Senin, 25 Mei 2020

LEWOTANAH DALAM SISTEM PEMERINTAHAN ADAT DI FLORES TIMUR DAN RELEVANSINYA DALAM PEMBUATAN PERBUP DAN PERDES



 Oleh:
Dr. Eduardus Bayo Sili, S.H.,M.Hum


I.   PENDAHULUAN

Perbincangan tentang konsep dan makna lewotanah, bagi masyarakat Flores Timur atau lamaholot adalah sebuah diskusi yang sangat aktual. Dikatakan demikian karena bagi masyarakat lamaholot, lewotanah bukan hanya sebuah kampung halaman semata. Secara umum bisa dikatakan bahwa lewotanah adalah sebuah prinsip kehidupan dan nilai-nilai yang sangat dihormati dan dijunjung tinggi oleh masyarakat lamahlot. Prinsip kehidupan dan nilai-nilai tersebut menurut pendapat saya, paling tidak dapat dikaji dari tiga sudut pandang. Pertama, Lewotanah sebagai sumber kekuatan spiritual. Ungkapan yang mengatakan lewotanah molo go dore adalah salah satu contoh bahwa lewotanah memiliki kekuatan magisch religius. Kekuatan magisch religius ini adalah sebagai dampak dari kristalisasi koda kirin yang sungguh-sungguh diyakini memiliki kekuatan dan pengaruh terhadap kehidupan manusia lamaholot.
Kedua, lewotanah sebagai sumber kekuatan alam nyata.  Di dalam sebuah lewotanah pasti terdapat Nuba Nara, Ike Kwaat, Langobelen, dan atribut lainnya. Atribut-atribut seperti ini di alam nyata adalah sarana bagi manusia lamaholot untuk menyatakan syukur dan komunikasi kepada Tuhannya, sang Penciptanya dengan sebutan Rerawulan Tanaekan atau Ama Rerawulan Ina tanaekan. Ketiga, lewotanah sebagai sumber sistem pemerintahan adat. Masyarakat lamaholot sangat menghormati nilai-nilai kehidupan yang diwariskan leluhurnya. Nilai-nilai kehidupan itu dapat dilihat dari hubungan antara pribadi satu dengan pribadi yang lainnya, antara suku dengan suku, suku dengan lewo (lewotanah) dan antara lewo (lewotanah) dengan lewo (lewotanah). Semua itu terstruktur dalam suatu sistem pemerintahan adat yang dihormati oleh masyarakat lamaholot. Tulisan ini ingin mengkaji point yang ketiga yakni lewotana sebagai sistem pemerintahan adat dan relevansinya dalam pembuatan perbup dan perdes di Flores Timur.

II. LEWOTANA SEBAGAI SUMBER SISTEM PEMERINTAHAN ADAT

Sistem adalah sekelompok bagian-bagian (alat dan sebagainya) yang bekerja bersama-sama untuk melakukan suatu maksud (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1983:955). Dari pengertian tersebut dapat dianalisis bahwa sistem adalah satu kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu dengan yang lainnya. Artinya masing-masing bagian tidak berdiri sendiri lepas satu sama lain, tetapi saling berhubungan satu dengan yang lain (Sudikno Mertokusumo, 2004:18).
Pemerintahan adat adalah organisasi kekuasan secara adat yang lahir dan bertumbuh secara turun temurun dalam masyarakat. Pemimpin-pemimpin suku dan lewo tersebut diakui otoritasnya didalam memimpin anggota masyarakatnya. Fakta menunjukan bahwa apabila ada oknum-oknum tertentu yang  tidak mentaati atau membangkang terhadap otoritas dari pemimpin-pemimpin suku dan atau pemimpin lewo/lewotana maka tidak mustahil segalah kutuk dan petaka akan menimpa oknum tersebut. Realita ini memberikan pelajaran yang berharga kepada kita semua bahwa pemimpin-pemimpin tersebut memiliki power dari Tuhan Rerawulan Tanaekan bukan dari manusia.
Dalam sebuah lewotanah terdapat beberapa suku. Suku-suku tersebut memiliki tugas, wewenang dan fungsinya masing-masing. Disamping itu juga, suku-suku tersebut saling memperlengkapi satu dengan yang lainnya. Artinya kehadiran satu suku yang paling kecil sekalipun memberikan makna tersendiri dalam sebuah misi lewotanah. Demikian halnya dengan sebuah lewo atau lewotanah. Antara satu atau beberapa lewo atau lewotanah dapat saya pastikan memiliki hubungan dengan lewo atau lewotanah lainnya. Hubungan itu dapat kita temukan dalam berbagai tanda seperti nama suku, nama lewo, nama keturunan sampai kepada nama nuba nara, ike kewat dan sebaginya.
Manusia lamaholot selalu berada dalam sebuah komunitas yang disebut suku. Didalam suku inilah eksistensi manusianya menjadi berarti. Memiliki suku berarti memiliki payung perlindungan. Suku adalah sebuah otoritas dalam sebuah lewotanah dimana manusia individu dan kelompok melakukan segalah aktivitasnya untuk membangun kehidupannya. Tidak berlebihan apabila kita mengatakan suku adalah dasar pertama manusia lamaholot menemukan fungsi, misi atau panggilan ilahi dari Tuhan Rerawulan Tanaekan. Karena itu, manusia lamaholot yang kuat dan berkualitas adalah manusia lamaholot yang senantiasa menggali dan menemukan fungsi sukunya dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata.
Fungsi suku pada prinsipnya adalah menunjang fungsi dan misi dari lewotanah. Fungsi suku adalah penjabaran dari fungsi lewotanah dalam aspek-aspek tertentu. Fungsi dan misi dari lewotanah dapat terlaksana dengan baik apabila setiap suku yang terhimpun dalam lewotanah tersebut melaksanakan fungsi dan misinya dengan baik. Tidak hanya sampai disitu saja, akan tetapi antara satu lewotanah dengan lewotanah lainnya juga melaksanakan fungsi dan misinya yakni membangun anak-anak lewotana kearah yang lebih sejahtera. Artinya lewotanah baik secara spiritual, secara alam nyata maupun secara sistem pemerintahan adat semuanya harus membangun kehidupan manusia lamaholot yang lebih bermartabat dan sejahtera. Lewotanah dibangun oleh kaka ama, para leluhur kita mempunyai maksud dan tujuan yang sangat mulia. Apakah hari-hari ini, kita semua sudah menemukan maksud dan tujuan tersebut?
 Inilah saat dan momentum yang sangat tepat bagi kita semua, untuk merefleksikan kehidupan kita semua untuk menemukan tujuan dimana kita berhimpun dalam sebuah lewotanah tersebut. Lewotanah dibangun bukan hanya sekedar untuk kita mencari makan dan minum. Akan tetapi lebih dari itu, yakni manusia lamaholot semakin menyadari ketergantungannya dengan sang penciptanya Tuhan Rerawulan Tanaekan. Hubungan manusia lamaholot dengan sang penciptanya semakin dipertambah-tambahkan ketika manusia lamaholot hidup bukan hanya bagi dirinya sendiri, akan tetapi hidup memberikan arti bagi orang lain yakni menjadi alat lewotanah untuk mensejahterakan suku lango, dan lewotanah.

III. SISTEM PEMERINTAHAN ADAT DAN RELEVANSINYA DALAM PEMBUATAN PERBUP DAN PERDES

Kita tidak dapat memungkiri bahwa rancangan peraturan perundang-undangan ditingkat Kabupaten Flores Timur, apakah itu Perda, Perbup dan sebagainya harus bersumber dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Lamaholot. Salah satu nilai yang hidup dalam masyarakat lamaholot adalah konsep tentang Lewo atau Lewotanah.
Berkaitan dengan goal diskusi kita, yakni bisa menghasilkan Perbup dan Perdes yang pada akhirnya dapat menjadi solusi dalam menyelesaikan setiap konflik (khususnya konflik pertanahan) di Lewotanah atau di Lewo masing masing bahkan gabungan beberapa Lewo di Kabupetan Flores Timur. Ijinkan saya menyampaikan beberapa hal yang menurut saya penting untuk dikaji dalam rangka merancang dan mengimplementasikan Perbup dan Perdes dimaksud.
Implementasi Perbup tersebut nantinya ada di setiap desa dalam wujud Perdes. Kita tahu bahwa keberadaan Lewo berbeda dengan keberadaan desa. Itu sebabnya kajan tentang Lewo tentunya menjadi kajian yang menarik untuk dicermati. Ada desa yang juga merupakan Lewo. Misalnya Desa A dan juga merupakan Lewo  A. Untuk hal ini bisa dikatakan, tidak ada kesulitan berarti karena wilayah kekuasaan hukum desa dan wilayah kekuasaan Lewo berada pada wilayah hukum yang sama. Hal yang kiranya perlu dicermati juga adalah wilayah hukum sebuah desa berbeda dengan wilayah hukum sebuah Lewo di mana desa tersebut berada. Misalnya wilayah hukum Lewo meliputi atau menjangkau sampai ke desa lainnya. Saya contokan Lewo Kenotan di Adonara Tengah wilayah hukumnya menjangkau sampai ke desa Lite di Adonara Tengah. Bahkan sebaliknya, satu desa tapi terdiri dari dua Lewo. Misalnya Desa Karing Lamalouk terdiri dari Lewo Karing dan Lewo Lamalouk. Saya yakin masih banyak contoh di desa dan Lewo lainnya.
Karakteristik Lewo dalam arti kewenangan belen (pemimpin) Lewo bisa jadi ada perbedaan yang signifikan antara satu Lewo dengan Lewo lainnya di Kabupten Flotim. Hal ini penting untuk dikaji sehingga dalam pelaksanaan Perbup dan Perdes nantinya tidak mengalami banyak hambatan. Saya contohkan di Desa Kenotan (Lewo Kenotan) terdiri dari 12 (duabelas suku). Masing-masing suku memiliki kewenangan yang mandiri. Artinya bahwa kekuasaan hukum dari Lewo sudah didelegasikan kepada masing-masing suku tersebut. Sejauh mana kewenangan belen Lewo dan sejauh mana kewenangan belen suku di masing masing suku. Karakteristik Lewo Kenotan ini tentu berbeda dengan lewo-lewo lain di Adonara bahkan Flotim. Karena itu, adalah sangat perlu pengkajian lebih lanjut tentang karakteristik lewo-lewo lainnya yang ada di wilayah Flotim dalam mendukung rancangan dan pelaksanaan peraturan dimaksud.

IV. PENUTUP
1.   Fungsi suku dan  fungsi lewotana menjadi kata kunci bagi anak-anak lewotana lamaholot dalam menemukan jati diri dan panggilan ilahi dari lewotana dalam berkarya bagi lewotanah, bangsa dan negaranya.

2.   Lewotana adalah sebuah sistem pemerintahan adat yang memiliki kekuatan spiritual yang tinggi, karena itu, maka sudah saatnya masyarakat lamaholot sudah mulai mengkaji hubungan antara satu suku dengan suku lainnya yang tergabung dalam sebuah lewotanah. Hubungan antara satu suku dengan sebuah lewotanah dan hubungan antara satu lewotanah dengan lewotanah lainnya.

3.   Penelusuran hubungan ini tidak mustahil akan menemukan kembali hubungan persaudaran dan hubungan Nayu Bayan yang selama ini hilang atau ada tapi tidak begitu diperhatikan dengan baik. Hubungan Nayu Bayan inilah yang menjadi perekat di tengah kemajuan dunia ini yang semakin mengikis nilai-nilai persaudaraan masyarkat lamaholot. Hubungan Persaudaraan atau hubungan Nayu Bayan ini menjadi salah satu modal bagi masyarakat Lamaholot dalam merajut kedamaian yang hakiki yakni sejak Butamete Walanmara Tana Tawan Ekan Gere Nekhu, Nuba Nabe Tawan Nara Nabe Goe. Spirit atau prinsip inilah yang harus diagali sebagai sumber kekuatan dan sumber inspirasi dalam berkarya bagi anak-anak lewotanah untuk kemaslahatan bangsa dan negara.

4.   Perbup dan Perdes yang berbasiskan sistem nilai dalam masyarakat memberikan legitimasi yang sangat kuat dalam pelaksanaannya.


 
Curriculum Vitae:

Nama                    : Dr. Eduardus Bayo Sili, S.H.,M.Hum.
Asal                       : Desa Kenotan, Adonara Tengah
Tempat, Tgl Lahir   : Lamalouk, 10 Februari 1969.
Pendidikan             : 1. SDK Lite selesai 1982 di Kenotan.
                               2. SMPK Phaladhya selesai 1985 di Waiwerang.
                               3. SMEA Suryamandala selesai 1988 di Waiwerang.
                               4. Fakultas Hukum UNHAS selesai 1995 di Makassar.
  5. Magister Hukum UGM selesai 2006 di Yogyakarta.
  6. Doktor Ilmu Hukum UNAIR SELESAI 2015 DI Surabaya.
Pekerjaan               : Dosen Fakultas Hukum Universitas Mataram NTB.
Alamat                  : Jl. Majapahit No. 62 Mataram, Lombok. NTB.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar