Oleh Chris Boro Tokan
![]() |
Chris Boro Tokan di Puncak Gunung Boleng |
Pendahuluan
Ana “Ata Diken” Adonara (“Manusia Adonara”) "Ana ihik'ken selaka-Mei'hin wora'ken belaon" ("ATAN DIKEN DA'AN") , “PUKEN NA” : Ua'ken Tukan: Waimatan-Karopuken" (“Sumber hidup kehidupan”). Teryakini “Sumber hidup kehidupan” melalui “Ola”, “Allah” dalam simbol gunung Batu Allah (“Ola Ile “, “Allah Ilahi” dalam diri nyata Yesus Kristus (“Arakia Ile Lolon”) yang mempunyai pandangan bahwa “Dia sendiri yang menjadi pusat tempat suci” dalam “Perjanjian Baru”. Karena “Tanah”, tujuan dari “Perjanjian Lama” adalah “tanah perjanjian”: “Yerusalem Lama” itu “ditiadakan” oleh Yesus Kristus.
Ana “Ata Diken” Adonara (“Manusia Adonara”) "Ana ihik'ken selaka-Mei'hin wora'ken belaon" ("ATAN DIKEN DA'AN") , “PUKEN NA” : Ua'ken Tukan: Waimatan-Karopuken" (“Sumber hidup kehidupan”). Teryakini “Sumber hidup kehidupan” melalui “Ola”, “Allah” dalam simbol gunung Batu Allah (“Ola Ile “, “Allah Ilahi” dalam diri nyata Yesus Kristus (“Arakia Ile Lolon”) yang mempunyai pandangan bahwa “Dia sendiri yang menjadi pusat tempat suci” dalam “Perjanjian Baru”. Karena “Tanah”, tujuan dari “Perjanjian Lama” adalah “tanah perjanjian”: “Yerusalem Lama” itu “ditiadakan” oleh Yesus Kristus.
Kekinian dan akan datang, tujuan
(“jalan”, “terang”, ”api”) bdk. Yohanes 8: 12-20, “ape rera” (“taran neki”,
“rie hiku lima neki”), “Timur” dan tanah (“air”) bdk. Yohanes 4:6-14 , “helan
wai” (“taran wanan”, “rie hiku lima wanan”), “Barat” dalam “Koda Lewotanah”,
senantiasa dalam diri pribadi Yesus Kristus. Baik Timur dan Barat itu pada
(“diri”: “Atan Dike Da’an”) Yesus Kristus, sebagai tanah “Perjanjian Baru”,
(“Kerajaan 1000 Tahun/Zaman Akhir” & kelak “Yerusalem Baru-Lewotanah
Baru/Akhir Zaman”), “Uma Tukan Wai Matan-Karo Puken” menurut “Koda Lewotanah”,
yakni “Poros” bermakna “sumber Air kehidupan” (bdk. Yohanes 7:37-44, bdk. Kitab
Wahyu 21:6, 22:1, 17) dan “Pohon Kehidupan” (bdk. Kitab Wahyu 22:2, 19).
Karena itu “Bait Allah” di Yerusalem
nilainya turun dibandingkan dengan “Yesus Kristus” (“Atan Diken Da’an”), yang
tubuh-Nya adalah “bait suci” itu sendiri (Yohanes 2: 21-22), yakni yang “Awal“
dan “Akhir”, “Alpha-Omega” (bdk. Kitab Wahyu 21:6-7), “Asa-Usu”dalam kehakikian
pemahaman “Koda Lewo Tanah” sebagai keyakinan suku bangsa Lamaholot di provinsi
Nusa Tenggara Timur.
“Koda-Kirin” Yesus adalah “Isa Al
Maseh-Yesus Kristus”, (“Sabda-Firman”) sifatnya ilahi sejak permulaan (“Awal
Mula”) dan menjadi seorang manusia yang nyata di bumi sejak awal masehi.
Terpahami maknanya dalam rumusan “Kitab Suci” bahwa: “Pada mulanya adalah
Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. …
Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah
melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal
Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran” (bdk. Yohanes 1:1,14). Satu-satunya
jalan di bumi kepada Allah adalah melalui Yesus: "Akulah jalan dan
kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak
melalui Aku” (Yohanes 14:6).
Tertelusuri melalui “Koda
Lewo-Tanah” tentang sosok “PATI lau TADON-Tadon mada'ke BALA”: PATI simbol
laki-laki, maskulin/simbol Utara Bumi: "Rera Wulan” (“Matahari-Bulan”),
"Lau Tadon temada (‘mada'ke’) Bala”, simbolnya dalam "Gading".
Gading tidak terpisah-lepaskan dengan "Gajah". Gajah dalam
kepercayaan HINDU sebagai dewa GANESHA yang selalu diucap/disebutkan dalam
memulai dan sesudah melakukan sesuatu hal dalam hidup kehidupan sehari-hari.
Gajah untuk bangsa Yunani di sebut “Alpha”, untuk bangsa Yahudi di sebut
“Aleph”, sedangkan orang Inggris menyebut dengan "Elephant" (bdk.
Arysio Santos. “ATLANTIS The Lost Continent Finally Found, The Definitive
Localization of Plato's Lost Civilization”, 2005. Penerjemah Hikma Ubaidillah:
“INDONESIA TERNYATA TEMPAT LAHIR PERADABAN DUNIA”. Jakarta-Ufuk Press, 2009),
hal. 25. Kitab Wahyu menyebut dengan "Alpha-Omega" (bdk. Kitab
Wahyu:1-8" Aku adalah Alfa dan Omega, friman Tuhan Allah, yang ada dan
sudah ada dan yang akan datang, Yang Maha Kuasa ", 22:13 " Aku adalah
Alfa dan Omega, Yang Pertama dan Yang Terkemudian,Yang Awal dan Yang
Akhir").
“BEDA weli SERI meripek PATOLA”:
BEDA simbol perempuan, feminin/simbol Selatan Bumi (“Tanah Ekan”). Patola,
“Etep”, Bintang simbol "Salib Alam", "Bintang Laut",
"Jangkar Laut" bermakna menyelamatkan orang dalam kegelapam malam
(saat berlayar di laut/air). Sedangkan makna sebagai Tanah Ekan : “Adonara
kepiken petola napun bumuk ana uhun mei woraken solor gali au watan lema noon
tanah ekan noro gole nuru nonin koda kirin” (“pelindung Bumi dengan segala
isinya”).
"Pati-Beda”
Menelusuri "PATI LAU TADON-TADON MADAKE BALA, BEDA WELI SERI-SERI MERIPEK PETOLA", “PATI GOLO ARA KIA-KIA IlE LOLON, KELAKE ADO PEHAN BEDA-BEDA INA SIKA AMA RIKA”, disingkat “PATI-BEDA”, melalui “temada” (“mada’ke Bala”) dan “kenobo (“tanda”), nobo” (“kursi, takhta”) yakni “meripek patola”. Tentang "MADA'KE" itu berarti "TEMADA", yakni "SIMBOL", terpahami dalam simbol “GADING” (“BALA”)! Sedangkan “kenobo, nobo” (“tanda”) yakni “ meripek patola” (“kursi”, “takhta”) dalam simbol “BINTANG” (“PATOLA”).
Menelusuri "PATI LAU TADON-TADON MADAKE BALA, BEDA WELI SERI-SERI MERIPEK PETOLA", “PATI GOLO ARA KIA-KIA IlE LOLON, KELAKE ADO PEHAN BEDA-BEDA INA SIKA AMA RIKA”, disingkat “PATI-BEDA”, melalui “temada” (“mada’ke Bala”) dan “kenobo (“tanda”), nobo” (“kursi, takhta”) yakni “meripek patola”. Tentang "MADA'KE" itu berarti "TEMADA", yakni "SIMBOL", terpahami dalam simbol “GADING” (“BALA”)! Sedangkan “kenobo, nobo” (“tanda”) yakni “ meripek patola” (“kursi”, “takhta”) dalam simbol “BINTANG” (“PATOLA”).
Pengungkapan “Masan Raya-Raya Labi
Ledan” bermakna “sang Penguasa Alam Raya (Sang Penguasa)- yang menciptakan alam
semesta (Sang Pencipta), dapat terpahami dalam makna “Nara One (“0”)”.
Tercermati makna Nara berarti manusia dalam keyakinan Hindu. Kamus
Monier-Williams menyatakan bahwa Nara adalah "Manusia dari zaman awal atau
jiwa kekal yang meliputi alam semesta (sering diasosiasikan dengan Narayana,
"putra manusia awal". Tertelusuri Nara dan Narayana (Dewanagari: नर-नारायण; IAST: Nara-Nārāyaṇa) adalah sepasang dewa Hindu. Nara dan
Narayana merupakan saudara kembar penjelmaan (awatara) Dewa Wisnu di bumi,
bertugas sebagai penegak dharma atau kebenaran. Dalam konsep Nara dan Narayana,
jiwa manusia Nara adalah pasangan yang kekal dengan Narayana Yang Mahasuci.
Sedangkan makna “One” (“0”) sesungguhnya tempat bersemayam “Roh” yakni Sang
Maha Penguasa dan Sang Maha Pencipta.
“Roh” yakni Sang Maha Penguasa dan
Sang Maha Pencipta terimani dan terpahami melalui MISTERI makna asli
angka-angka ini terpahami dalam SALIB ATLANTIS, LEWOTANAH sbb:
0 = Poros Salib (Nara 0: Uak Tukan)
1 = Ujung Utara Salib (Kelen: Koten)
2 = Ujung Selatan Salib (Nele: Lein)
3 = Uaken Telo-Kahan Ehan
(terintegrasi di Poros Salib)
4 = Lewo ( 4 penjuru : sepasang
pilar di Timur- di Barat) : manusia ilahi
5 = Tanah (pilar ke 5, juga
sesungguhnya poros : manusia nyata karena tercipta sesuai citra-NYA!
Dalam pemaknaan substansif dengan
sila-sila PANCASILA sebagai rumusan kesempurnaan bahasa Roh, dalam kelima silanya
Ketuhanan (sila 1)supaya semakin nyata berwujud dalam makna kemanusiaan (sila
2), peradaban, vertikal. Keadilan sosial (sila 5) senantiasa semakin nyata
tercapai dalam kerakyatan yang berdemokrasi (sila 4), kebudayaan, horisontal.
Saling dialektik terintegralistik (Persatuan) supaya sinergik (sila 3):
CintaKasih, sebagai poros salib!, Allah Tri Tunggal maha pencipta, penguasa,
pelindung, pengasih makrokosmos-miskrokosmos (alam semesta-manusia). Cross alam
semesta (makrokosmos) vertikal dengan manusia (mikrokosmis) horisontal: SALIB!
Salib hidup kehidupan !
Hidup kehidupan itu pengulangan dari
generasi ke generasi, juga sesungguhnya dari tahap kepunahan ke tahap kepunahan
berikut. Misteri kehidupan demikian dapat terpahami melalui bilangan (pendapat
filsuf Pitagoras) dan melalui makna angka-angka (pendapat filsuf Plato). Maka
perlu dielaborasi secara cermat "paken-maken" (penamaan) setiap
keturunan manusia (“Ata Diken”). Elaborasi dimaksud untuk dapat memahami mulai
dari “ Raya: Masan Raya-Raya Labi Ledan” & “Ola: Ola Ile, Ara Kia Ile
Lolon”: "Hinga Nara One ("0")-Bahi Lewo Buto (“8”)”:
"UA'KEN TUKAN"-“WAI MATAN-KAROPUKEN” (POROS sumber hidup kehidupan
yakni air kehidupan dan pohon kehidupan).
Berawal dari “Raya:Masan Raya-Hinga
Nara One ("0") terungkap dalam “Pati-Beda” yang berketurunan
"Kelen Lewo Lema ("5")", Pati =Langit (berlokasi di
“Nobo-Namang” belahan Timur gunung Surga yakni Ile Bore) dan "Nele Lewo
Lema ("5")", Beda=Bumi (“berlokasi di “Kemoti” belahan Timur
gunung Surga yakni Ile Bore). Dalam ritus magis religius diungkap
"ReraWulan-Tanah Ekan= KELEN LAU-WERAN'RAE” sebagai peradaban/alam:
VERTIKAL (makrokosmos)!!! Mengulang “Masan Raya-Hinga Nara One ("0")”
/"UA'KEN TUKAN" dalam MENABUR ("6") ke Langit (LAKI-LAKI)
dan MENYEBAR ("9") ke Bumi (PEREMPUAN). Angka "6" ke
Langit/laki-laki-angka "9" ke Bumi/perempuan, tersatukan angka 6 dan
9 maka membentuk angka "8" (Langit=Laki-laki bersatu Bumi=Perempuan):
“Raya Labi Ledan-Ara Kia Ile Lolon ("8"):"WAI MATAN-KARO
PUKEN" (Sumber hidup kehidupan) sebagai kebudayaan/manusia: HORISONTAL
(mikrokosmis).
Pengulangan “Raya: Masan Raya-Hinga
Nara One ("0") melalui “Raya Labi Ledan- Ara Kia Ile Lolon
("8"), diungkap “Bahi Lewo 8” tersatukan melalui “Ke’dan
("7")". Terpahami melalui “Keda Lewo Pito ("7")",
sebagai pengulangan dari "Kelen Lewo Lema ("5")". Melalui
“Ke’dan ("7")" sesungguhnya puncak proses penyatuan dalam
pergumulan, penziarahan hidup kehidupan mencapai kesempurnaan “Satu Nol (10)”,
dikenal "Laka Lewo Pulo ("10").
“Ke’dan ("7")",
terpahami melalui “Keda Lewo Pito ("7")", sebagai pengulangan
dari "Kelen Lewo Lema ("5")", yang diungkap pula dengan
"Taran Wanan/warat'en Lali”, dalam posisi asli di “Raran Dopi” kawah
selatan- sisi barat Ile Boleng bersebelahan dengan “kawah Belahan Barat Gunung
Surga”, “Rian Wale” sebagai satu kesatuan. “Rian Wale” melalui terusan “ile
Ludu Timu Kelego” menempatkan “Ile Olak Laga Doni Pera Ara Kia Buri Bunga Wutu”
(“Bukit Seburi”) sebagai “Belahan Barat Gunung Surga”.
Berikut “Satu Nol (10)”, dikenal
"Laka Lewo Pulo ("10") sebagai pengulangan dari “Nele Lewo Lema
(5)”, yang diungkap pula dengan "Taran Neki/Timu Teti” berlokasi asli di
“Ira Bura” kawah selatan-sisi timur Ile Boleng. Sisi lereng Timur Ile Bolen
bersebelahan dengan “Belahan Timur Gunung Surga” di kenal dengan “Ile Bore”
yang sesungguhnya dalam sebutan purba “Ile Helan Lango Wuyo Tanah Laga Doni”
sebagai satu kesatuan.
Terpahami "ReraWulan
(Langit/”Kelen”)-Tanah Ekan (Bumi/”Tanah”)="KELEN LAU-WERAN'RAE” sebagai
peradaban/alam: VERTIKAL (makrokosmos). Mengulang “Ama Lake (Laki-laki)-Ina Wae
(Perempuan)”="TARAN WANAN/warat'en Lali-TARAN NEKI/Timu Teti” sebagai
kebudayaan: HORINSONTAL !!! Dengan demikian VERTIKAL (makrokosmos) dialektik
HORISONTAL (mikrokosmis) : sebagai "kosmogram ATLANTIS-salib ATLANTIS",
("Lewotanah Adonara"): yakni “Koda Pulo (“10”)-Kirin Lema (“5”). Bdk.
https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/awal-mula-peradaban-dan-kebudayaan-dunia-dalam-adonara-nuha-nebon-melalui-pemakn/1955318984532672/
Patola, Etep, Bintang simbol
"Salib Alam", "Bintang Salib di Kutub Selatan". Terpahami
seutuhnya.tentang paken-maken "Tanah Ekan" dalam simbol "Ina
Wae" sesuai era/zamannya masing-masing dari era
"Peradaban/ReraWulan-TanahEkan" sampai era
"Kebudayaan/TaranWanan-Taran Neki", di dalamnya termaktub eranya
"Sedo-Barek:"!
Tentang "Sedo Barek"
saling berhubungan dengan "Sabu: Edo, Sedo, Sode", yakni Putri di
“Timur” yakni “Edo” (“Edo Baka Heti Timu”) secara geologis terpahami sebagai
“Woka Bolen”, kelak saat meletusnya “Ile Hana ne Wana” (“Rian Wale”: “Belahan
Barat gunung Surga”) dikenal “pengulangan” dengan “Sedo” (“Sedo-Barek”)
berlokasi di “Lama Lerap” posisi di lereng tidak jauh dari kawah selatan “Rian
Wale. Meletusnya “Ile Hana ne Wana” (“Rian Wale”: “Belahan Barat gunung Surga”)
dikenal pula dengan “tragedi Ikan Keloba”. Makna hakiki “tragedi Ikan Keloba”
seperti “tragedi Ikan Belut” di “Lepan Batan” yang dipelihara si “Nenek Tua”
melalui “Kisah Asal-Usul” orang Lama Lera dalam penelusuran Gorys Keraf (bdk.
Gregorius Keraf. “Morfologi Dialek Lamalera” (Disertasi):Universitas
Indonesia-Jakarta, 1978 hal. 228-231).
Begitupun menelusuri putri “Sedo-Barek”, sesungguhnya nama sosok seorang “Putri Karang”. Teridentifikasi sebagai putri kembar di sebut dengan “Putri Penghuni Karang” untuk penamaan “Sedo” dan “Putri Penuggu Karang” untuk penyebutan “Barek” (bdk. Gregorius Keraf, hal. 253). Pemaknaan “Sedo-Barek” sebagai “Putri Karang” terpahami dalam makna “pilar” untuk menegaskan keabadian/kekekalan “Ola”, Allah (“Ile Bolen Kara Nisa Ola”).Bdk. https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/menelusuri-maria-mesias-dari-nini-ke-sode-dalam-berero-berero-soru-wada-gikato-s/2078723532192216/?
Begitupun menelusuri putri “Sedo-Barek”, sesungguhnya nama sosok seorang “Putri Karang”. Teridentifikasi sebagai putri kembar di sebut dengan “Putri Penghuni Karang” untuk penamaan “Sedo” dan “Putri Penuggu Karang” untuk penyebutan “Barek” (bdk. Gregorius Keraf, hal. 253). Pemaknaan “Sedo-Barek” sebagai “Putri Karang” terpahami dalam makna “pilar” untuk menegaskan keabadian/kekekalan “Ola”, Allah (“Ile Bolen Kara Nisa Ola”).Bdk. https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/menelusuri-maria-mesias-dari-nini-ke-sode-dalam-berero-berero-soru-wada-gikato-s/2078723532192216/?
Belis gading
Menelusuri belis untuk pernikahan
perempuan adonara khususnya dan umumnya untuk wanita di Lamaholot, sesungguhnya
menegaskan kesetaraan/kesederajatan wanita dengan pria. Belis gading sebagai
Lambang perempuan sederajat laki-laki dalam pemahaman Nara 0, karena gading
simbol laki-laki ilahi. Sebagaimana perempuan tercipta dari tulang rusuk
laki-laki (bdk. Kejadian 2:22)."Belis gading" sesungguhnya
menggambarkan keseteraan perempuan (simbol diri BEDA) dengan laki-laki (simbol
diri PATI). Pasangan kosmis (PATI-BEDA) sesungguhnya gambaran kosmos
"Rerawulan/laki-laki-Tanah Ekan/perempuan, membantu pemahamam tentang
“Nara” dalam keyakinan Hindu sebagai “pasangan yang kekal”.
Hidup kehidupan itu pengulangan dari
generasi ke generasi, juga sesungguhnya dari tahap kepunahan ke tahap kepunahan
berikut. Misteri kehidupan demikian dapat terpahami melalui bilangan (pendapat
filsuf Pitagoras) dan melalui makna angka-angka (pendapat filsuf Plato). Maka
perlu dielaborasi secara cermat "paken-maken" (penamaan) setiap
keturunan. Elaborasi dimaksud untuk dapat memahami mulai dari Ola, Ola Ile, Ara
Kia Ile Lolon: “Masan Raya-Raya Labi Ledan”-"Hinga Nara One
("0")-Bahi Lewo Buto (“8”): "UA'KEN TUKAN"-“WAI
MATAN-KAROPUKEN” (POROS sumber hidup kehidupan yakni air kehidupan dan pohon
kehidupan).
Dari situ “Masan Raya-Hinga Nara One
("0") menurunkan Pati-Beda yang berketurunan "Kelen Lewo Lema
("5")" =Langit dan "Nele Lewo Lema
("5")"=Bumi, yakni "ReraWulan-Tanah Ekan="KELEN
LAU-WERAN'RAE” sebagai peradaban/alam: VERTIKAL (makrokosmos)!!! Mengulang
“Masan Raya-Hinga Nara One ("0")” /"UA'KEN TUKAN" dalam
MEBABUR ("6") ke Langit (LAKI-LAKI) dan MENYEBAR ("9") ke
Bumi (PEREMPUAN). Angka "6" ke Langit/laki-laki-angka "9"
ke Bumi/perempuan. Tersatukan angka 6 dan 9 maka membentuk angka "8"
(Langit=Laki-laki bersatu Bumi=Perempuan): “Raya Labi Ledan-Bahi Lewo Buto
("8"):"WAI MATAN-KARO PUKEN" (Sumber hidup kehidupan)
sebagai kebudayaan/manusia: HORISONTAL (mikrokosmis)!!!
“Raya Labi Ledan -Bahi Lewo Buto
("8") yang menurunkan Keda "Lewo Pito ("7")"
sebagai pengulangan dari "Kelen Lewo Lema ("5")". Untuk
Keda "Lewo Pito ("7")" dikenal pula dengan "Taran
Wanan/warat'ten Lali”. Berikut menurunkan "Laka Lewo Pulo ("10")
sebagai pengulangan dari "Nele Lewo Lema ("5")" yang
disebut "taran neki-timu wutun”: sebagai kebudayaan: HORINSONTAL !!!
Dengan demikian VERTIKAL (makrokosmos) dialektik HORISONTAL (mikrokosmis) :
sebagai "kosmogram ATLANTIS- salib ATLANTIS", ("Lewotanah
Adonara"): yakni “Koda Pulo (“10”)-Kirin Lema (“5”).
Bdk. https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/awal-mula-peradaban-dan-kebudayaan-dunia-dalam-adonara-nuha-nebon-melalui-pemakn/1955318984532672/
Bdk. https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/awal-mula-peradaban-dan-kebudayaan-dunia-dalam-adonara-nuha-nebon-melalui-pemakn/1955318984532672/
Dialektika geologis
“Putri di Timur” dalam dialog Plato
tentang “Kekaiseran Atlantis yang Hilang” yakni “Edo” (“Edo Baka Heti Timu”) di
selamatkan oleh “Poseidon” raja lautan (“Dewa Air”) yakni “Dasi Lali Jawa”.
Dalam simbol maskulin sesungguhnya “Poseidon” melalui sosok rasul Petrus
(“Orang Air/Nelayan”) yang mewakili ke 12 rasul itu, dikenal di Lamaholot,
khususnya Adonara dengan nama “Dasi Lali Jawa”, lebih lazim dengan nama purba
yang lain“Pati” (“Pati Golo Ara Kian-Arakian Ile Lolon”). “Pati” dengan sosok
kembar “Pati-Beda” seperti sosok “Sedo” (“Sedo-Barek”). Penyebutan nama lengkap
kembar maskulin: Pati (“Pati Golo Ara Kian-Arakian Ile Lolon) - Beda (“Kelake
Ado Pehan Beda-Beda Ina Sika Ama Rika”) menggambarkan era awal kebudayaan.
Kebudayaan merupakan gambaran era awal peradaban: Pati (“Pati Lau Tadon-Tadon
Madak’ke Bala”) – Beda (“Beda Weli Seri-Seri Meri’ke Patola”) bdk. https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/menelusuri-koda-kirin-isa-al-maseh-yesus-kristus-melalui-gunung-surga-woka-sanga/2030200543711182/.
Pilar pembagi perairan ke Timur
(dari selat Watowoko ke lautan Banda, terusan ke lautan Pasifik) dan ke Barat
(dari selat Gonsalu ke lautan Sawu, terusan ke lautan Hindia dan lautan
Atlantik). Gambaran pembagi perairan sebagai akibat geologis terbelahnya gunung
Surga ke Timur(“ile Bore” menempatkan pilar Timur “Ile Helan Lango Wuyo Tana
Laga Doni”) dan ke Barat (“ile Hana ne Wana”, “Rian Wale” terusannya “Ile Ludu
Timu Kelego” menempatkan pilar Barat “Ile Olak Laga Doni Pera Ara Kia Buri
Bunga Wutun”). Gunung Surga terbelah oleh gunung Matahari yakni “Ile Bolen”
(“woka Bolen-Ile Hadun”), terpahami dalam simbol “pengurbanan diri” gadis Sabu
(“Sabu Tanah Tukan, Tukan Tena Lolon”) untuk mengisi “korke Allah” demi
pemurnian kembali hasil kebun firdaus dalam kehidupan nyata (bdk. https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/sabu-tana-tukan-tukan-tena-lolon-taman-surga-eva-ewa-newa-nuha-wato-peni-bunda-m/1840598706004701/.
Kisah “Sabu” (“Sabu Tanah Tukan,
Tukan Tena Lolon”), pemaknaan aspek geologisnya tercermati sebagai peristiwa
terbelahnya gunung Surga (“woka Sanga Burak-Ile Tobang Dua”) oleh gunung
Matahari (“woka Bolen-Ile Hadung”) pada akhir zaman Mesozoikum. Peristiwa
geologis ini berakibatkan “hilangnya Surga” (“hilangnya benua Atlantis”), yang
menyisakan seorang “Putri” di “Timur “dalam “Dialog Plato” tentang “Surga Yang
Hilang”. Tercermati bahwa “Putri” di “Timur “ yang terungkap dalam “Dialog
Plato” itu, sesungguhnya “Edo” (“Edo Baka Heti Timu”) secara geologis terpahami
sebagai “Woka Bolen”, yang diselamatkan oleh “Poseidon” si “Raja Air, Lautan”
yakni “Dasi” (“Dasi Lali Jawa”) secara geologis terpahami sebagai “Ile Hadun”.
Kisah ini menegaskan pemahaman tentang “Adonara”sebagai “Dada Bumi” yang “tidak
tenggelam” dalam membantu pemahaman “Kepulauan Solor” purba sesungguhnya i
listofer benua yang tenggelam.
Listofer benua yang tenggelam
(“daratan baru” dari benua yang tenggelam) tetap ada, dalam kehakikian
pemahaman tentang “Adonara”sebagai “Dada Bumi” yang “tidak tenggelam” melalui
ungkapan “Teti Hadun Tana Ile Bolen, Ile Bolen Kara Nisa Ola, Nisa Ola Kara
Koli Lolo, Tite Ata Koli Lolo Hena”. Terpahami bahwa identitas wilayah geografi
Nusa Tenggara Timur-Maluku sebagai penunjuk tempat “Surga yang Hilang”, bdk. https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/cendana-cengkeh-pala-sebagai-pembuka-tabir-misteri-geografis-atlantis-yang-hilan/159206680810587 . Termaknakan dalam misteri alam “gunung Matahari” (Ile
Bolen: “woka Bolen-ile Hadun”) membelah “gunung surga” (Ile Ola’k: “woka Sanga
Burak-ile Tobang Dua”) sehingga terpecahnya dunia (Laga Doni), tenggelamnya
benua Atlantis (Adonara). Maka “gunung Matahari” itu menjadi pilar untuk
menegaskan “Ola”, Allah (Ile Bolen Kara Nisa Ola), bermaknakan intisari surga
tidak tenggelam (“Adonara Nuha Nara Nebon”) yakni “Nisa Ola Kara Koli Lolo,
Tite Ata Koli Lolo Hena” (“Karang Allah” dalam simbol “dada bumi” yang tidak
tenggelam), Adonara!
Adonara “Dada Bumi” yang tidak tenggelam
Mencermati gambaran Leo Fobenicus
tentang wilayah kekaiseran Atlantis yang hilang melalui listofer benua yang
Hilang. Maka “wilayah Poros” Kepulauan Nusa Tenggara minus Bali, Kepulauan
Maluku, Pulau Sulawesi, ke Utara termasuk Kepulauan Filipina, sedangkan ke
Timur mencakup tebaran pulau-pulau di zamudera Pasifik. Ke wilayah Selatan
mencakup Selandia Baru, sedangkan ke wilayah Barat mencakup Madagaskar saat itu
berposisi dengan India yang masih berada di belahan Bumi Selatan Khatulistiwa
arah Timur. Wilayah dimaksud menegaskan ukuran luas, sekaligus letak geografis
benua Atlantis (“kekaiseran Atlantis Yang hilang”) saat pemecahan massa benua
tahap 2 (bdk. “Peta Wilayah Kekaiseran Atlantis Tempo Dulu” yang Mahaluas,
dibuat Leo Frobenius (1873-1938), direproduksi dalam Arysio Santos, hal. 256).
Sedangkan Posisi pulau Irian (Papua), merupakan daratan baru yang terlepas dari lempeng benua Australia di saat lempeng benua Australia bergerak dari selatan menubruk benua Atlantis saat pemecahan massa benua tahap 3 yang mengakhiri zaman Mezosoikum, untuk memasuki zaman Neozikum (zaman es) atau Zaman Hidup Baru. Begitupun Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, Pulau Sumatra dan berbagai Pulau Kecil di sekitarnya dalam satu kesatuan Daratan Jawa Purba yang sesungguhnya daratan baru (listofer) dari Laurasia/Asia sebelum akhir zaman Es/akhir zamam Neozoikum. Karena pada akhir zaman Es saat bencana banjir nabi Nuh yang memisahkan daratan Jawa Purba dari Asia dan dalam letak geografis pulau-pulau (Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Pulau Kecil lain di sekitar) seperti kekinian. Begitupun letak posisi pulau-pulau di Nusa Tenggara-Maluku seperti kekiniaan.
Sedangkan Posisi pulau Irian (Papua), merupakan daratan baru yang terlepas dari lempeng benua Australia di saat lempeng benua Australia bergerak dari selatan menubruk benua Atlantis saat pemecahan massa benua tahap 3 yang mengakhiri zaman Mezosoikum, untuk memasuki zaman Neozikum (zaman es) atau Zaman Hidup Baru. Begitupun Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, Pulau Sumatra dan berbagai Pulau Kecil di sekitarnya dalam satu kesatuan Daratan Jawa Purba yang sesungguhnya daratan baru (listofer) dari Laurasia/Asia sebelum akhir zaman Es/akhir zamam Neozoikum. Karena pada akhir zaman Es saat bencana banjir nabi Nuh yang memisahkan daratan Jawa Purba dari Asia dan dalam letak geografis pulau-pulau (Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Pulau Kecil lain di sekitar) seperti kekinian. Begitupun letak posisi pulau-pulau di Nusa Tenggara-Maluku seperti kekiniaan.
Merujuk "ADONARA" sebagai
'DADA BUMI YANG TIDAK TENGGELAM" itu, TIDAK BOLEH seperti KASAT MATA
melihat sepotong daratan kekinian, tetapi MEWAKILI SELURUH DARATAN BARU dari
BENUA ATLANTIS YANG HILANG, "SURGA YANG HILANG". BUKTI alam untuk
DUNIA bahwa "GUNUNG SURGA TERBELAH" (https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/menelusuri-koda-kirin-isa-al-maseh-yesus-kristus-melalui-gunung-surga-woka-sanga/2030200543711182/)) yang menjadi asal-usul "mesir kuno-mesopotamia
kuno" dalam penegasan Arysio Santos (hal. 498-503 ).
Wilayah "Mesir kuno-mesopotamia
kuno" menjadi sumber penulisan Kitab Kejadian Bab 1 -10, dalam kajian
Stephen Oppenheimer (“EDEN IN THE EAST The Drowned Continent of Southeast
Asia”, 1998. Penerjemah Iryani Syahrir, dkk. “EDEN IN THE EAST, SURGA DI TIMUR,
Benua yang Tenggelam di Asia Tenggara”. Jakarta-Ufuk Press, 2010). Membuktikan
penyebaran manusia AWAL dari wilayah Poros (Nusa Tenggara-Maluku) itu melalui
kajian GEN orang Asli (bab 2 hal. 53-96, bab 6 hal. 245-284, bab 7 hal,285-312)
dan penyebaran Bahasa Austronesia sebagai sumber Asli berbagai Bahasa di Dunia
bab 5hal. 191-244) ke Timur, Barat, Utara, Selatan ((bdk. Gambar 23.
Garis-garis bio-geografis Wallace-Weber, Huxley, hal.202.
Keberadaan fakta “gunung surga
terbelah” dan “keaslian 4 sungai surga” (https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/4-sungai-surga-dalam-kitab-suci-asli-wai-matan-wai-kou-wai-burak-wai-wadan-di-pu/2492314774166421/) menunjuk wilayah surga yang hilang diIndonesia, tepatnya
wilayah NTT-Maluku, berporos di Lamaholot dengan pulau Adonara sebgai sumbernya
( “sumber Api-Air”). Identitas wilayah geografi Nusa Tenggara Timur-Maluku
sebagai penunjuk tempat “Surga yang Hilang”, termaknakan dalam misteri alam
“gunung Matahari”, gunung “Batu Allah” (Teti Hadun Tana Ile Bolen: “woka
Bolen-ile Hadun”)membelah “gunung surga” (Ile Ola’k: “woka Sanga Burak-ile
Tobang Dua)” ) sehingga terpecahnya dunia (Laga Doni), tenggelamnya benua
Atlantis (“Adonara”). Maka “gunung Matahari” itu menjadi pilar untuk menegaskan
“Ola”, Allah (dalam simbol “Ile Bolen Kara Nisa Ola, Nisa Ola Kara Koli Lolo,
Tite Ata Koli Lolo Hena”), bermaknakan intisari surga tidak tenggelam (“Adonara
Nuha Nara Nebon”). Adonara Nuha Nara Nebon bermakna intisari kehidupan yang
tidak tenggelam, “tetap ada”, abadi (“Roh dan Kebenaran”)bdk. https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/salib-atlantis-lewo-tanah-sepasang-pilar-piramida-yin-yan-dua-loh-batu-filsafat-/1790287664369139/
Semua berporos di gunung Surga (woka
Sanga Burak-ile Tobang Dua) yang terbelah dan gunung Batu Allah/pembelah (woka
Bolen-ile Hadun). Gunung Batu Allah yang menjadi "pilar Keselamatan"
karena menjadi "Takhta Allah" dan "Adonara" lambang
bumi/dunia/poros adalah pijakan kaki Allah, bdk.https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/gada-besi-dalam-kitab-suci-gala-rera-wulan-eken-matan-pito-ilen-boleng-kara-nisa/2406987922699107/. Terpahami dalam identitas wilayah geografi Nusa Tenggara
Timur-Maluku sebagai penunjuk tempat “Surga yang Hilang”, termaknakan dalam
misteri alam “gunung Matahari” (Teti Hadun Tana Ile Bolen: “woka Bolen-ile
Hadun”) membelah “gunung surga” (Ile Ola’k: “woka Sanga Burak-ile Tobang Dua)”
) sehingga terpecahnya dunia (Laga Doni), tenggelamnya benua Atlantis
(Adonara). Maka “gunung Matahari” itu menjadi pilar untuk menegaskan “Ola”,
Allah (Ile Bolen Kara Nisa Ola), bermaknakan intisari surga tidak tenggelam
(“Adonara Nuha Nara Nebon”). Adonara Nuha Nebon bermakna intisari kehidupan
yang tidak tenggelam, “tetap ada”, abadi (“Roh dan Kebenaran”), yakni “dada
bumi yang tidak tenggelam”.
Dalam bahasa akademis terungkap
“dada bumi yang tidak tenggelam” , Theogony (117), Hesiodmenunjuk “bumi yang
berlapang dada, fondasi yang senantiasa pasti bagi semua yang abadi”. “Fondasi
yang senantiasa pasti bagi semua yang abadi” ini (hedos aspales aici) adalah
bagian yang tidak tenggelam dari “bumi Surga yang berlapang dada” (Gai
eurusternos) yang tenggelam, dan tempat asal para dewa, pada permulaan zaman.
... Karena itu, ia dinamai “cakrawala” (firmament), yang artinya kurang lebih
sama dengan bahasa Latin firmamentum, yang demikian merupakan arti dari
ungkapan “pembagi perairan” yang disebutkan dalam tulisan-tulisan pada Kitab
Kejadian (bdk. Arysio Santos, hal. 616).
Penutup
Tertelusuri Pati Golo Ara Kia-Kia
Ile Lolon, Kelake Ado Pehan Beda-Beda Ina Sika Ama Rika masing-masing
diturunkan oleh “Ara Kia Ile Lolon”, yang terturunkan dari “Ola Ile”, yang
bersumber dari “Ola” (0), termisterikan dalam “Teti Hadun Tanah Ile Bolen, Ile
Bolen Kara Nisa Ola” (“gunung Batu Allah). Gunung Batu Allah (woka Bolen-ile
Hadun) sesungguhnya pengulangan dari gunung Surga (woka Sanga Burak-ile Toban
Dua) yakni “Raya Labi Ledan” dari “Masan Raya” bersumber dari “Raya”. Gunung
Surga itu terbelah oleh gunung Batu Allah, menjadi belahan Timur Ile Bore (“Ile
Helan Lango Wuyo-Tanah Laga Doni”), belahan Barat Ile Hana ne Wana, Rian Wale
terusan ke Barat Ile Seburi (“Ile Olak Laga Doni Pera Arakia-Buri Bunga
Wutun”).
Sesungguhnya “dada bumi” yang tidak
tenggelam (“Adonara”) menegaskan simbol dari keabadian sang pencipta, “tempat
bersemayam”. . Tersimbol melalui gunung Surga dan gunung Matahari (gunung Batu
Allah: “Ile Bole Kara Nisa Ola”) yang menjadi pilar tanda keabadian itu. Roh
(“0”), Masan Raya, Ola, Allah dalam 3 pribadi : 212 (Bapa-Putra-Roh kudus),
sumber harmoni, kedamaian, keselarasan (“5”), semata-mata karena pilar itu,
yakni “belaskasih” (“7”) demi keselamatan dan kekuatan hidup kehidupan yang
kekal (“10”). Wilayah gunung Surga Terbelah dan gunung Batu Allah menegaskan
sejatinya asal-usul kekunoan bangsa Mesir, Kanaan dan Mesopotamia yang tersirat
tergambarkan dalam tersuratnya 10 bab awal Kitab Kejadian!
Menelusuri Istilah "Keroko
Puken" dari "Korke Puken" dari "Karo Puken"
berpasangan dengan "Wai Matan" ("Uaken Tukan") :
"Poros" !!! ... Lokasi itu aslinya di Wai Raya (Gunung Surga), di
belahan Timur dikenal “Ile Bore”, sesungguhnya “ Ile Helan Lango Wuyo Tanah Laga
Doni”. Penyebutan di tempat lain tentang lokasi "Keroko Puken" itu
hanya pengulangan tahap perkembangan zaman dari "Buta mete walan
mara-tanah tawan ekan gere", bdk. https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/penghakiman-mesias-yesus-kristus-melalui-keroko-puken-ile-bolen-kara-nisa-ola-ir/2110589715672264/. Menggambarkan “Ina Sika” yakni “bumi terusir/tenggelam”
namun “Ama Rika” tetap membendungnya demi menjaga air di bumi yang tertumpah
tidak boleh sampai menutupi langit. Terpahami bahwa “langit” menjelaskan
kawah/puncak gunung Batu Allah (“Ile Boleng”), sedangkan “dada buni” menjelaskan
Adonara, poros bumi. “Langit adalah takhta-Ku, bumi menjadi tumpuan kaki-Ku”
(bdk. Yesaya 66:1; bdk. Matius 5:34-35), tapi oleh kasih-Nya Ia merendahkan diriNya bersemayam
di atas kerubim (bdk. 1 Sam 4:4).
"Buta bete walan mara",
proses penciptaan langit dan bumi dengan segala isinya yang terjadi dalam
Kejadian 1:2, ...dstnya sebagai zaman archeozoikum, untuk memasuki "tanah
tawan ekan gere" zaman Paleozoikum ditandai munculnya Gunung Surga (woka
Sanga Burak - ile Tobang Dua) "taman surga", menuju zaman Mezosoikum
dengan terbelahnya Gunung Surga oleh Gunung Batu Allah(woka Bolen-ile Hadun)
gunung Boleng (menghilangkan surga) disebut pula hilangnya benua Atlantis.
Memasuki zaman Neozoikum-era
kuartier, terbentuknya "kekaisersan atlantis". Kemudian hilangnya
kekaiseran Atlantis saat banjir Nuh karena meletusnya belahan barat gunung
surga (Rian wale) mengakhiri era kuartier zaman Neozoikum untuk memasuki era
tertier zaman Neozoikum, menegaskan hijrahnya Pati Golo Arakian Ile Lolon ke
Ile Mandiri-woka Tanah Lolon di era tertier zaman Neozoikum, https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/patigolo-arakia-ilelolon-ile-boleng-patigolo-arakia-tanalolon-ile-mandiri-dalam-/2521208017943763/.
"Pati-Beda”: “Pati lau
Tadon-Tadon mada’ke Bala”-“Beda weli Seri-Seri meripek Patola” (“Tadon Rera
wulan-Ado Tanah Ekan”!) merangkum pemaknaan awal mula peradaban dan kebudayaan
dunia dalam penciptaan oleh “Raya” terpahami melalui pemaknaan angka “0” yakni
“Ola”, “Allah”. Menelusuri pengungkapan “Ola”, “Allah” (“0”) dalam bahasa
Inggris “All” bermakna “Semua”. Dalam Kitab Daniel 2:47: Berkatalah raja
(Nebukadnezar) kepada Daniel: "sesungguhnyalah, Allahmu itu Allah yang
mengatasi segala allah dan yang berkuasa atas segala raja, dan Yang
menyingkapkan rahasia-rahasia, sebab engkau telah dapat menyingkapkan rahasia
itu”. Bdk. Surat Paulus kepada Umat di Korintus 15:28: “… ,supaya Allah menjadi
semua di dalam semua”. Tercermati dalam koda lamaholot: “Kra'mek Ola Ama-K'mea
Ola Ina”, bermakna Sumber keluhuran, kemuliaan, kesatriaan, keagungan
tergambarkan dalam “keberanian”, “keperkasaan” (“kra'mek, kra'ma”) dan Induk
(“sumber”) keadilan, kebenaran terlambangkan dalam warna “merah” (“k'mea,
me'an”).
“Ile” dalam bahasa Solor (Lamaholot)
bermakna “Gunung”, “Pilar”, “Gunung Batu-Ku“,bermakna tersirat “keilahian”,
“kekuatan”, bdk. Samuel: 22:47: “Tuhan hidup! Terpujilah Gunung Batu-ku, dan
ditinggikanlah kiranya Allah Gunung Batu keselamatanku”. Penamaan “Ola Ile” yang
berdiam di gunung Boleng di Pulau Adonara bermakna “Allah Yang Ilahi”, “Allah
Gunung Batu keselamatanku”, Tuhan Gunung Batu-ku. Dengan demikian “Raya” dalam
misteri pemaknaan angka-angka diungkap dengan “0” yakni “Ola” (“Allah),
sehingga “Masang Raya “ dengan “Ola Ile” (“Allah yang Ilahi”) gunung Batu
Allah, sedangkan “Raya Labi Ledan” dengan “Arakia Ile Lolon” (“Kedasyatan
Terang di atas Gunung Batu Allah.. Mengungkap "Pati-Beda”: “Pati golo
Arakia-Arakia Ile Lolon”-“Kelake Ado Pehan Beda-Beda Ina Sika Ama Rika,
mengandung pemaknaan “Tadon Rera wulan-Ado Tanah Ekan” terdialektikan oleh
“Raya-Ola”. ***
Dataran Oepoi, Kota Karang Kupang,
Tanah Timor, Kamis 5 September 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar