Oleh : Tuan Kopong

Bahkan saya yakin bahwa hingga hari ini banyak anak muda kitapun tidak pernah tahu tanah oleh orang Adonara itu apa? Apakah tanah itu merupakan simbol atau perwujudan martabat, harga diri dan status sosial seseorang maka harus diperebutkan hingga harus ada korban? Apakah tanah memiliki kekuatan dan dampak ekonomi yang sedemikian berharga sehingga harus diperebutkan lewat perang dan pembunuhan?
Atau adakah nilai atau sosok lain di balik tanah itu sehingga harus dijaga, dirawat bahkan diperjuangkan sebagai bentuk bakti atau gelekat bagi mereka yang hidup hari ini yang harus dibela dan dijaga meski harus berakhir diujung parang dan tombak? Dalam arti kata apakah masyarakat Adonara memiliki pemahaman bersama bahwa tanah itu adalah sosok atadiken inawae (ibu, perempuan) yang harus dijaga dan dihormati?
Maka pertanyaan mengapa persoalan tanah di beberapa wilayah di Adonara seringkali berakhir dengan perang, pembunuhan dan korban berhubungan erat dengan pertanyaan; “apa konsep atau pemahaman turun temurun tentang tanah bagi ata diken Adonara?
Jawaban atas pemahaman ini kemudian menjadi sistem perekat sosial sekaligus menjadi identitas sosial bagi masyarakat Adonara karena simbol kekuatan pemersatu sosial juga berangkat dari pemamahan atau konsep bersama ata sebuah simbol (bdk. Clifford Geertz-Antropolog Amerika).
Jika tanah menurut ata diken Adonara sebagai ata diken Inawae
Kalau kita mau jujur atadiken inawae Adonara begitu dan sangat dihormati bukan karena mahar yang begitu mahal karena gading. Tetapi atadiken inawae Adonara memiliki kekuatan yang luar biasa, meski maaf oleh sebagian kita atadiken amalake Adonara selalu menempatkan mereka pada posisi maaf paling rendah, yang dalam bahasa titen mion peli dapu kae ne.
Saya mengatakan atadiken inawae Adonara memiliki kekuatan luar biasa karena berdasarkan pada pengalaman bahwa:
Pertama; atadiken inawae Adonara dipandang sebagai pembawa rejeki. Maka di manapun dan apapun yang kita dapatkan dari pekerjaan, walau tidak seberaba wajib diberikan juga kepada bineket supaya pana tolenet dan krerahat juga aet akane marane. Artinya memperhatikan dan menghormati bineket berarti jalan untuk pekerjaan berjalan mulus dan mendapatkan rejeki yang melimpah juga selain peran pertama dan utama adalah Allahpet.
Kedua; atadiken inawae Adonara adalah inat. Maka jika ada yang memaki, dan menggangu inat binet yang terjadi adalah bisa saling kelahi bahkan saling membunuh dan atau denda adat berupa gading dan witi wawe. Artinya atadiken inawae Adonara adalah kehormatan dan martabat yang wajib dijaga karena merekalah yang melahirkan kita.
Ketiga; atadiken inawae Adonara memiliki kekuatan magis. Hal sederhana saja bahwa tidak hanya dalam perang kita tidak boleh menyentuh inat bineket bahkan istri. Tetapi juga dalam pertandingan sepak bola misalnya. Inawae bisa menjadi pembawa kemenangan ketika ia bisa menyentuh atau sekedar salaman dengan pemain lawan. Namun bisa juga menjadi pembawa kekalahan ketika pada saat uku koda, nae juga ada atau sekedar lewat atau disentuh. Dan ini juga dilihat dalam konteks perang tanding berkaitan dengan tanah bahwa adalah pantangan menyentuh perempuan karena bisa membawa kekalahan.
Dari ketiga point ini dan saya mencoba masuk kedalam konsep tite ata Adonara atas tanah jika dipahami dan dimaknai sebagai inaket atau bineket yang melahirkan, maka mengapa mereka hanya diperjuangkan harkat dan martabatnya ketika ada keuntungan material yang kita terima dan kita berikan kepada mereka atau ketika ada yang memaki atau mengganggu mereka dan kita bila tetapi ketika dalam hal konflik tanah mereka justru dijauhkan atau bahkan tidak diperhitungkan?
Jika tanah adalah atadiken Inawae Adonara maka ketika dalam konflik yang berujung pada perang dan pembunuhan bukankah INA atau Inawae Adonara yang harus diberi tempat untuk menjadi mediator atau pembawa perdamaian dan rekonsiliasi?
Kita analogikan dengan perkelahian dalam keluarga antara ayah dengan anak atau antar sesama saudara. Yang selalu menjadi penegah dan mediator perdamaian adalah ibu. Karena ibu memiliki kelembutan hati, rasa dan tidak melihat kesalahan yang satu dan membela yang lain.
Jika dalam perang tanding misalnya seperti dikatakan ama Karolus Kopong Medan bahwa salah satu larangan adalah bersentuhan dengan perempuan, menurut hemat saya ini adalah kekuatan. Artinya jika bersentuhan dengan perempuan maka kekalahan sudah ada di depan mata. Artinya dalam konteks ini daripada terjadi kekalahan dan jatuh korban maka mediator perdamaian yang menempati barisan pertama adalah Inawae Adonara karena dalam tradisi Adonara membunuh inawae maka akan dikenang sebagai uwe keroban.
Dan mengapa saya mengatakan bahwa atadiken inawae Adonara sebagai kekuatan karena kalau kita belajar menagement konflik maka kelemahan justru dipakai sebagai kekuatan. Kelemahan dimanfaatkan sebagai kekuatan untuk membawa kemenangan. Dalam konteks perang tanding, atadiken inawae Adonara yang dianggap sebagai “pembawa” kekalahan justru menjadi pembawa perdamaian, karena di sana mereka akan berbicara sebagai ina, ibu bagi semua karena tanah yang diperebutkan adalah rae (ina atau ibu) yang juga melahirkan bagi semua.
Dan ketika atadiken inawae Adonara yang berada pada garis terdepan membuat masing-masing pihak berpikir panjang yang semulanya meyakini kebenaran bahwa tanah yang diperebutkan adalah milik mereka pada akhirnya bisa membatalkan niat untuk perang karena mau tidak mau bersentuhan dengan atadiken inawae Adonara yang dalam konteks perang tanding Adonara adalah haram bersentuhan dengan mereka.
Bagi yang Katolik, tentu juga tahu bagaimana peran inawae dalam Kitab Suci, Elisa, Ester, Maria, Maria Magdalena, Elisabeth dan lainnya justru menjadi berkat dan rekan kerja Allah dalam mewujudkan karya penyelamatan Allah di dunia ini.
Maka usul saya, sebelum kita berbicara panjang lebar soal perang tanding di Adonara dan langkah solutif apa yang bisa dibuat, pai tite uku kirin, tutu koda tou ni; “apa konsep tanah menurut orang Adonara?”
Karena dari konsep dan pemahaman bersama memudahkan kita menemukan langkah-langkah solutif yang tepat dan tentu menjadi sebuab pelajaran berharga di sekolah-sekolah mulai SD, SMP dan SMA.
Tite teit Adonara, mungkin guru hae di raika Borobudur wa, tapi nuan tutu Borobudur ne helon ra heweka kae. Dan kita semua lupa bahwa sejarah Adonara hampir tidak pernah diajarkan kepada anak, adik kita sejak SD, SMP dan SMA. Seperti lango belen, nuba nara, hedung, enene dan lainnya. Salam.
Manila: 17-April-2020
Pater Tuan Kopong MSF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar