebuah kemah suci, “lusi kawak”, dan menguduskan hari Tuhan pada hari ke 7 di
lokasi “lusi kawak” yakni di lokasi kemah suci (bdk gereja, mesjid).
Gereja, Mesjid untuk bersyukur dan berterimakaih sebagai pengkonkritan dari
“keda’n 7” = tangga beranak 7 menghubungkan langit-bumi. Dalam hubungan “hinga
tana lema (5)”, hinga=poros , mempertemukan, persinggahan, tana lema (5)=
tempat, lokasi yang bijak, saleh, menegaskan makna lain dari “lusi kawak”.
Tertelusuri “lusi kawak” secara harafiah sangkar (“kawak”) dari burung Elang
(“lusi”). Burung Elang simbol lain dari Burung Garuda (Burung Matahari), yakni
burung penghubung langit-bumi. Dalam pembuatan Sangkar Elang (“lusi kawak”),
syarat utamanya selalu ada ranting kayu gaharu sekecil apapun, yang menegaskan
itu sebagai sangkar kudus, tempat kudus, kemah suci untuk bertemu dengan Tuhan.
Penghormatan
Simbol menjebak kepada Penyembahan
Kitab Suci dalam pikiran dituliskan (Barat) dalam bahasa simbol, terlihat
mata melalui simbol-simbol nyata ditunjukan (Timur). Sedangkan dalam nurani
ditorehkan di relung terdalam secara sempurna (Poros), yang tidak dapat
dipikirkan dan dilihat secara sempurna, apalagi dituliskan. Namun diimani
dengan teguh dan teryakini secara dasyat. Maka itu diperlukan
keserasian-keselarasan kedasyatan keyakinan bertradisi dengan keteguhan iman
beragama dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu yang sesungguhnya menjadi jiwa
ilmu pengetahuan dan raga penerapan teknologi sehari-hari demi kemanusiaan
manusia dan kelestarian alam dan lingkungan hidup. Dibutuhkan ke depan
sesungguhnya rekonstruksi pengetahuan umum tentang penciptaan manusia yang
mencakup keberadaan manusia gaib (Ape-Rera, Api dan Helan-Wai, Air, Angi,
Angin. Kelen, langit (Rera-Wulan) dengan manusia nyata (Tana, Tanah), bumi
(Tanah-Ekan). Keberadaan mereka yang selalu saling dialektik (saling
menyempurnahkan) dalam keyakinan magis-religius Lewotanah. Pendialektika adalah
Allah itu sendiri, dalam simbol Roh, trasenden.
Dalam keyakinan magis-religius lewotanah menegaskan hubungan langit (manusia
gaib), Utara-bumi (manusia nyata), Selatan: Vertikal. Sedangkan hubungan
manusia gaib laki-laki, Barat dengan manusia nyata perempuan, Timur:
Horisontal. Dialektika vertikal (Peradaban)-horisontal (Kebudayaan) = Salib,
Cross. Kegaiban manusia dalam simbol-simbol (zat): Sinar-terang api matahari
(ape-rera), Sinyal-cahaya air (helan-wai), Angi, angin penyejuk, penetralisir
dan penyatu, Kelen, langit (tempat matahari-bulan, Rera-Wulan), Tana, tanah
(Tanah-Ekan). Sinar, terang api-matahari (manusia gaib api), sesungguhnya
simbol Allah sendiri yang awalnya dalam sinyal cahaya di kegelapan air (manusia
gaib air). Allah dalam simbol roh (angi,angin), manusia gaib angin
melayang-layang di atas permurkaan air yang dingin sekali untuk menetralisir
dengan memunculkan pelate ape, api panas yang sangat panas. Sangat
dingin-sangat panas saling dialektik sehingga terjadi harmonisasi,
keselarasan-keserasian panas-dingin demi menegaskan kehidupan (manusia gaib)
unsur api “nele lewo lema (5)-laka lewo pulo (10)” , manusia gaib Timur dan
unsur air “kelen lewo lema (5)-keda lewo pito (7)”, manusia gaib Barat.
Manusia gaib di langit (“kelen”), manusia langit, “kelen lewo lema (5)’.
Mencapai manusia langit melalui kelembutan-kerendahan hati sehingga mampu
menaiki/melalui tangga beranak tujuh (“keda’n matan pito”), “Keda lewo pito
(7)” yang menghubungkan bumi-langit. Tersatukan manusia gaib (langit) dan
manusia nyata (bumi) dalam “bahi lewo buto (8)” melalui hidup nyata yang
bijaksana dalam mengabdi “hinga tana lema (5)”, dan berdoa, bersyukur,
berterimakasih di “lusi kawak”, kemah suci. Filosofi kehidupan demikian yang
menjadi spirit terjadinya perjanjian TUHAN, seperti dengan Nuh karena
kesalehannya, maka diperintahkan untuk membuat perahu demi menyelamatkan diri
dan keluarga dari bencana air bah. Setelah air bah maka ditempatkan Tuhan busur
di langit untuk mengingatkan-Nya tidak akan mendatangkan air bah lagi. Maka itu
anak cucu Nuh dalam hidup harus memakan makanan yang haram. Perjanjian dengan
Abraham karena kerendahan hati dan kelembutan sehingga TUHAN memilihnya sebagai
Bapa Bangsa. Perjanjian disyahkan dengan darah anak domba, yang awalnya dicobai
TUHAN dengan darah putra tunggalnya Ishak. Dalam perjalanan ditandai dengan
“sunat” untuk menegaskan manusia turunan Abraham. Bersama Musa dalam 10
Perintah Allah, menghendaki kehidupan eskatologis (perjumpaan dengan TUHAN)
sehari-hari yang dituliskan dalam 10 Perintah Allah. Kehidupan yang kudus
senari-hari, dan menghormati/menguduskan hari TUHAN, berdoa, bersyukur,
berterimaksih melalui persembahan kurban di kemah suci, bait Allah.
Allah, Tuhan yang trasenden itu terpahami dalam simbol-simbol: (1). Sinar
terang (menerangi jalan) kehangatan di siang hari sebagai matahari
(“ape-rera”), (2), Sinyal cahaya (mencahayai malam) kelembutan di malam hari
sebagai bulan-bintang (“helan-wai”), sekaligus menuntun kehidupan dunia malam
para pelaut di malam hari. Simbol-simbol ini yang di waktu lampau menjebak
penyembahan kepada matahari melalui dewa matahari–bulan (heliocentrisme)
sebagai sumber terang, cahaya kehidupan. Juga penyembahan kepada pohon-pohon
(Floracentis) dan mata air (geocentris) sebagai sumber kehidupan dan
keselamatan, “karo puken-wai matan”. Berikut ular (faunacentris) sebagai simbol
air (kelemahlembutan dan kerendahan hati), sedangkan air sebagai simbol
matahari (terang, jalan, kebenaran, hidup). (3). Rasa kesejukan sepoi-sepoi
angin (angi) yang menetrasilisir kehidupan sangat dingin air-sangat panas api,
demi menyejukan kehidupan menyatu langit (kelen: rerawulan)-bumi (tanahekan).
Simbol-simbol ini seharusnya hanya sampai pada batas penghormatan untuk fokus
persembahan kepada yang transenden yakni Allah, Tuhan.
Batas-batas penghormatan kepada simbol-simbol untuk fokus penyembahan
kepada Allah itu, yang tidak terjadi waktu era Kekaiseran Atlantis sehingga
terjadi banjir bah Nuh. Juga tidak terjaga saat kehidupan anak cucu Nuh
sehingga terjadi hujan belerang api dari langit yang mengeluarkan Abraham dari
wilayah asli kediamannya. Membuat umat israel menyembah lembu emas di saat
kejenuhan mereka menunggu Musa turun dari puncak gunung Sinai. Menjebak umat
israel (di wilayah Utara) menyembah Dewa Baal sehingga ditaklukan oleh Assyria,
sedangkan Yudea di selatan ditaklukan oleh Babylonia. Berkembang sebagai
penyulut konflik polyteisme dengan monoteisme dalam kehidupan kegamaan, tidak
mengakui Allah Tritunggal, satu Allah tiga Pribadi Berujung
penolakan/ketidakpercayaan terhadap Yesus, yang datang untuk menyelamatkan
mereka sebagai umat/bangsa pilihan Allah. “Mengapa orang Yahudi tidak percaya.
Dan Yesus mengadakan begitu banyak mujizat di depan mata mereka, namun mereka
tidak percaya kepada-nya. Supaya genaplah firman yang disampaikan oleh Nabi
Yesaya:Tuhan, siapakah yang percaya terhadap pemberitaan kami? Dan kepada
siapakah tangan kekuasaan Tuhan dinyatakan? Karena itu mereka tidak dapat
percaya, sebab Yesaya telah berkata juga: Ia telah membutakan mata dan
mendegilkan hati mereka, supaya mereka jangan melihat dengan mata dan menanggap
dengan hati, lalu berbalik, sehingga aku menyembuhkan mereka” (Yohanes
12:37-40).
Penutup
Penulisan Kitab Kejadian (sumber Y) tentang Penciptaan bersumber dari
mitos-mitos penciptaan yang berasal dari Mesopotamia Kuno dan Mesir Kuno (bdk
Robert B. Coole and David Robert Ord. Bab 1. “Apa Sebenarnya Isi Kisah-kisah
Penciptaan”, hal. 6-21) Kedua wilayah ini yang dibuktikan oleh Arysio Santos
dan Stephen Oppenheimer berada di Indonesia. Bangsa Mesir mengakui bahwa
Indonesia adalah Punt yang merupakan tanah leluhur (Tower ), Pulau Api, tempat
bangsa Mesir semula berasal, pada zaman dahulu sekali. Bangsa itu terpaksa
keluar karena bencana alam yang meluluhlantakkan tanah asal mereka, Indonesia
(Punt), mereka pindah ke Tanah Harapan di Timur Dekat. Mesir adalah
Het-ka-Ptah, “kediaman kedua Ptah” . Ptah adalah Pencipta Tertinggi dalam
pantheon Mesir. Dia melambangkan paideuma, yaitu seluruh kebudayaan dan
peradabannya. Dari “Tanah Para Dewa” inilah bangsa Arya, Yahudi, dan Funisia
juga berasal, demikian juga beberapa bangsa lain berketurunan campuran yang
membangun peradaban luar biasa di masa kuno, termasuk bangsa Amerika (Arysio
Santos, hal. 131) .
Dari benih, turunan manusia-manusia atlantis surga yang bertahan hidup dari
bencana alam terdasyat, dalam pengembaraan mereka sebagai pahlawan dan
dewa-dewi peradaban di berbagai belahan bumi, mewariskan semua peradaban besar.
Peradaban besar yang muncul dan terbicarakan dalam semua tradisi prasejarah dan
sejarah peradaban lembah sungai Indus, Mesir, Mesopotamia, Hatti, Yunani,
Minoa, Kreta, Romawi, Inca, Maya, Azrec, dsbnya. Ditegaskan oleh Arysio Santos,
bahwa peradaban besar dimaksud bukan sekedar sebuah kebetulan membicarakan para
pendiri peradaban asli sebelum ditenggelamkan (hilang) oleh bencana air bah.
Bahwa sebenarnya mereka yang menemukan budaya bercocok tanam, serta teknik dan
seni lainnya, sebelum bencana air bah menenggelamkan (hal 27) .
Dalam Stephen Oppenheimer ditegaskan bahwa lokasi surga selalu
mengkhawatirkan para ahli injil , terutama dikarenakan gambaran hutan yang
subur dalam Kitab Kejadian adalah sama sekali tidak sesuai dengan informasi
yang kita dapatkan mengenai lingkungan Mesopotamia Kuno. Curah hujan
kemungkinan lebih baik 6.000-7000 tahun lalu, tetapi tidak ada yang sesuai
dengan gamabaran surga, serta hutan tropis seperti di Asia Tenggara. Bangsa
Mesopotamia dan Mesir Kuno menggambarkan wilayah mereka masing-masing jauh
melintasi perairan menuju terbitnya Matahari, yaitu di Timur (hal. 622) .
Bagi Arysio Santos, hanya dengan perantaraan sebuah kekaiseran dunia dapat
terjadi proses difusi peradaban tingkat dunia, setelah akhir zaman es (revolusi
neolitikum). Bahwa ketika bencana dasyat menghancurkan surga atlantis
Indonesia, mengirim pergi sedikit dari manusia yang selamat ke berbagai tempat,
sebuah diaspora besar-besaran. Sebagian besar kemajuan yang diperlihatkan oleh
peradaban tersebut, jelas-jelas mengandung petunjuk yang memperlihatkan bahwa
berasal dari India. Namun sesungguhnya lebih tepat berasal-usul dari sebuah
wilayah luas yang sekarang tenggelam, yang kini bernama Indonesia, yang dulunya
merupakan bagian integral dari India sendiri (hal 24-25) . Kekaiseran Dunia
dimaksud sebagai sebuah tata susunan masyarakat sipil yang berperadaban tinggi
menurut filosof Plato, dielaborasi oleh Arysio Santos sebagai Salib Atlantis
(hal 194-202, dan 261-263) , yang selama ini dipraktekan oleh suku bangsa
Lamaholot dengan sebutan Lewotanah. Tatanan lewotanah menggambarkan dialektika
peran peradaban dan kebudayaan, manusia gaib dan manusia nyata: keberadaan
manusia gaib (Ape-Rera, Api dan Helan-Wai, Air), Kelen, langit (Rera-Wulan)
dengan manusia nyata (Tana, Tanah), bumi (Tanah-Ekan). Keberadaan mereka yang
selalu saling dialektik (menyempurnahkan). Pendialektika adalah Allah itu
sendiri, dalam simbol Roh (Angi), angin. ***
- Dataran Oepoi, Kota Karang Kupang, Tanah Timor, 7 Desember 2015
- Catatan ini terinspirasi pula dalam pendakian Ile Boleng II. tanggal 7- 8 Oktober 2015. Rombongan pendakian terdiri dari Piet Dosinaen, Daniel Ama Nuen, Januarius Jawa Bala Lamabelawa (JeBe Elbe), Jhon Rou Boli, Pino Rokan,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar