Oleh Chris
Boro Tokan
Pendahuluan
Sesungguhnya rahasia harta karun dari seluruh alam semesta ada dalam pemahaman tentang ide rohaniah, pemaknaan kebatinan, melalui kesadaran “rasa” tentang “Roh”, napas kehidupan kosmos (alam) dan manusia (kosmis)! Ide tentang Roh (rohaniah, kebatinan), sesungguhnya nyata dalam “napas” yang terasakan sebagai awal penunjuk sumber harta karun dari seluruh alam semesta, yakni “Koda” menurut manusia Lamaholot. Dalam ungkapan ”morit koda-matanet koda”, bermakna “kehidupan-kematian seseorang semata-mata karena “Koda“, “Sabda”, “Firman”.
Sesungguhnya rahasia harta karun dari seluruh alam semesta ada dalam pemahaman tentang ide rohaniah, pemaknaan kebatinan, melalui kesadaran “rasa” tentang “Roh”, napas kehidupan kosmos (alam) dan manusia (kosmis)! Ide tentang Roh (rohaniah, kebatinan), sesungguhnya nyata dalam “napas” yang terasakan sebagai awal penunjuk sumber harta karun dari seluruh alam semesta, yakni “Koda” menurut manusia Lamaholot. Dalam ungkapan ”morit koda-matanet koda”, bermakna “kehidupan-kematian seseorang semata-mata karena “Koda“, “Sabda”, “Firman”.
Napas terasakan melalui getaran
karena ‘sentuhan’ bersama kebatinan, sekaligus terdengar melalui “bunyi” karena
‘gesekan’ dengan yang kebendaan. Bunyi menemui formulasi umumnya dikenal
“suara”, terumus dalam ‘kata’, bahkan ‘kalimat’, bagi orang lamaholot disebut
“koda ke’nalan” . Wujud nyata, raga dari suara dalam “terang- cahaya”,
“lain’ne, , kakon- nawak’ke ” dalam ungkapan lamaholot, sebagai pengulangan
dari “tube-mangen” (jiwa). Hidup kehidupan terjadi karena penyatuan dan
pendialektikaan “tube-mangen” (jiwa) dengan “kakon-nawak” (raga) oleh
“eon-mekit” (Roh).
Memahami rahasia alam (“keilahian
Roh”) bertolak dari gagasan filsuf Pitagoras bahwa bilangan merupakan sesuatu
yang sakral, karena bilangan yang akan menyelesaikan atau membuka
rahasia-rahasia tentang Alam. Dengan demikian bagi kaum pitagorean menempatkan
“keilahian Roh” pada angka “0” (“nol”) yakni “ketiadaan”. Ternyata bahwa
“ketiadaan” ini bukan hanya sesuatu, tapi merupakan sesuatu yang sangat
substansial yakni “Roh”. Seperti sihir ia terisi dengan energi “dari sumber
yang tidak pernah kemudian kering”. Ini adalah revisi ala kosmologi dari mitos
cornocopia, “mangkuk serba kecukupan” dari mitologi yunani dan irlandia, sebuah
mangkuk atau panci minimun yang tidak pernah kering, seberapapun kita minum
darinya. Ini adalah hadiah dari para dewa (Allan Woods & Ted Grant. “Reason
In Revolt”, 1995. Penerjemah Rafiq. N. “Revolusi Berpikir dalam Ilmu
Pengetahuan Moderen”. Yogyakarta-IRE Press, 2006. hal.276). Bdk. “Air Sumber
Hidup”, Yohanes 7:37-39, juga ungkapan “U’aken Tukan: Waimatan-Karopuken”
keyakinan suku bangsa Lamaholot.
Kehidupan dimulai dari “Roh” dalam
“Terang” (“Napas-Udara”), belaskasih, kelembutan (“Air”) untuk menemukan
kebenaran, “terang” (“Api”). Makna demikian secara hakiki terkandung dalam:
“Masan Raya-Hinga Nara One (‘0”) dan Raya Labi Ledan-Bahi Lewo Buto (“8”)
sebagai Roh (“udara, Napas”) sumber terang/kehangatan dan air kehidupan (“U’ak
Tuka : Wai matan-Karo puken”). Menurunkan (“menciptakan”) langit dan pilar:
“Kelen Lewo Lema (“5”)-Keda Lewo Pito (“7”) sebagai simbol perlindungan,
belaskasih dalam kelembutan-kerendahan hati (“geleten helan wai-ge’raran
kerubaki buran”), “warat’ te”, “Wai”, “Air”. Sedangkan “Api”, “Ape”, “Ape rera”
(“pe’late ape rera, gi’ke sili lia me’an”) sebagai simbol “terang”, “kebenaran”
disimbolkan melalui “Nele Lewo Lema (“5”)-Laka Lewo Pulo (“10”).
Terpahami, terimani melalui sosok
“Yesus” yang mempunyai pandangan bahwa “Dia sendiri yang menjadi pusat tempat
suci”. Sepertinya Tanah, tujuan dari “Perjanjian Lama” adalah tanah perjanjian:
“Yerusalem Lama” ditiadakan-Nya. Kekinian dan akan datang, tujuan (“jalan”,
“terang”, ”api”) bdk. Yohanes 8: 12-20, “ape rera” (“taran neki”, “rie hiku
lima neki”), Timur dan tanah (“air”) bdk. Yohanes 4:6-14 , “helan wai” (“taran
wanan”, “rie hiku lima wanan”), Barat seutuhnya dalam diri Yesus. Karena baik
“Timur” dan “Barat” itu pada (“diri”) Yesus Kristus, sebagai tanah “Perjanjian
Baru”, (“Yerusalem Baru-Lewotanah Baru”), “Uma Tukan Wai Matan-Karo Puken”,
yakni Porosbermakna sumber “Air kehidupan” (bdk. Yohanes 7:37-44, bdk. Wahyu
21:6, 22:1, 17) dan “Pohon Kehidupan” (bdk. Wahyu 22:2, 19). Karena itu “Bait
Allah” di Yerusalem nilainya turun dibandingkan dengan Yesus, yang tubuh-Nya
adalah “bait suci” itu sendiri (Yohanes 2: 21-22), yakni yang awal dan akhir,
alpha-omega (bdk. Wahyu 21:6-7).
Memahami “Roh”
Memahami “Roh” dalam Yohanes 3:8
“Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau
tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikianlah halnya dengan
tiap-tiap orang yang lahir dari Roh”. Sedangkan 1 Korintus 2:10. “Karena kepada
kita Allah telah menyatakannya coleh Roh, d sebab Roh menyelidiki segala
sesuatu, bahkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah. Namun, Allah telah
menyatakan hal-hal ini kepada kita melalui Roh karena Roh menyelidiki semua hal,
bahkan kedalaman Allah”.
Raya
Masang Raya
Raya Labi Ledan
(Ungkapan, “makenen” Tri Tunggal untuk gunung Surga: "woka SANGA BURAK-ile TOBANG DUA: menegaskan PERADABAN), "Hinga Nara 0"
Ola
Ola Ile
Ara Kia Ile Lolon
(Ungkapan, “makenen” Tri Tunggal untuk gunung Matahari: "woka BOLEN-ile HADUN; menegaskan KEBUDAYAAN): “Hinga Nara 0"
Raya, Ola
Masang Raya, Ola Ile,
Raya Labi Ledan-Arakian Ile Lolon
(DIALEKTIKA peradaban & kebudayaan): “ Hinga Nara 0"
Masang Raya
Raya Labi Ledan
(Ungkapan, “makenen” Tri Tunggal untuk gunung Surga: "woka SANGA BURAK-ile TOBANG DUA: menegaskan PERADABAN), "Hinga Nara 0"
Ola
Ola Ile
Ara Kia Ile Lolon
(Ungkapan, “makenen” Tri Tunggal untuk gunung Matahari: "woka BOLEN-ile HADUN; menegaskan KEBUDAYAAN): “Hinga Nara 0"
Raya, Ola
Masang Raya, Ola Ile,
Raya Labi Ledan-Arakian Ile Lolon
(DIALEKTIKA peradaban & kebudayaan): “ Hinga Nara 0"
Menandai zaman arkeozoikum,
Paleozoikum, Mesozoiikum: dominasi PERADABAN (kehidupan awal di gunung surga
Nara O : kelen 5 (langit) -nele 5 (bumi). Pengulangan menandai zaman Neosikum:
dominasi KEBUDAYAAN! ada kehidupan baru di gunung Matahari Nara O: kedan 7-laka
10, kemudian bergeser ke pantai dan pedalaman Hinga Nara 0-Bahi Lewo 8 dengan
wilayah purbanya, begitupun kelen lewo 5-keda lewo 7 dan Nele Lewo 5-laka lewo
10, masing-masing dengan wilayah purba (“kuno”) bdk. https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/awal-mula-peradaban-dan-kebudayaan-dunia-dalam-adonara-nuha-nebon-melalui-pemakn/1955318984532672/.
Dengan demikian sesungguhnya
“keaslian Poros Dunia”, “Nara” (“Nara Raya”), yakni "Uak Tukan, Uma Tukan,
Wai Matan-Karo Puken". Nara one (O) Ola dalam pemahaman angka-angka (0-9),
melalui “Hinga Nara O”: Kelen 5-Nele 5” ( lokasi asli di “gunung Surga (Raya)”
yakni “woka Sanga Burak-Ile Toban Dua” yang terbelah, "Ile Bore"
belahan Timur, yakni: “Wai Raya” (poros), simbol dari Nara Raya, Masang Raya ,
Hinga Nara O: mendialektikakan ke “Nobo-Namang” (utara) sebagai “Kelen 5”-
“Kemoti” (selatan) sebagai “Nele 5”). Dalam simbol “Air Kehidupan”: “Wai Raya,
wai matan-wai burak, wai puken-wai belen, bah wai wuring, bolak wai bolen, lein
wai weran, nuku wutuk wure wai waiwadan” bdk. https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/4-sungai-surga-dalam-kitab-suci-asli-wai-matan-wai-kou-wai-burak-wai-wadan-di-pu/2492314774166421/.
Roh dalam Ilham (Estetika,
Metafisika)
Estetika
("keindahan/kedamaian"):
mendialektika/serasi-selaraskan logika (kebenaran) dengan etika (kebaikan).
Metafisika menjadi puncak keindahan, keagungan, keluhuran Estetika!
Mengutamakan logika, menjadi ego
Mengutamakan etika menjadi lugu
Ketiadaan estetika menjadi ngongo
Jangan terlalu idealistis supaya tidak utopis
Jangan terlalu etetik supaya tidak pragmatis
Utopis dan pragmatis itu karena berlagak
Berlagak seperti orang sudah tau
Berlagak macam orang berada
Pengetahuan supaya berada itu dalam damai
Berpengetahuan melalui merawat daya ingat
Berkeberadaan dengan mengembangkan daya abstraksi
Daya ingat dan daya abstarksi melalui ketekunan berdoa
Berdoa bagi generasi kekinian
Bersemedi bagi generasi kemarin
Bertapa bagi generasi tempo dulu
Berdoa, berpuasa, bertobat agar mencapai estetika
Estetika untuk menuju metafisika
Metafisika itu keagungan, keluhuran
Keagungan itu menjadi keluhuran leluhur
Leluhur menyatu ReraWulan-TanahEkan
Dialektik Lelulur-ReraWulan-TanahEkan: Lewo-Tanah!
LewoTanah itu sesungguhnya Salib Atlantis
Salib Atalntis itu sesungguhnya Kosmogram Atlantis
Bintang Salib di kutub selatan katulistiwa arah timur tenggara
Salib Atlantis-Kosmogram Atlantis
India dengan Sepasang pilar di Timur sepasang pilar di Barat
Pilar ke lima menjadi Poros
Salib Atlantis-Kosmogram Atlantis
Mesir dengan Piramida
Cina dengan Yin-Yan
Salib Atlantis-Kosmogram Atalantis
Israel dengan sepasang pilar, dua loh batu
Sepuluh perintah Allah
Salib Atlantis-Kosmogram Atlantis
Yunani dengan filsafat Alam dan Dua Dunia
Logika-Etika: Estetika
Salib Atlantis-Kosmogram Atlantis
Roma menjadikan filsafat Barat: Salib Kristus
Arab menjadikan filsafat Timur: Bulan Bintang
Salib Atlantis-Kosmogram Atlantis
Dunia moderen menjadikan ilmu pengetahuan
Bung Karno menggalinya menjadi Pancasila!
Pancsila Lamaholot,
terpahami melalui MISTERI makna asli angka-angka
dalam SALIB ATLANTIS-KOSMOGRAM ATLANTIS, LEWOTANAH
0 = Poros Salib (Nara 0: Uak Tukan)
1 = Ujung Utara Salib (Kelen: Koten)
2 = Ujung Selatan Salib (Nele: Lein)
3 = Uaken Telo-Kahan Ehan (terintegrasi di Poros Salib)
4 = Lewo ( 4 penjuru : sepasang pilar Timur-Barat) : manusia ilahi
5 = Tanah (pilar ke 5, juga sesungguhnya poros: manusia
nyata karena tercipta sesuai citra-NYA!
mendialektika/serasi-selaraskan logika (kebenaran) dengan etika (kebaikan).
Metafisika menjadi puncak keindahan, keagungan, keluhuran Estetika!
Mengutamakan logika, menjadi ego
Mengutamakan etika menjadi lugu
Ketiadaan estetika menjadi ngongo
Jangan terlalu idealistis supaya tidak utopis
Jangan terlalu etetik supaya tidak pragmatis
Utopis dan pragmatis itu karena berlagak
Berlagak seperti orang sudah tau
Berlagak macam orang berada
Pengetahuan supaya berada itu dalam damai
Berpengetahuan melalui merawat daya ingat
Berkeberadaan dengan mengembangkan daya abstraksi
Daya ingat dan daya abstarksi melalui ketekunan berdoa
Berdoa bagi generasi kekinian
Bersemedi bagi generasi kemarin
Bertapa bagi generasi tempo dulu
Berdoa, berpuasa, bertobat agar mencapai estetika
Estetika untuk menuju metafisika
Metafisika itu keagungan, keluhuran
Keagungan itu menjadi keluhuran leluhur
Leluhur menyatu ReraWulan-TanahEkan
Dialektik Lelulur-ReraWulan-TanahEkan: Lewo-Tanah!
LewoTanah itu sesungguhnya Salib Atlantis
Salib Atalntis itu sesungguhnya Kosmogram Atlantis
Bintang Salib di kutub selatan katulistiwa arah timur tenggara
Salib Atlantis-Kosmogram Atlantis
India dengan Sepasang pilar di Timur sepasang pilar di Barat
Pilar ke lima menjadi Poros
Salib Atlantis-Kosmogram Atlantis
Mesir dengan Piramida
Cina dengan Yin-Yan
Salib Atlantis-Kosmogram Atalantis
Israel dengan sepasang pilar, dua loh batu
Sepuluh perintah Allah
Salib Atlantis-Kosmogram Atlantis
Yunani dengan filsafat Alam dan Dua Dunia
Logika-Etika: Estetika
Salib Atlantis-Kosmogram Atlantis
Roma menjadikan filsafat Barat: Salib Kristus
Arab menjadikan filsafat Timur: Bulan Bintang
Salib Atlantis-Kosmogram Atlantis
Dunia moderen menjadikan ilmu pengetahuan
Bung Karno menggalinya menjadi Pancasila!
Pancsila Lamaholot,
terpahami melalui MISTERI makna asli angka-angka
dalam SALIB ATLANTIS-KOSMOGRAM ATLANTIS, LEWOTANAH
0 = Poros Salib (Nara 0: Uak Tukan)
1 = Ujung Utara Salib (Kelen: Koten)
2 = Ujung Selatan Salib (Nele: Lein)
3 = Uaken Telo-Kahan Ehan (terintegrasi di Poros Salib)
4 = Lewo ( 4 penjuru : sepasang pilar Timur-Barat) : manusia ilahi
5 = Tanah (pilar ke 5, juga sesungguhnya poros: manusia
nyata karena tercipta sesuai citra-NYA!
Dalam pemaknaan yang hakiki dengan
sila-sila PANCASILA sebagai rumusan kesempurnaan bahasa Roh Kudus
("METAFISIKA) , melalui kelima silanya Ketuhanan (sila 1)supaya semakin
nyata berwujud dalam makna kemanusiaan (sila 2), peradaban, vertikal. Keadilan
sosial (sila 5) senantiasa semakin nyata tercapai dalam kerakyatan yang
berdemokrasi (sila 4), kebudayaan, horisontal. Saling dialektik
terintegralistik (Persatuan) supaya sinergik (sila 3): CintaKasih, sebagai
poros salib!!!, Allah Tri Tunggal maha pencipta, penguasa, pelindung, pengasih
makrokosmos-mikrokosmis (alam semesta-manusia). Cross alam semesta
(makrokosmos) vertikal dengan manusia (mikrokosmis) horisontal: SALIB! Salib
hidup kehidupan!
Berdoa, berpuasa, bertobat (“hidup
baru”)
Selalu membangun dan merawat
"daya Ingat" ("Berdoa, berpuasa, bertobat") melalui “o’nem
peten pe’nuket ni’u nimun naman” untuk memperbarui hidup kehidupan ("Hidup
Baru"). Hidup kehidupan baru yang berkemampuan "daya Abstraksi"
yakni “u’hun nem nuku hu’kut hipuk a’tenem tuka” dalam menegakan kebenaran
dengan berbuat kebaikan. Kehidupan baru selalu berusaha membiasakan hal-hal
yang benar dalam "kebajikan & kebijakan", sehingga bukan
membenarkan kebiasaan yang salah.
Peten maan onem nimun
Hukut hipuk uhun nem tukan
Koda mean-Kirin buran
Mean sililia-Buran kerubaki
Merenungi di kedalaman rasa hati
Menemukan dalam nurani terdalam
Sabda kebenaran-Firman Kebaikan
Kebenaran hakiki Kebaikan Mulia
Koda Pelate-Keni'kin
Kirin dike ti a'ke dike daan
Pelatin di' gike di'kin kuran
Keni'kin di' a'ke gike late!!!
Hukut hipuk uhun nem tukan
Koda mean-Kirin buran
Mean sililia-Buran kerubaki
Merenungi di kedalaman rasa hati
Menemukan dalam nurani terdalam
Sabda kebenaran-Firman Kebaikan
Kebenaran hakiki Kebaikan Mulia
Koda Pelate-Keni'kin
Kirin dike ti a'ke dike daan
Pelatin di' gike di'kin kuran
Keni'kin di' a'ke gike late!!!
Merawat daya ingat (IDENTITAS) dan
mengembangkan daya abstraksi (EKSISTENSI) melalui BERDOA, BERPUASA, BERTOBAT
("MANUSIA TERBARUKAN"). Menjadikan sosok Yesus Kristus, Isa Al Maseh
di setiap jalan kehidupan sebagai penganugerahan pembaruan kesederhanaan
kehidupan setiap umat. Kesederhanaan melalui hidup berkerendahan dan
berkelembutan hati setiap insan, menjadikan kegembiraan dan sukacita dalam
damai sejahtera kehidupan bersama sesama dan alam semesta (bdk. Matius 5:45).
Maka melalui kekuatan berdoa memampukan berhati-hati dan berjaga-jaga dalam
menunggu kedatangan-Nya. Karena setiap waktu Tuhan datang, segala kemungkinan
bagi-Nya untuk setiap insan di bumi. Seperti maut itu datang ibarat pencuri
datang waktu malam hari. Maka setiap insan harus mengakui kesalahan dan dosa,
selalu bermawas diri dalam pertobatan. Karena pemulihan berkat dan rahmat
kehidupan senantiasa pasti terjadi setiap saat bagi orang yang berjaga-jaga dan
bertobat dari segala dosa dalam kehidupannya (bdk. Markus 13:33-37).
"Membiasakan hal yang benar!
(angka 6) "menengada" dengan berbuai baik! (angka 9)
"menunduk". Bukan membenarkan kebiasaan yang salah,
"parisi" dalam hidup kehidupan.
"Menengada" ke atas itu sesungguhnya "menabur", menegakan “kebenaran” dalam simbol angka 6, "memohon restu" sang pemilik kehidupan untuk yang ditabur itu tumbuh (dalam simbol kelak muncul pucuk, menjadi daun) batang, daun pohon itu menggapai "langit" (“lolon gere goe gapak rera-wulan”)! Sedangkan "menunduk" ke bawah itu "menyebar" ke tanah/bumi, dalam simbol "angka 9", fokus untuk yang tertabur itu "membumi" (dalam simbol kelak mengakar), "akar"nya”)! menjalar/menyebar ke dalam "dasar" nya bumi/tanah (“ramu’te lodo buno parak tanah-ekan”)!
"Menengada" ke atas itu sesungguhnya "menabur", menegakan “kebenaran” dalam simbol angka 6, "memohon restu" sang pemilik kehidupan untuk yang ditabur itu tumbuh (dalam simbol kelak muncul pucuk, menjadi daun) batang, daun pohon itu menggapai "langit" (“lolon gere goe gapak rera-wulan”)! Sedangkan "menunduk" ke bawah itu "menyebar" ke tanah/bumi, dalam simbol "angka 9", fokus untuk yang tertabur itu "membumi" (dalam simbol kelak mengakar), "akar"nya”)! menjalar/menyebar ke dalam "dasar" nya bumi/tanah (“ramu’te lodo buno parak tanah-ekan”)!
Supaya "angka 6" dengan
"angka 9" itu menyatu ("angka 8"), "tumbuh"
(angka 6) dan berakar (angka 9) supaya berbentuk/menghasilkan buah maka harus
lembut, rendah hati yang sesungguhnya ("bukan parisi, parasit")
dengan mengasih-mengampuni, kerahiman-kemurahan 7x 70 x ("angka 7")
diseluruh hidup kehidupan dengan sesama di.dalam menegakan kebenaran
"dalam pikiran dan berbuat kebaikan" untuk menjadi kedamaian,
ketentraman, keluhuran (angka 1 nol, yakni "10"). "Membiasakan
hal yang benar! (angka 6) "menengada" dengan berbuai baik! (angka 9)
"menunduk". Bukan membenarkan kebiasaan yang salah,
"parisi" dalam hidup kehidupan.
Demikian penjelasan dalam simbol
"flora"!, simbol sepasang insan manusia ("angka 6" untuk
pria dengan "angka 9" untuk wanita) yang menyatu dalam hidup berumah
tangga! Senantiasa berproses hidup kehidupan merawat daya ingat: “o’nem peten
pe’nuket ni’u nimun naman” (“IDENTITAS”) dan mengembangkan daya abstraksi :
“u’hun nem nuku hu’kut hipuk a’tenem tuka” (EKSISTENSI) melalui BERDOA,
BERPUASA, BERTOBAT ("MANUSIA TERBARUKAN").
Sesungguhnya seluruh spirit Hukum
Taurat dan Kitab para Nabi termaktub dalam Ulangan 6:5 dan Imamat 19:18
disebutkan Yesus sebagai "Hukum yang Besar dan yang Terutama".
Demikian penegasan dalam Matius 22:36-40, "Guru, hukum manakah yang
terutama dalam hukum Taurat?" (ayat 36). Jawab Yesus kepadanya:
"Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu
dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.
Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia
seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat
dan kitab para nabi." (ayat 37-40).
Injil Matius 5:45 “Karena dengan
demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan
matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi
orang yang benar dan orang yang tidak benar” (“pelate ape rera-geleten helan
wai” untuk semua anak Lewotanah), hendak menuntun setiap umat pilihan Allah
dalam memancangtegakan, “Eken Matan Pito” (simbol “gala rerawulan”, yakni “gada
besi” dalam Kitab Suci) bersama “Nuba” (simbol “Batu Penjuru” dalam Kitab Suci)
demi keselamatan seluruh alam semesta dan seluruh umat manusia tersimbol dalam
“Lewo-Tanah”.
Dalam kelembutan dan kerendahan hati
(melalui berbuat “kebaikan”, “geleten helan wai”, “liukan cahaya”) untuk
menghadapi dan menghancurkan kegelapan dunia, “setan-iblis” (dengan menegakan
“kebenaran”, “pelate ape rera”, “keuatan terang”). Kekuatan terang (“ape rera”)
untuk menyadarkan “orang-orang fasik” dalam “kegelapan dunia mereka” untuk
kembali ke “pelate ape rera” (“terang”) dengan hidup berkerendahan hati yakni
“geleten helan wai” dalam “diken da’an” yakni “apa ada-nya”, “kesederhanaan”.
Karena dalam “kesederhanaan” senantiasa menuntun dan membentuk “Ata Diken”,
anak manusia untuk menjalani hidup kehidupan dalam “kasih “ sejati terspiritkan
melalui “pelate ape rera, geleten helan wai” (bdk. Matius 5:45).
"Pelate ape rera, Geleten helan
wai” menjadi “kasih sejati”; “soron hode” ("berterimakasih",
"memberi-menerima" !) dalam berlewotanah sesuai spirit injil Matius
5:45, sesungguhnya menjadi “sangat magis” (“gike sili lia mean”), kekuatan
kebenaran, kesatriaan dan “sangat sakral” (“geraran keru baki buran”),
keluhuran kebaikan, kesucian. Karena “pelate ape rera, gike sili lia mean
membuat seseorang kokoh, tangguh, kuat, dasyat (“tuben ne me’kah”) karena
kebaikan, kelembutan hatinya (“kirin senaren”) dalam hidup kehidupannya.
Sedangkan “geleten helan wai”
menjadikan seseorang selamat, mulia, agung (“niu’ken niu”) karena keteguhan
sikap terhadap kebenaran (“koda’n muren”). Namun sebaliknya apabila “koda’n
nalan” (“bersikukuh dalam ketidakbenaran”) maka “geleten helan wai” dengan
kesakralannya (“geraran keru baki buran”) membekukan alirah darah kehidupannya
(“niu’ke mata’na uhun’ne bolak’ka”). Bertahan dalam ketidakbaikan (“kirin daten”)
maka “pelate ape rera” dengan kemagisan (“gike sili lia mean”) menghanguskan
aliran darah kehidupannya (“tuben ne me’keh, aten putuk’kah”).
“Roh” pendialektika “Langit & Bumi”
Penyebutan “Woka Sanga Burak-Ile
Tobang Dua”, “Woka Bolen-Ile Hadun”, “Woka Tanah Lolon-Ile Mandiri”, tertemukan
dalam “Religion auf Ostflores, Adonare und Solor” 1951, karya Paul Arndt, SVD,
diterjemahkan oleh Paulus Sabon Nama diterbitkan Puslit Candraditya Maumere,
dalam judul “Falsafah dan Aktifitas Hidup Manusia di Kepulauan Solor” 2003,
hal. 128-129, 146. Begitupun “Pati-Beda” ditemukan pengungkapan hampir di
seluruh BAB pembahasan dalam buku karya Paul Arndt itu, yakni melalui kisah
mitos-mitos tentang Manusia (hal.2-92), Alam dan Dunia (hal.93-166),
Tindakan-Tindakan Kultis (hal 167-298), Perolehan dan Pemilikan Tanah
(hal.299-320) di wilayah itu.
Mengedepankan “Woka Sanga Burak-Ile
Tobang Dua”, “Woka Bolen-Ile Hadun”, “Woka Tanah Lolon-Ile Mandiri” menjadi
simbol “Alam”, “Peradaban”. Sedangkan “Pati-Beda” menjadi simbol “Manusia”,
“Kebudayaan”. Dua simbol ini membantu pemahaman pemaknaan ALLAH dan TUHAN dalam
makna LEWOTANAH. ALLAH, “Alap'pet” (Penguasa), Peradaban, VERTIKAL=Alam
(RerawulanTanahEkan), Cosmoscentris/Makro Sentris. Sedangkan TUHAN, “Tenu’e”
(Tertua), Kebudayaan, HORISONTAL, Manusia (Ata Diken), Anthropocentris/Mikro
Sentris. Terpahami “ujung”nya dalam raga YESUS sebagai penyempurnaan manusia
awal Adam dalam Kitab Suci. Maka antara lain Yesus disebutkan sebagai Adam
"baru" menebus dosa dan segala akibat yang dibuat Adam
"Lama". VERTIKAL, Alam (Rerawulan Tanah Ekan), Peradaban dialektik
HORISONTAL, Manusia (Ata Diken), Kebudayaan: “LEWOTANAH”, “SALIB” (bdk. Yohanes
3: 13-17, Filipi 2:6-11, Bilangan 21:4-9, Roma 5:12–21, 1 Korintus 15:22).
"Berkatalah raja (Nebukadnezar)
kepada Daniel:"sesungguhnya, Allahmu itu Allah yang mengatasi segala allah
dan Yang berkuasa atas segala raja, dan Yang menyingkapkan rahasia-rahasia,
sebab engkau telah dapat menyingkapkan rahasia itu (Daniel 2:47). Sedangkan
dalam Kitab Samuel 22:47 “TUHAN hidup! Terpujilah GUNUNG BATU-ku, dan
ditinggikanlah kiranya Allah GUNUNG BATU keselamatanku”. Terpahami “Roh” adalah
pengetahuan Alam mengenai dirinya sendiri. Dengan demikian, alam bukanlah
sesuatu yang asing atau terpisah dari kesadaran atau Roh. Kalau proses
pengetahuan Alam melalui Roh itu mencapai tujuannya, bahkan bisa dikatakan Alam
identik dengan Roh karena Alam adalah Roh yang tampak dan Roh adalah Alam yang
tampak. Alam sebagai makrokosmos, Manusia sebagai mikrokosmis: di atas adalah
Roh: atau di atas langit ada langit. Tertelusuri takhta Allah, Yahweh bersifat
supra alami, “langit” (Yesaya 66:1; bdk. Matius 5:34-35), tapi oleh kasih-Nya Ia merendahkan diriNya bersemayam
di atas kerubim (bdk. 1 Sam 4:4), di “bumi” (bdk. Yohanes 3: 13-17, Filipi 2:6-11).
Gen, “turunan” dalam kegaiban
melalui “simbol” unsur “air-udara-api-tanah”, terdialektika dalam kisah awal
mula semesta dipenuhii “air” dalam kegelapan yang diliputi bayangan
sinyal-cahaya sebagai roh Allah (“udara”) yang melayang-layang di atas dengan
kehangatan (“api”), menggambarkan keadaan semesta pada awalnya. Keadaan semesta
pada awalnya dalam proses pembentukan massa semesta, dikenal sebagai manusia
alam gaib dengan nama Masan Raya. Sedangkan Massa Benua dikenal dengan nama
Masan Doni dalam unsur maskulin, Peni Masan dalam unsur feminin. Era pemecahan
massa benua dikenal dengan Laga Doni dalam unsur maskulin, Peni Dai Nuli
Bolakdalam unsur feminin.
Dialektika langit (“Rera Wulan”)
simbol jiwa, “tuben mangen” dengan bumi (“Tanah Ekan”) simbol raga, “kakon
nawak” oleh surga (“Ua’ken Tukan”) simbol Roh, “eon mekit”, dapat terpahami:
Pertama, Roh Allah. Roh Allah jelas menunjuk Roh-Nya Allah yang sama dengan Roh
Kudus. Dalam hal ini kita tidak boleh membedakan secara mutlak antara Roh Allah
dengan Allah sendiri, sebab Roh Allah adalah Roh-Nya sendiri. Ini satu-satunya
keistimewaan yang tidak dimiliki siapapun. Ini hanya dimiliki Allah Bapa
(Theos), yang empunya kuasa, kemuliaan dan Kerajaan. Bapa (Theos) ada di tempat
yang tidak terhampiri, tetapi Roh-Nya hadir di mana-mana. Inilah yang dimaksud
Tuhan Yesus dalam Yohanes 4:24, “Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia,
harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran.” Bapa (“Theos”) adalah Roh, dan
Roh-Nya melingkupi seluruh jagad raya ini tak terbatas (“0”). Roh sesungguhnya
ada di mana-mana namun tidak ke mana-mana (“pendialektika”).
Kedua, roh Kristus. Roh Kristus
dalam konteks ini (Roma 8) belum tentu menunjuk kepada pribadi Yesus. Dalam
bagian lain dalam Alkitab terdapat kata Roh Yesus (Kis. 16:7; Flp. 1:9). Roh Yesus
jelas sekali menunjuk kepada Pribadi Tuhan Yesus sendiri; di mana Yesus turun
dari surga untuk melakukan tindakan khusus. Tetapi roh Kristus menunjuk kepada
hasrat atau gairah yang ada pada Yesus. Kristus artinya yang diurapi. Dalam hal
ini, roh Kristus tidak menunjuk kepada Pribadi Yesus, tetapi kepada
pengurapan-Nya, yaitu spirit atau gairah-Nya sebagai “yang diurapi”. Di dalam
roh Kristus juga terdapat kecerdasan, hikmat dan kepenuhan karunia-karunia Roh
Kudus.
Roma 8:9 tertulis: Tetapi kamu tidak
hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam di dalam
kamu. Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus.
“Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh
Allah diam di dalam kamu. Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia
bukan milik-Nya”. Bukan milik-Nya di sini berarti bukan milik Allah, berarti
pula bukan milik Tuhan Yesus, tidak dalam kekuasaan spirit atau gairah seperti
yang ada pada Tuhan Yesus.
Simbol geografis DUNIA, BUMI
("Tanah Ekan") merupakan copy dari LANGIT ("ReraWulan"):
dalam awal mula "woka sanga burak-ile tobang dua", "GUNUNG
SURGA" (awal mula terang-kebuh firdaus), menempatkan VERTIKAL yakni
RERAWULAN ("ke'len 5")"Nobo-Namang" (UTARA) -TANAHEKAN
("ne'le 5") "Kemoti" (SELATAN), dengan
"ALLAH'pet" ("MASA NG RAYA-HINGA NARA O") "Wai
Raya" (POROS), sebagai "Ua’ken Tukan: waimatan-karopuken":
"sumber hidup-kehidupan DUNIA, poros dari BENUA ATLANTIS ("ADONARA")
"yang hilang" itu.
Benua ATLANTIS ("ADONARA")
"yang hilang" itu ("Taman firdaus/Kebun Firdaus yang hilang)
karena dosa sepasang manusia ilahi ("Nara") yang merupakan copy diri
dari "MASANG RAYA", dalam Kitab Suci dikenal "Adam-Eva"
sebagai MANUSIA ("ke'len 5")"Nobo-Namang" (UTARA)
-TANAHEKAN ("ne'le 5") "Kemoti" (SELATAN)". Hilangnya
benua di akhir zaman mezosoikum. Muncul "woka bolen-ile hadun", ILE
BOLENG yakni "GUNUNG MATAHARI" membelah"GUNUNG SURGA"
"woka sangaburak-ile tobang dua".
Maka"Belahan TIMUR" dari
"GUNUNG SURGA", "woka sangaburak-ile tobang dua" menegaskan
ILE BORE kekinian sebagai AWAL MULA dari PERADABAN DUNIA ("VERTIKAL")
!!!. foto copy ke dalam AWAL MULA dari KEBUDAYAAN DUNIA melalui "woka
bolen-ile hadun", ILE BOLENG yakni "GUNUNG MATAHARI". Copy
POROS-nya di mata air dalam KEDALAMAN POROS KAWAH ile boleng, yang menyebar ke
WILAYAH keilahian 'Raya Labi Ledan-Bahi Lewo 8" sebagai copy dari
"Masang Raya-Hinga Nara 0", (lokasi kekinian dari Kiwang One-Lamalota
sampai Wtihama-Orin Bele gunung"). Copy SELATAN-nya pada "RARAN
GERAKIT" ("laka 10": lokasi kekinian dari batas Witihama-Orin
bele gunung sampai batas dengan Lewo kelen-Ri'an wale). Sedangkan copy
-UTARA-nya "RARAN DOPI ("ke'dan 7" dan Ile Hana ne Wana/Rian
wale belahan BARAT dari GUNUNG SURGA YANG TERBELAH), lokasi kekinian dari batas
Lewo kelen-Ri'an wale dengan Kiwang One-Lamalota.
Metafisika Lamaholot
"Belahan TIMUR" dari
"GUNUNG SURGA", "woka sangaburak-ile tobang dua" menegaskan
ILE BORE kekinian sebagai AWAL MULA dari PERADABAN DUNIA ("VERTIKAL")
!!!. foto copy ke dalam AWAL MULA dari KEBUDAYAAN DUNIA melalui "woka
bolen-ile hadun", ILE BOLENG yakni "GUNUNG MATAHARI". Copy
POROS-nya di mata air dalam KEDALAMAN POROS KAWAH ile boleng, yang menyebar ke
WILAYAH keilahian 'Raya Labi Ledan-Bahi Lewo 8" sebagai copy dari
"Masang Raya-Hinga Nara 0", (lokasi kekinian dari Kiwang One-Lamalota
sampai Wtihama-Orin Bele gunung"). Mengulang melalui “Ile Mandiri-Woka
Tanah Lolon” dikenal “Pou Suku Lema ( 5)-Kakang Lewo Pulo (10).
“Ile Mandiri-woka Tanah Lolon”
menjadi penunjuk pengulangan gunung Batu Allah “Ile Hadun-Woka Bolen” setelah
Banjir Nuh melalui “Sem” putra sulung Nuh (bdk. Yoseph Yapi Taum. KISAH WATO
WELE –LIA NURAT Dalam Tradisi Puisi Lisan Flores Timur. Jakarta-Yayasan Obor
Indonesia dan Yayasan Asosiasi Tradisi Lisan, 1997.hal.49-51 ) untuk memasuki
era Tertier zaman Neozikum Sedangkan “Ile Laba Lekan” di Lembata kelak menjadi
penunjuk bencana hujan api di kitab suci, yakni keluarnya Abraham dari wilayah
asal melalui bencana Lepanbatang. Dalam Mahabrata terlukis orang yang kalah
judi ("main dadu") meninggalkan wilayah itu (bdk. Stephen
Oppenheimer. “EDEN IN THE EAST The Drowned Continent of Southeast Asia”, 1998.
Penerjemah Iryani Syahrir, dkk. “EDEN IN THE EAST, SURGA DI TIMUR, Benua yang
Tenggelam di Asia Tenggara”. Jakarta-Ufuk Press, 2010. hal. 391, 392, 407),
versi banjir ikan manu di India berasal dari wilayah Matahari terbit (Nusa
Tenggara dan Maluku). Permainan Lempar Dadu (“Judi”) versi India, sedangkan
pemaknaan sekarang sebagai sebuah kompetisi (adu kehebatan). Di zaman purba adu
kehebatan dalam ketangkasan memanah di kenal dengan “Laba Lekang”.
Di Pulau Lembata secara geologis ada
gunung bernama Laba Lekang (“Ile Labalekang”). Nama gunung demikian
menggambarkan judi purba masyarakat di Kepulauan Solor, sebuah permainan purba,
dalam adu ketangkasan para pemain yang dilengkapi dengan Busur dan Panah (atau
sejenisnya) untuk memanah sasaran yang telah disepakati demi menentukan para
pemenangnya. Siapa yang dalam adu ketangkasan memanah itu, lebih banyak
mengenai (tepat memanah) sasaran maka dia yang menang/memenangi pertarungan
itu, atau akan membawa atau memiliki obyek yang dipanah atau dijadikan sasaran
panah itu atau dijadikan taruhan dalam adu ketangkasan itu.
Menelusuri makna PATI-BEDA tidak
terlepaskan dengan penyebutan kata “Hinga”, yang berawal dari Adonara mengulang
ke tempat lain (di Lamaholot) dengan sebutan seperti “Hinga Lamamengi” di
Kedang-Omesuri, juga “Lera Hinga” di Lebatuka. Begitupun di Tanjung Bunga, Epu
Tobi (“Hinga Lera Bolen”) serta tempat-tempat di Lamaholot yang megungkap kata
“Hinga”, dan atau “Nara”, juga “One”, maka sangat erat hubungan dengan “Hinga
Nara One” yang merupakan wilayah asli dari “Kia Kara Bau” dan “Kia Lali Tokan”
sebagai putra turunan dari “Pati” (“Pati Golo Ara Kia-Kia Ile Lolon”).
Sesungguhnya Kata "Raran Tuka"="Laran Tuka", merupakan nama
lain dari "Hinga".
“Hinga” pengulangan dalam
“Rarantuka” (“Larantuka”) tertelusuri dalam petualangan "Pati Golo Ara
Kia" dari "Hinga Nara One (0) bersama saudari “Hadu Bolen Teniban
Duli” ke Ile Mandiri yang kelak menurunkan keturunan Raja Larantuka dikenal
“Kerajaan Larantuka” : yakni "Kakang Lewo Pulo (10)-Pou Suku Lema (5).
Dalam pencermatan sebagai “pengulangan” wilayah kediaman cucu-cece “Adam-Eva”
setelah “Taman Surga-Kebun Firdaus” ditutup (bdk.Kejadian 3:34). Penunjuk
“pengulangan” kediaman“ cucu-cece “Adam-Eva” setelah kehilangan karunia
kegaiban kehidupan asli (terusir dari “kebun Firdaus”) melalui penyebutan
ungkapan “woka Tana Lolon-Ile Mandiri”. Makna ungkapan “woka Tana Lolon-Ile
Mandiri” bahwa “hidup di dunia nyata dalam kemandirian” (bdk. Taum, hal.
45-51).
Secara metafisis Gunung SURGA
("woka SANGA BURAK-ile TOBAN DUA") dan Gunung BATU ALLAH (woka
BOLEN-Ile HADUN"), dan Gunung MANDIRI ("woka TANAH LOLON-ile
MANDIRI") sebagai 3 GUNUNG AWAL secara BERTAHAP muncul MENJELASKAN
perkembangan ZAMAN di DUNIA (zaman Arkezoikum- zaman Paleozoikum melalui
munculnya GUNUNG SURGA !, akhir zaman Paleozoikum-awal zaman Mezoikum melalui
GUNUNG BATU ALLAH, menghilangkan Surga dengan tenggelamnya Benua Atlantis!. Zaman
akhir Mesozoikum-awal Neozoikum melalui meletusnya Belahan Barat Gunung Surga,
“Rian Wale”, terkenal dengan banjir Nuh yang menghilangkan “Kekaiseran
Atlantis”)!
Timbulnya “Ile Mandiri-woka Tanah
Lolon” sebagai pengulangan Gunung Batu Allah menegaskan akhir era Kuartiet
zaman Neozoikum-awal era Tertier zaman Neozoikum. Tahapan munculnya 3 gunung
ini dapat tercermati dalam kajian mitos oleh Paul Arndt tentang “Religion auf
Ostflores, Adonare und Solor”,1951. Penerjemah Paul Sabon Nama. “Agama Asli Di Kepulauan
Solor”, Seri Etnologi Candraditya, No.4. Puslit Candraditya-Maumere, Flores,
Cet. Ke- 2, 2009. “Falsafah dan Aktivitas Hidup Manusia di Kepulauan Solor”,
Seri Etnologi Candraditya, No. 5. Puslit Candraditya-Maumere, Flores, Cet. Ke-
1, 2003.
Sedangkan “nama” gunung Laba Lekang
(“Ile Laba Lekang”) bermakna “Ketangkasan berjudi”, penunjuk melalui Mahabrata
terlukis orang yang kalah judi ("main dadu") meninggalkan wilayah itu
(bdk. Oppenheimer hal. 391, 392, 407), versi banjir ikan manu di India berasal
dari wilayah Matahari terbit (Nusa Tenggara dan Maluku). Penunjuk lain bahwa “
di zaman purba, Ile Mandiri itu sebenarnya gunung Labalekang dan gunung
Labalekang itu sebenarnya Ile Mandiri” (B. Michael Beding & S. Indah
Lestari Beding. “LENSA FLORES TIMUR”, Rekaman Jurnalistik. Larantuka-Pemda
Tingkat II Flores Timur, NTT. 1998. hal. 3).
Akhir “era Kuartier zaman Neozoikum”
(zaman Hidup Baru) sesungguhnya hilangnya kekaiseran Atlantis dengan meletusnya
belahan Barat gunung Surga (“Rian Wale”) memasuki “era Tertier zaman Neozoikum”
dikenal dengan “Banjir Nuh”. Dalam zaman Holosen (zaman Pleitosen) terkisahkan
Zem (Putra Sulung Nuh) menggambarkan kehidupan baru dalam simbol ile Mandiri.
Sosok pengulangan “Poseidon” (“Dewa Air”), yakni “Dasi Lali Jawa” idem “Patigolo
Ara Kia” dengan saudarinya “Hadu Bolen Teniban Duli” masing-masing menikah
dengan titisan putra-putri Ile Mandiri-woka Tanah Lolon yakni “Wato Wele” dan
“Lian Nurat”. Terkisahka “Lian Nurat” menikah dengan “Hadu Bolen Teniban Duli”,
sedangkan “Patigolo Ara Kia” menikah dengan “Wato Wele” (bdk. Taum, hal. 20,
22).
Tersimpulkan bahwa “Patigolo Arakia
Ilelolon Ile Boleng Hinga” dengan saudarinya “Sabu Tanah Tukan-Tukan Tena
Lolon” yang memulai era mezosoikum mengakhiri era paleozoikum, pengulangan dalam
“Patigolo Arakia Ile Mandiri Tanah Lolon Rarantuka” (Larantuka) dengan
saudarinya “Hadu Bolen Teniban Duli”yang memulai era Tertier zaman Neozoikum.
Di era Tertier Zaman Neozoikum ini kemudian dibagi lagi menjadi dua zaman,
yaitu zaman Pleitosen dan Holosin. Zaman Pleitosen (dilluvium) berlangsung
kira-kira 600.000 tahun yang ditandai dengan adanya manusia purba (bdk. proses
babakan zaman prasejarah ini dengan Arysio Santos hal 119 s/d 132).
Setelah era Tertier Pleitosen zaman
Neozoikum memasuki era Holosen zaman Neozoikum, ditandai dengan bencana “Lepan
Batan”, yang menceraiberaiikan kembali masyarakat di ke 3 wilayah kanal bekas
kekaiseran Atlantis. Dalam Kitab Suci dapat terpahami Abraham diperintahkan
Allah untuk keluar dari negeri asal. Sepertinya setiap wilayah masyarakat adat
yang nama kampung/desa diawali dengan kata “Lama”, sesungguhnya yang “menandai”
dimulai era Holesen zaman Neozoikum. Antara lain kediaman purba “Lamahoda”, cs
(Lamahoda, Lamaile, Lamanepa, Rianhepat) di kawah “Belahan Barat gunung Surga”.
(“Rian wale”: “kawah Rian Wale terbentuk karena letusan yang mengawali letusan
gelobal berbagai gunung api untuk terjadi “Banjir Nuh” menenggelamkan
kekaiseran Atlantis, mengakhiri era Kuartier zaman Neozoikum).
Penutup
“Ola”, “Allah” (“0”) dalam bahasa Inggris “All” bermakna “Semua”, bdk. Daniel 2:47: Berkatalah raja (Nebukadnezar) kepada Daniel: "sesungguhnyalah, Allahmu itu Allah yang mengatasi segala allah dan yang berkuasa atas segala raja, dan Yang menyingkapkan rahasia-rahasia, sebab engkau telah dapat menyingkapkan rahasia itu”. Bdk. Surat Paulus kepada Umat di Korintus 15:28: “… ,supaya Allah menjadi semua di dalam semua”. Tercermati dalam koda lamaholot: “Kra'mek Ola Ama-K'mea Ola Ina”, bermakna Sumber keluhuran, kemuliaan, kesatriaan, keagungan tergambarkan dalam “keberanian”, “keperkasaan” (“kra'mek, kra'ma”) dan Induk (“sumber”) keadilan, kebenaran terlambangkan dalam warna “merah” (“k'mea, me'an”).
“Ola”, “Allah” (“0”) dalam bahasa Inggris “All” bermakna “Semua”, bdk. Daniel 2:47: Berkatalah raja (Nebukadnezar) kepada Daniel: "sesungguhnyalah, Allahmu itu Allah yang mengatasi segala allah dan yang berkuasa atas segala raja, dan Yang menyingkapkan rahasia-rahasia, sebab engkau telah dapat menyingkapkan rahasia itu”. Bdk. Surat Paulus kepada Umat di Korintus 15:28: “… ,supaya Allah menjadi semua di dalam semua”. Tercermati dalam koda lamaholot: “Kra'mek Ola Ama-K'mea Ola Ina”, bermakna Sumber keluhuran, kemuliaan, kesatriaan, keagungan tergambarkan dalam “keberanian”, “keperkasaan” (“kra'mek, kra'ma”) dan Induk (“sumber”) keadilan, kebenaran terlambangkan dalam warna “merah” (“k'mea, me'an”).
“Ile” dalam bahasa Solor (Lamaholot)
bermakna “Gunung”, “Pilar”, “Gunung Batu-Ku“, tersirat bermakna juga
“keilahian”, “kekuatan”, bdk. Samuel: 22:47: “Tuhan hidup! Terpujilah Gunung
Batu-ku, dan ditinggikanlah kiranya Allah Gunung Batu keselamatanku”. Penamaan
“Ola Ile” yang berdiam di gunung Boleng di Pulau Adonara bermakna “Allah Yang Ilahi”,
“Allah Gunung Batu keselamatanku”, Tuhan Gunung Batu-ku.
Allah Maha Mulia (Agung, Kekal,
Adil, Berkuasa) dalam kasih dan pengampunan untuk keselamatan Alam Semesta-Umat
Manusia, melalui “Koda Lamaholot” tertelusuri terungkap dalam “Nara Raya:
Masang Raya-Raya Labi Ledan” berlokasi asli di Gunung Surga Raya (“woka Sanga
Burak-Ile Tobang Dua”) yang “terbelah” kini berada di “Belahan Timur” yakni
“Ile Bore” (“Ile Helan Lango Wuyo-Tanah Laga Doni”). Tertelusuri “gunung Surga
Terbelah” oleh “Gunung Batu Allah” (“woka Bolen-ile Hadun”) mengakibatkan
“hilangnya taman firdaus” melalui “tenggelamnya benua Atlantis” di “akhir zaman
hidup menengah” (akhir zaman Mesozoikum). Maka kediaman “Nara Raya” bergeser ke
“Gunung Batu Allah” (“woka Bolen-ile Hadun”) kini dikenal dengan “gunung ile
Bolen”, maka tertelusuri “Nara Raya” dikenal dengan “Ola Nara”, sedangkan
Masang Raya-Raya Labi Ledan diungkap “Ola Ile-Ara Kia Ile Lolon” dalam diksi
“Ola Nara: Ola Ile-Ara Kia Ile lolon”.
Dengan demikian sesungguhnya
“keaslian Poros Dunia”, “Nara” (“Nara Raya”), yakni "Uak Tukan, Uma Tukan,
Wai Matan-Karo Puken". Nara one (O) dalam pemahaman angka-angka (1-9),
melalui “Hinga Nara O”: Kelen 5-Nele 5” ( lokasi asli di “gunung Surga (Raya)”
yakni “woka Sanga Burak-Ile Toban Dua” yang terbelah, "Ile Bore"
belahan Timur, yakni: “Wai Raya” (poros), simbol dari Nara Raya, Masang Raya ,
Hinga Nara O: mendialektikakan ke “Nobo-Namang” (utara) sebagai “Kelen 5”-
“Kemoti” (selatan) sebagai “Nele 5”). Dalam simbol “Air Kehidupan”: “Wai Raya, wai
matan-wai burak, wai puken-wai belen, bah wai wuring, bolak wai bolen, lein
burak wai weran, nuku wutun wure wai waiwadan”.
Kemudian bergeser ke Ile Boleng:
Nara Raya (0)-Ola Nara, Masang Raya-Raya Labi Ledan terungkap Ola Ile-Ara Kia
Ile Lolon di Poros (kahwa, puncak): membagi “Raran Dopi” sisi Barat kawah
selatan (“Ke'dan”) sebagai “Keda 7” replika Kelen 5. Sedangkan “Raran Gerakit”
sisi Timur kawah selatan (“Laka’an”) sebagai “Laka 10” replika Nele 5.
Penyatuan Langit dunia (0:“kelen 5”) dengan Bumi dunia (0:Nele 5) yakni langit
takhta-Ku-bumi tumpuan kaki-Ku: 8 (bdkYesaya 66:1, Matius 5:33-37) lokasi “ile ketogen’ne” (wilayah kahwa
selatan). Penyatuan melalui kelembutan kerendahan hari (“7” simbol eken, Kedan
7/raran Dopi) bdk. Matius 18:22. Kelak mencapai kesempurnaan melalui pergumulan
(“Laka’an”) yakni “raran gerakit” untuk mencapai-Nya (“10” simbol kesempurnaan,
yakni kembali ke satu (1) nol (0) bdk. Ulangan 6:5, Matius 5:45, Markus 12:30;
Lukas 10:27 !
Maka terungkapkan dalam keutuhan
HINGA NARA 0-BAHI LEWO 8 : KELEN WO 5-KEDA LEWO 7, NELE LEWO 5- LAKA LEWO 10
dalam posisi kekinian di setiap lereng ile Bolen, menegaskan Gunung Surga (woka
Sanga Burak-Ile Tobang Dua) dengan belahan Timur Ile Bore (Ile Helan Lango Wuyo
Tanah Laga Doni) dan belahan Barat Rian Wale dengan terusan ke Barat Bukit
Seburi (Ile Olak Laga Doni Pera Ara Kia Buri Bunga Wutun). Sedangkan Gunung
Batu Allah itu Gunung Bolen (woka Bolen-ile Hadun).
Ditempatkan munculnya 3 gunung
secara bertahap (Gunung SURGA:"woka SANGA BURAK-ile TOBAN DUA" dan
Gunung BATU ALLAH: “woka BOLEN-Ile HADUN", dan Gunung MANDIRI :"woka
TANAH LOLON-ile MANDIRI") plus gunung Laba Lekang(“Ile Laba Lekang”) untuk
MENJELASKAN perkembangan ZAMAN di DUNIA. Tertelusuri tahapan perkembangan zaman
di dunia dalam bagian pembahasan “Dialektika geologi Bumi” melalui karya Allan
Woods & Ted Grant. “Reason In Revolt”, 1995. Penerjemah Rafiq. N. “Revolusi
Berpikir dalam Ilmu Pengetahuan Moderen”. Yogyakarta-IRE Press, 2006. Sedangkan
tentang “GUNUNG SURGA TERBELAH” dapat tertelusuri melalui kajian tentang
"GUNUNG MASHU", Arysio Santos. “ATLANTIS The Lost Continent Finally
Found, The Definitive Localization of Plato's Lost Civilization” , 2005.
Penerjemah Hikma Ubaidillah: “INDONESIA TERNYATA TEMPAT LAHIR PERADABANDUNIA”.
Jakarta-Ufuk Press, 2009. hal. 491-503) Sekaligus pembuktian tempat asal-usul
bangsa Mesir dan Mesopotamia kuno bdk. https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/mencermati-10-bab-awal-kitab-kejadian-melalui-penciptaan-pohon-kehidupan-ile-bol/2041458602585376/ .
Secara estetik-metafisis terungkap
sekaligus pengulangan:
Hinga Nara 0-Bahi Lewo 8 : Kanaan Kuno
Kelen Lewo 5-Keda Lewo 7: Mesopotamia Kuno
Nele Lewo 5 -Laka Lewo 10: Mesir Kuno
DEMON, "Israel": Kanaan Kuno Wato Wele-Patigolo Arakian Hinga, Ile Mandiri-Tana Lolon (Pou Suku 5-Kakang Lewo 10).
PAJI, "Palestina": Mesir Kuno-Watan Lema & Mesopotamia Kuno-Suba Nai Leur-Wurin nai Wotan.
Hinga Nara 0-Bahi Lewo 8 : Kanaan Kuno
Kelen Lewo 5-Keda Lewo 7: Mesopotamia Kuno
Nele Lewo 5 -Laka Lewo 10: Mesir Kuno
DEMON, "Israel": Kanaan Kuno Wato Wele-Patigolo Arakian Hinga, Ile Mandiri-Tana Lolon (Pou Suku 5-Kakang Lewo 10).
PAJI, "Palestina": Mesir Kuno-Watan Lema & Mesopotamia Kuno-Suba Nai Leur-Wurin nai Wotan.
Terpahami dan terimani dalam diri
Isa Al Maseh, “Yesus Kristus” yang menegaskan diri-Nya adalah Roh dan
Kebenaran. “Aku orang yang lembut dan rendah hati, belajarlah dari pada-Ku”.
“Kasihiliah musuhmu, ampunilah tujuh (“7”) kali tujuh puluh (‘70”) kali”.
“Akulah terang, jalan, kebenaran, dan hidup kekal”. Senantiasa memampukan
setiap anak manusia (“Ata Diken”) menumbuhkan kembali “daya ingat” (“o’nem
peten pe’nuket ni’u nimun naman”) dan “kekuatan berabstraksi” (“u’hun nem nuku
hu’kut hipuk a’tenem tuka”) dalam “Roh”. Terpahami dalam ungkapan Lamaholot
“we’leok sama uyuk buno laba parak apu tobo naluk lolon, gike hala de pelate
wato lolon sama Rera daran duli”. ***
Dataran Oepoi, Kota Karang Kupang,
Tanah Timor, Sabtu 14 September 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar