Kamis, 09 April 2020

“Raya-Ola”, “Masang Raya-Ola Ile”, “Raya Labi Ledan-Ara Kia Ile Lolon”, “Roh” dalam Ilham, Estetika, Metafisika “Lamaholot”!


Oleh Chris Boro Tokan


Pendahuluan
Sesungguhnya rahasia harta karun dari seluruh alam semesta ada dalam pemahaman tentang ide rohaniah, pemaknaan kebatinan, melalui kesadaran “rasa” tentang “Roh”, napas kehidupan kosmos (alam) dan manusia (kosmis)! Ide tentang Roh (rohaniah, kebatinan), sesungguhnya nyata dalam “napas” yang terasakan sebagai awal penunjuk sumber harta karun dari seluruh alam semesta, yakni “Koda” menurut manusia Lamaholot. Dalam ungkapan ”morit koda-matanet koda”, bermakna “kehidupan-kematian seseorang semata-mata karena “Koda“, “Sabda”, “Firman”.

Napas terasakan melalui getaran karena ‘sentuhan’ bersama kebatinan, sekaligus terdengar melalui “bunyi” karena ‘gesekan’ dengan yang kebendaan. Bunyi menemui formulasi umumnya dikenal “suara”, terumus dalam ‘kata’, bahkan ‘kalimat’, bagi orang lamaholot disebut “koda ke’nalan” . Wujud nyata, raga dari suara dalam “terang- cahaya”, “lain’ne, , kakon- nawak’ke ” dalam ungkapan lamaholot, sebagai pengulangan dari “tube-mangen” (jiwa). Hidup kehidupan terjadi karena penyatuan dan pendialektikaan “tube-mangen” (jiwa) dengan “kakon-nawak” (raga) oleh “eon-mekit” (Roh).

Memahami rahasia alam (“keilahian Roh”) bertolak dari gagasan filsuf Pitagoras bahwa bilangan merupakan sesuatu yang sakral, karena bilangan yang akan menyelesaikan atau membuka rahasia-rahasia tentang Alam. Dengan demikian bagi kaum pitagorean menempatkan “keilahian Roh” pada angka “0” (“nol”) yakni “ketiadaan”. Ternyata bahwa “ketiadaan” ini bukan hanya sesuatu, tapi merupakan sesuatu yang sangat substansial yakni “Roh”. Seperti sihir ia terisi dengan energi “dari sumber yang tidak pernah kemudian kering”. Ini adalah revisi ala kosmologi dari mitos cornocopia, “mangkuk serba kecukupan” dari mitologi yunani dan irlandia, sebuah mangkuk atau panci minimun yang tidak pernah kering, seberapapun kita minum darinya. Ini adalah hadiah dari para dewa (Allan Woods & Ted Grant. “Reason In Revolt”, 1995. Penerjemah Rafiq. N. “Revolusi Berpikir dalam Ilmu Pengetahuan Moderen”. Yogyakarta-IRE Press, 2006. hal.276). Bdk. “Air Sumber Hidup”, Yohanes 7:37-39, juga ungkapan “U’aken Tukan: Waimatan-Karopuken” keyakinan suku bangsa Lamaholot.

Kehidupan dimulai dari “Roh” dalam “Terang” (“Napas-Udara”), belaskasih, kelembutan (“Air”) untuk menemukan kebenaran, “terang” (“Api”). Makna demikian secara hakiki terkandung dalam: “Masan Raya-Hinga Nara One (‘0”) dan Raya Labi Ledan-Bahi Lewo Buto (“8”) sebagai Roh (“udara, Napas”) sumber terang/kehangatan dan air kehidupan (“U’ak Tuka : Wai matan-Karo puken”). Menurunkan (“menciptakan”) langit dan pilar: “Kelen Lewo Lema (“5”)-Keda Lewo Pito (“7”) sebagai simbol perlindungan, belaskasih dalam kelembutan-kerendahan hati (“geleten helan wai-ge’raran kerubaki buran”), “warat’ te”, “Wai”, “Air”. Sedangkan “Api”, “Ape”, “Ape rera” (“pe’late ape rera, gi’ke sili lia me’an”) sebagai simbol “terang”, “kebenaran” disimbolkan melalui “Nele Lewo Lema (“5”)-Laka Lewo Pulo (“10”).
Terpahami, terimani melalui sosok “Yesus” yang mempunyai pandangan bahwa “Dia sendiri yang menjadi pusat tempat suci”. Sepertinya Tanah, tujuan dari “Perjanjian Lama” adalah tanah perjanjian: “Yerusalem Lama” ditiadakan-Nya. Kekinian dan akan datang, tujuan (“jalan”, “terang”, ”api”) bdk. Yohanes 8: 12-20, “ape rera” (“taran neki”, “rie hiku lima neki”), Timur dan tanah (“air”) bdk. Yohanes 4:6-14 , “helan wai” (“taran wanan”, “rie hiku lima wanan”), Barat seutuhnya dalam diri Yesus. Karena baik “Timur” dan “Barat” itu pada (“diri”) Yesus Kristus, sebagai tanah “Perjanjian Baru”, (“Yerusalem Baru-Lewotanah Baru”), “Uma Tukan Wai Matan-Karo Puken”, yakni Porosbermakna sumber “Air kehidupan” (bdk. Yohanes 7:37-44, bdk. Wahyu 21:6, 22:1, 17) dan “Pohon Kehidupan” (bdk. Wahyu 22:2, 19). Karena itu “Bait Allah” di Yerusalem nilainya turun dibandingkan dengan Yesus, yang tubuh-Nya adalah “bait suci” itu sendiri (Yohanes 2: 21-22), yakni yang awal dan akhir, alpha-omega (bdk. Wahyu 21:6-7).

Memahami “Roh”
Memahami “Roh” dalam Yohanes 3:8 “Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh”. Sedangkan 1 Korintus 2:10. “Karena kepada kita Allah telah menyatakannya coleh Roh, d sebab Roh menyelidiki segala sesuatu, bahkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah. Namun, Allah telah menyatakan hal-hal ini kepada kita melalui Roh karena Roh menyelidiki semua hal, bahkan kedalaman Allah”.
Raya
Masang Raya
Raya Labi Ledan
(Ungkapan, “makenen” Tri Tunggal untuk gunung Surga: "woka SANGA BURAK-ile TOBANG DUA: menegaskan PERADABAN), "Hinga Nara 0"

Ola
Ola Ile
Ara Kia Ile Lolon
(Ungkapan, “makenen” Tri Tunggal untuk gunung Matahari: "woka BOLEN-ile HADUN; menegaskan KEBUDAYAAN): “Hinga Nara 0"

Raya, Ola
Masang Raya, Ola Ile,
Raya Labi Ledan-Arakian Ile Lolon
(DIALEKTIKA peradaban & kebudayaan): “ Hinga Nara 0"
Menandai zaman arkeozoikum, Paleozoikum, Mesozoiikum: dominasi PERADABAN (kehidupan awal di gunung surga Nara O : kelen 5 (langit) -nele 5 (bumi). Pengulangan menandai zaman Neosikum: dominasi KEBUDAYAAN! ada kehidupan baru di gunung Matahari Nara O: kedan 7-laka 10, kemudian bergeser ke pantai dan pedalaman Hinga Nara 0-Bahi Lewo 8 dengan wilayah purbanya, begitupun kelen lewo 5-keda lewo 7 dan Nele Lewo 5-laka lewo 10, masing-masing dengan wilayah purba (“kuno”) bdk. https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/awal-mula-peradaban-dan-kebudayaan-dunia-dalam-adonara-nuha-nebon-melalui-pemakn/1955318984532672/.

Dengan demikian sesungguhnya “keaslian Poros Dunia”, “Nara” (“Nara Raya”), yakni "Uak Tukan, Uma Tukan, Wai Matan-Karo Puken". Nara one (O) Ola dalam pemahaman angka-angka (0-9), melalui “Hinga Nara O”: Kelen 5-Nele 5” ( lokasi asli di “gunung Surga (Raya)” yakni “woka Sanga Burak-Ile Toban Dua” yang terbelah, "Ile Bore" belahan Timur, yakni: “Wai Raya” (poros), simbol dari Nara Raya, Masang Raya , Hinga Nara O: mendialektikakan ke “Nobo-Namang” (utara) sebagai “Kelen 5”- “Kemoti” (selatan) sebagai “Nele 5”). Dalam simbol “Air Kehidupan”: “Wai Raya, wai matan-wai burak, wai puken-wai belen, bah wai wuring, bolak wai bolen, lein wai weran, nuku wutuk wure wai waiwadan” bdk. https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/4-sungai-surga-dalam-kitab-suci-asli-wai-matan-wai-kou-wai-burak-wai-wadan-di-pu/2492314774166421/.
Roh dalam Ilham (Estetika, Metafisika)
Estetika ("keindahan/kedamaian"):
mendialektika/serasi-selaraskan logika (kebenaran) dengan etika (kebaikan).
Metafisika menjadi puncak keindahan, keagungan, keluhuran Estetika!

Mengutamakan logika, menjadi ego
Mengutamakan etika menjadi lugu
Ketiadaan estetika menjadi ngongo

Jangan terlalu idealistis supaya tidak utopis
Jangan terlalu etetik supaya tidak pragmatis
Utopis dan pragmatis itu karena berlagak

Berlagak seperti orang sudah tau
Berlagak macam orang berada
Pengetahuan supaya berada itu dalam damai

Berpengetahuan melalui merawat daya ingat
Berkeberadaan dengan mengembangkan daya abstraksi
Daya ingat dan daya abstarksi melalui ketekunan berdoa

Berdoa bagi generasi kekinian
Bersemedi bagi generasi kemarin
Bertapa bagi generasi tempo dulu

Berdoa, berpuasa, bertobat agar mencapai estetika
Estetika untuk menuju metafisika
Metafisika itu keagungan, keluhuran

Keagungan itu menjadi keluhuran leluhur
Leluhur menyatu ReraWulan-TanahEkan
Dialektik Lelulur-ReraWulan-TanahEkan: Lewo-Tanah!

LewoTanah itu sesungguhnya Salib Atlantis
Salib Atalntis itu sesungguhnya Kosmogram Atlantis
Bintang Salib di kutub selatan katulistiwa arah timur tenggara

Salib Atlantis-Kosmogram Atlantis
India dengan Sepasang pilar di Timur sepasang pilar di Barat
Pilar ke lima menjadi Poros

Salib Atlantis-Kosmogram Atlantis
Mesir dengan Piramida
Cina dengan Yin-Yan

Salib Atlantis-Kosmogram Atalantis
Israel dengan sepasang pilar, dua loh batu
Sepuluh perintah Allah

Salib Atlantis-Kosmogram Atlantis
Yunani dengan filsafat Alam dan Dua Dunia
Logika-Etika: Estetika

Salib Atlantis-Kosmogram Atlantis
Roma menjadikan filsafat Barat: Salib Kristus
Arab menjadikan filsafat Timur: Bulan Bintang

Salib Atlantis-Kosmogram Atlantis
Dunia moderen menjadikan ilmu pengetahuan
Bung Karno menggalinya menjadi Pancasila!

Pancsila Lamaholot,
terpahami melalui MISTERI makna asli angka-angka
dalam SALIB ATLANTIS-KOSMOGRAM ATLANTIS, LEWOTANAH

0 = Poros Salib (Nara 0: Uak Tukan)
1 = Ujung Utara Salib (Kelen: Koten)
2 = Ujung Selatan Salib (Nele: Lein)
3 = Uaken Telo-Kahan Ehan (terintegrasi di Poros Salib)
4 = Lewo ( 4 penjuru : sepasang pilar Timur-Barat) : manusia ilahi
5 = Tanah (pilar ke 5, juga sesungguhnya poros: manusia
nyata karena tercipta sesuai citra-NYA!
Dalam pemaknaan yang hakiki dengan sila-sila PANCASILA sebagai rumusan kesempurnaan bahasa Roh Kudus ("METAFISIKA) , melalui kelima silanya Ketuhanan (sila 1)supaya semakin nyata berwujud dalam makna kemanusiaan (sila 2), peradaban, vertikal. Keadilan sosial (sila 5) senantiasa semakin nyata tercapai dalam kerakyatan yang berdemokrasi (sila 4), kebudayaan, horisontal. Saling dialektik terintegralistik (Persatuan) supaya sinergik (sila 3): CintaKasih, sebagai poros salib!!!, Allah Tri Tunggal maha pencipta, penguasa, pelindung, pengasih makrokosmos-mikrokosmis (alam semesta-manusia). Cross alam semesta (makrokosmos) vertikal dengan manusia (mikrokosmis) horisontal: SALIB! Salib hidup kehidupan!
Berdoa, berpuasa, bertobat (“hidup baru”)
Selalu membangun dan merawat "daya Ingat" ("Berdoa, berpuasa, bertobat") melalui “o’nem peten pe’nuket ni’u nimun naman” untuk memperbarui hidup kehidupan ("Hidup Baru"). Hidup kehidupan baru yang berkemampuan "daya Abstraksi" yakni “u’hun nem nuku hu’kut hipuk a’tenem tuka” dalam menegakan kebenaran dengan berbuat kebaikan. Kehidupan baru selalu berusaha membiasakan hal-hal yang benar dalam "kebajikan & kebijakan", sehingga bukan membenarkan kebiasaan yang salah.
Peten maan onem nimun
Hukut hipuk uhun nem tukan
Koda mean-Kirin buran
Mean sililia-Buran kerubaki

Merenungi di kedalaman rasa hati
Menemukan dalam nurani terdalam
Sabda kebenaran-Firman Kebaikan
Kebenaran hakiki Kebaikan Mulia

Koda Pelate-Keni'kin
Kirin dike ti a'ke dike daan
Pelatin di' gike di'kin kuran
Keni'kin di' a'ke gike late!!!

Merawat daya ingat (IDENTITAS) dan mengembangkan daya abstraksi (EKSISTENSI) melalui BERDOA, BERPUASA, BERTOBAT ("MANUSIA TERBARUKAN"). Menjadikan sosok Yesus Kristus, Isa Al Maseh di setiap jalan kehidupan sebagai penganugerahan pembaruan kesederhanaan kehidupan setiap umat. Kesederhanaan melalui hidup berkerendahan dan berkelembutan hati setiap insan, menjadikan kegembiraan dan sukacita dalam damai sejahtera kehidupan bersama sesama dan alam semesta (bdk. Matius 5:45). Maka melalui kekuatan berdoa memampukan berhati-hati dan berjaga-jaga dalam menunggu kedatangan-Nya. Karena setiap waktu Tuhan datang, segala kemungkinan bagi-Nya untuk setiap insan di bumi. Seperti maut itu datang ibarat pencuri datang waktu malam hari. Maka setiap insan harus mengakui kesalahan dan dosa, selalu bermawas diri dalam pertobatan. Karena pemulihan berkat dan rahmat kehidupan senantiasa pasti terjadi setiap saat bagi orang yang berjaga-jaga dan bertobat dari segala dosa dalam kehidupannya (bdk. Markus 13:33-37).

"Membiasakan hal yang benar! (angka 6) "menengada" dengan berbuai baik! (angka 9) "menunduk". Bukan membenarkan kebiasaan yang salah, "parisi" dalam hidup kehidupan.
"Menengada" ke atas itu sesungguhnya "menabur", menegakan “kebenaran” dalam simbol angka 6, "memohon restu" sang pemilik kehidupan untuk yang ditabur itu tumbuh (dalam simbol kelak muncul pucuk, menjadi daun) batang, daun pohon itu menggapai "langit" (“lolon gere goe gapak rera-wulan”)! Sedangkan "menunduk" ke bawah itu "menyebar" ke tanah/bumi, dalam simbol "angka 9", fokus untuk yang tertabur itu "membumi" (dalam simbol kelak mengakar), "akar"nya”)! menjalar/menyebar ke dalam "dasar" nya bumi/tanah (“ramu’te lodo buno parak tanah-ekan”)!
Supaya "angka 6" dengan "angka 9" itu menyatu ("angka 8"), "tumbuh" (angka 6) dan berakar (angka 9) supaya berbentuk/menghasilkan buah maka harus lembut, rendah hati yang sesungguhnya ("bukan parisi, parasit") dengan mengasih-mengampuni, kerahiman-kemurahan 7x 70 x ("angka 7") diseluruh hidup kehidupan dengan sesama di.dalam menegakan kebenaran "dalam pikiran dan berbuat kebaikan" untuk menjadi kedamaian, ketentraman, keluhuran (angka 1 nol, yakni "10"). "Membiasakan hal yang benar! (angka 6) "menengada" dengan berbuai baik! (angka 9) "menunduk". Bukan membenarkan kebiasaan yang salah, "parisi" dalam hidup kehidupan.
Demikian penjelasan dalam simbol "flora"!, simbol sepasang insan manusia ("angka 6" untuk pria dengan "angka 9" untuk wanita) yang menyatu dalam hidup berumah tangga! Senantiasa berproses hidup kehidupan merawat daya ingat: “o’nem peten pe’nuket ni’u nimun naman” (“IDENTITAS”) dan mengembangkan daya abstraksi : “u’hun nem nuku hu’kut hipuk a’tenem tuka” (EKSISTENSI) melalui BERDOA, BERPUASA, BERTOBAT ("MANUSIA TERBARUKAN").

Sesungguhnya seluruh spirit Hukum Taurat dan Kitab para Nabi termaktub dalam Ulangan 6:5 dan Imamat 19:18 disebutkan Yesus sebagai "Hukum yang Besar dan yang Terutama". Demikian penegasan dalam Matius 22:36-40, "Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?" (ayat 36). Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi." (ayat 37-40).

Injil Matius 5:45 “Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar” (“pelate ape rera-geleten helan wai” untuk semua anak Lewotanah), hendak menuntun setiap umat pilihan Allah dalam memancangtegakan, “Eken Matan Pito” (simbol “gala rerawulan”, yakni “gada besi” dalam Kitab Suci) bersama “Nuba” (simbol “Batu Penjuru” dalam Kitab Suci) demi keselamatan seluruh alam semesta dan seluruh umat manusia tersimbol dalam “Lewo-Tanah”.

Dalam kelembutan dan kerendahan hati (melalui berbuat “kebaikan”, “geleten helan wai”, “liukan cahaya”) untuk menghadapi dan menghancurkan kegelapan dunia, “setan-iblis” (dengan menegakan “kebenaran”, “pelate ape rera”, “keuatan terang”). Kekuatan terang (“ape rera”) untuk menyadarkan “orang-orang fasik” dalam “kegelapan dunia mereka” untuk kembali ke “pelate ape rera” (“terang”) dengan hidup berkerendahan hati yakni “geleten helan wai” dalam “diken da’an” yakni “apa ada-nya”, “kesederhanaan”. Karena dalam “kesederhanaan” senantiasa menuntun dan membentuk “Ata Diken”, anak manusia untuk menjalani hidup kehidupan dalam “kasih “ sejati terspiritkan melalui “pelate ape rera, geleten helan wai” (bdk. Matius 5:45).
"Pelate ape rera, Geleten helan wai” menjadi “kasih sejati”; “soron hode” ("berterimakasih", "memberi-menerima" !) dalam berlewotanah sesuai spirit injil Matius 5:45, sesungguhnya menjadi “sangat magis” (“gike sili lia mean”), kekuatan kebenaran, kesatriaan dan “sangat sakral” (“geraran keru baki buran”), keluhuran kebaikan, kesucian. Karena “pelate ape rera, gike sili lia mean membuat seseorang kokoh, tangguh, kuat, dasyat (“tuben ne me’kah”) karena kebaikan, kelembutan hatinya (“kirin senaren”) dalam hidup kehidupannya.

Sedangkan “geleten helan wai” menjadikan seseorang selamat, mulia, agung (“niu’ken niu”) karena keteguhan sikap terhadap kebenaran (“koda’n muren”). Namun sebaliknya apabila “koda’n nalan” (“bersikukuh dalam ketidakbenaran”) maka “geleten helan wai” dengan kesakralannya (“geraran keru baki buran”) membekukan alirah darah kehidupannya (“niu’ke mata’na uhun’ne bolak’ka”). Bertahan dalam ketidakbaikan (“kirin daten”) maka “pelate ape rera” dengan kemagisan (“gike sili lia mean”) menghanguskan aliran darah kehidupannya (“tuben ne me’keh, aten putuk’kah”).

“Roh” pendialektika “Langit & Bumi”
Penyebutan “Woka Sanga Burak-Ile Tobang Dua”, “Woka Bolen-Ile Hadun”, “Woka Tanah Lolon-Ile Mandiri”, tertemukan dalam “Religion auf Ostflores, Adonare und Solor” 1951, karya Paul Arndt, SVD, diterjemahkan oleh Paulus Sabon Nama diterbitkan Puslit Candraditya Maumere, dalam judul “Falsafah dan Aktifitas Hidup Manusia di Kepulauan Solor” 2003, hal. 128-129, 146. Begitupun “Pati-Beda” ditemukan pengungkapan hampir di seluruh BAB pembahasan dalam buku karya Paul Arndt itu, yakni melalui kisah mitos-mitos tentang Manusia (hal.2-92), Alam dan Dunia (hal.93-166), Tindakan-Tindakan Kultis (hal 167-298), Perolehan dan Pemilikan Tanah (hal.299-320) di wilayah itu.

Mengedepankan “Woka Sanga Burak-Ile Tobang Dua”, “Woka Bolen-Ile Hadun”, “Woka Tanah Lolon-Ile Mandiri” menjadi simbol “Alam”, “Peradaban”. Sedangkan “Pati-Beda” menjadi simbol “Manusia”, “Kebudayaan”. Dua simbol ini membantu pemahaman pemaknaan ALLAH dan TUHAN dalam makna LEWOTANAH. ALLAH, “Alap'pet” (Penguasa), Peradaban, VERTIKAL=Alam (RerawulanTanahEkan), Cosmoscentris/Makro Sentris. Sedangkan TUHAN, “Tenu’e” (Tertua), Kebudayaan, HORISONTAL, Manusia (Ata Diken), Anthropocentris/Mikro Sentris. Terpahami “ujung”nya dalam raga YESUS sebagai penyempurnaan manusia awal Adam dalam Kitab Suci. Maka antara lain Yesus disebutkan sebagai Adam "baru" menebus dosa dan segala akibat yang dibuat Adam "Lama". VERTIKAL, Alam (Rerawulan Tanah Ekan), Peradaban dialektik HORISONTAL, Manusia (Ata Diken), Kebudayaan: “LEWOTANAH”, “SALIB” (bdk. Yohanes 3: 13-17, Filipi 2:6-11, Bilangan 21:4-9, Roma 5:12–21, 1 Korintus 15:22).

"Berkatalah raja (Nebukadnezar) kepada Daniel:"sesungguhnya, Allahmu itu Allah yang mengatasi segala allah dan Yang berkuasa atas segala raja, dan Yang menyingkapkan rahasia-rahasia, sebab engkau telah dapat menyingkapkan rahasia itu (Daniel 2:47). Sedangkan dalam Kitab Samuel 22:47 “TUHAN hidup! Terpujilah GUNUNG BATU-ku, dan ditinggikanlah kiranya Allah GUNUNG BATU keselamatanku”. Terpahami “Roh” adalah pengetahuan Alam mengenai dirinya sendiri. Dengan demikian, alam bukanlah sesuatu yang asing atau terpisah dari kesadaran atau Roh. Kalau proses pengetahuan Alam melalui Roh itu mencapai tujuannya, bahkan bisa dikatakan Alam identik dengan Roh karena Alam adalah Roh yang tampak dan Roh adalah Alam yang tampak. Alam sebagai makrokosmos, Manusia sebagai mikrokosmis: di atas adalah Roh: atau di atas langit ada langit. Tertelusuri takhta Allah, Yahweh bersifat supra alami, “langit” (Yesaya 66:1; bdk. Matius 5:34-35), tapi oleh kasih-Nya Ia merendahkan diriNya bersemayam di atas kerubim (bdk. 1 Sam 4:4), di “bumi” (bdk. Yohanes 3: 13-17, Filipi 2:6-11).
Gen, “turunan” dalam kegaiban melalui “simbol” unsur “air-udara-api-tanah”, terdialektika dalam kisah awal mula semesta dipenuhii “air” dalam kegelapan yang diliputi bayangan sinyal-cahaya sebagai roh Allah (“udara”) yang melayang-layang di atas dengan kehangatan (“api”), menggambarkan keadaan semesta pada awalnya. Keadaan semesta pada awalnya dalam proses pembentukan massa semesta, dikenal sebagai manusia alam gaib dengan nama Masan Raya. Sedangkan Massa Benua dikenal dengan nama Masan Doni dalam unsur maskulin, Peni Masan dalam unsur feminin. Era pemecahan massa benua dikenal dengan Laga Doni dalam unsur maskulin, Peni Dai Nuli Bolakdalam unsur feminin.
Dialektika langit (“Rera Wulan”) simbol jiwa, “tuben mangen” dengan bumi (“Tanah Ekan”) simbol raga, “kakon nawak” oleh surga (“Ua’ken Tukan”) simbol Roh, “eon mekit”, dapat terpahami: Pertama, Roh Allah. Roh Allah jelas menunjuk Roh-Nya Allah yang sama dengan Roh Kudus. Dalam hal ini kita tidak boleh membedakan secara mutlak antara Roh Allah dengan Allah sendiri, sebab Roh Allah adalah Roh-Nya sendiri. Ini satu-satunya keistimewaan yang tidak dimiliki siapapun. Ini hanya dimiliki Allah Bapa (Theos), yang empunya kuasa, kemuliaan dan Kerajaan. Bapa (Theos) ada di tempat yang tidak terhampiri, tetapi Roh-Nya hadir di mana-mana. Inilah yang dimaksud Tuhan Yesus dalam Yohanes 4:24, “Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran.” Bapa (“Theos”) adalah Roh, dan Roh-Nya melingkupi seluruh jagad raya ini tak terbatas (“0”). Roh sesungguhnya ada di mana-mana namun tidak ke mana-mana (“pendialektika”).

Kedua, roh Kristus. Roh Kristus dalam konteks ini (Roma 8) belum tentu menunjuk kepada pribadi Yesus. Dalam bagian lain dalam Alkitab terdapat kata Roh Yesus (Kis. 16:7; Flp. 1:9). Roh Yesus jelas sekali menunjuk kepada Pribadi Tuhan Yesus sendiri; di mana Yesus turun dari surga untuk melakukan tindakan khusus. Tetapi roh Kristus menunjuk kepada hasrat atau gairah yang ada pada Yesus. Kristus artinya yang diurapi. Dalam hal ini, roh Kristus tidak menunjuk kepada Pribadi Yesus, tetapi kepada pengurapan-Nya, yaitu spirit atau gairah-Nya sebagai “yang diurapi”. Di dalam roh Kristus juga terdapat kecerdasan, hikmat dan kepenuhan karunia-karunia Roh Kudus.

Roma 8:9 tertulis: Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam di dalam kamu. Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus. “Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam di dalam kamu. Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik-Nya”. Bukan milik-Nya di sini berarti bukan milik Allah, berarti pula bukan milik Tuhan Yesus, tidak dalam kekuasaan spirit atau gairah seperti yang ada pada Tuhan Yesus.
Simbol geografis DUNIA, BUMI ("Tanah Ekan") merupakan copy dari LANGIT ("ReraWulan"): dalam awal mula "woka sanga burak-ile tobang dua", "GUNUNG SURGA" (awal mula terang-kebuh firdaus), menempatkan VERTIKAL yakni RERAWULAN ("ke'len 5")"Nobo-Namang" (UTARA) -TANAHEKAN ("ne'le 5") "Kemoti" (SELATAN), dengan "ALLAH'pet" ("MASA NG RAYA-HINGA NARA O") "Wai Raya" (POROS), sebagai "Ua’ken Tukan: waimatan-karopuken": "sumber hidup-kehidupan DUNIA, poros dari BENUA ATLANTIS ("ADONARA") "yang hilang" itu.

Benua ATLANTIS ("ADONARA") "yang hilang" itu ("Taman firdaus/Kebun Firdaus yang hilang) karena dosa sepasang manusia ilahi ("Nara") yang merupakan copy diri dari "MASANG RAYA", dalam Kitab Suci dikenal "Adam-Eva" sebagai MANUSIA ("ke'len 5")"Nobo-Namang" (UTARA) -TANAHEKAN ("ne'le 5") "Kemoti" (SELATAN)". Hilangnya benua di akhir zaman mezosoikum. Muncul "woka bolen-ile hadun", ILE BOLENG yakni "GUNUNG MATAHARI" membelah"GUNUNG SURGA" "woka sangaburak-ile tobang dua".
Maka"Belahan TIMUR" dari "GUNUNG SURGA", "woka sangaburak-ile tobang dua" menegaskan ILE BORE kekinian sebagai AWAL MULA dari PERADABAN DUNIA ("VERTIKAL") !!!. foto copy ke dalam AWAL MULA dari KEBUDAYAAN DUNIA melalui "woka bolen-ile hadun", ILE BOLENG yakni "GUNUNG MATAHARI". Copy POROS-nya di mata air dalam KEDALAMAN POROS KAWAH ile boleng, yang menyebar ke WILAYAH keilahian 'Raya Labi Ledan-Bahi Lewo 8" sebagai copy dari "Masang Raya-Hinga Nara 0", (lokasi kekinian dari Kiwang One-Lamalota sampai Wtihama-Orin Bele gunung"). Copy SELATAN-nya pada "RARAN GERAKIT" ("laka 10": lokasi kekinian dari batas Witihama-Orin bele gunung sampai batas dengan Lewo kelen-Ri'an wale). Sedangkan copy -UTARA-nya "RARAN DOPI ("ke'dan 7" dan Ile Hana ne Wana/Rian wale belahan BARAT dari GUNUNG SURGA YANG TERBELAH), lokasi kekinian dari batas Lewo kelen-Ri'an wale dengan Kiwang One-Lamalota.

Metafisika Lamaholot
"Belahan TIMUR" dari "GUNUNG SURGA", "woka sangaburak-ile tobang dua" menegaskan ILE BORE kekinian sebagai AWAL MULA dari PERADABAN DUNIA ("VERTIKAL") !!!. foto copy ke dalam AWAL MULA dari KEBUDAYAAN DUNIA melalui "woka bolen-ile hadun", ILE BOLENG yakni "GUNUNG MATAHARI". Copy POROS-nya di mata air dalam KEDALAMAN POROS KAWAH ile boleng, yang menyebar ke WILAYAH keilahian 'Raya Labi Ledan-Bahi Lewo 8" sebagai copy dari "Masang Raya-Hinga Nara 0", (lokasi kekinian dari Kiwang One-Lamalota sampai Wtihama-Orin Bele gunung"). Mengulang melalui “Ile Mandiri-Woka Tanah Lolon” dikenal “Pou Suku Lema ( 5)-Kakang Lewo Pulo (10).

“Ile Mandiri-woka Tanah Lolon” menjadi penunjuk pengulangan gunung Batu Allah “Ile Hadun-Woka Bolen” setelah Banjir Nuh melalui “Sem” putra sulung Nuh (bdk. Yoseph Yapi Taum. KISAH WATO WELE –LIA NURAT Dalam Tradisi Puisi Lisan Flores Timur. Jakarta-Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan Asosiasi Tradisi Lisan, 1997.hal.49-51 ) untuk memasuki era Tertier zaman Neozikum Sedangkan “Ile Laba Lekan” di Lembata kelak menjadi penunjuk bencana hujan api di kitab suci, yakni keluarnya Abraham dari wilayah asal melalui bencana Lepanbatang. Dalam Mahabrata terlukis orang yang kalah judi ("main dadu") meninggalkan wilayah itu (bdk. Stephen Oppenheimer. “EDEN IN THE EAST The Drowned Continent of Southeast Asia”, 1998. Penerjemah Iryani Syahrir, dkk. “EDEN IN THE EAST, SURGA DI TIMUR, Benua yang Tenggelam di Asia Tenggara”. Jakarta-Ufuk Press, 2010. hal. 391, 392, 407), versi banjir ikan manu di India berasal dari wilayah Matahari terbit (Nusa Tenggara dan Maluku). Permainan Lempar Dadu (“Judi”) versi India, sedangkan pemaknaan sekarang sebagai sebuah kompetisi (adu kehebatan). Di zaman purba adu kehebatan dalam ketangkasan memanah di kenal dengan “Laba Lekang”.

Di Pulau Lembata secara geologis ada gunung bernama Laba Lekang (“Ile Labalekang”). Nama gunung demikian menggambarkan judi purba masyarakat di Kepulauan Solor, sebuah permainan purba, dalam adu ketangkasan para pemain yang dilengkapi dengan Busur dan Panah (atau sejenisnya) untuk memanah sasaran yang telah disepakati demi menentukan para pemenangnya. Siapa yang dalam adu ketangkasan memanah itu, lebih banyak mengenai (tepat memanah) sasaran maka dia yang menang/memenangi pertarungan itu, atau akan membawa atau memiliki obyek yang dipanah atau dijadikan sasaran panah itu atau dijadikan taruhan dalam adu ketangkasan itu.

Menelusuri makna PATI-BEDA tidak terlepaskan dengan penyebutan kata “Hinga”, yang berawal dari Adonara mengulang ke tempat lain (di Lamaholot) dengan sebutan seperti “Hinga Lamamengi” di Kedang-Omesuri, juga “Lera Hinga” di Lebatuka. Begitupun di Tanjung Bunga, Epu Tobi (“Hinga Lera Bolen”) serta tempat-tempat di Lamaholot yang megungkap kata “Hinga”, dan atau “Nara”, juga “One”, maka sangat erat hubungan dengan “Hinga Nara One” yang merupakan wilayah asli dari “Kia Kara Bau” dan “Kia Lali Tokan” sebagai putra turunan dari “Pati” (“Pati Golo Ara Kia-Kia Ile Lolon”). Sesungguhnya Kata "Raran Tuka"="Laran Tuka", merupakan nama lain dari "Hinga".

“Hinga” pengulangan dalam “Rarantuka” (“Larantuka”) tertelusuri dalam petualangan "Pati Golo Ara Kia" dari "Hinga Nara One (0) bersama saudari “Hadu Bolen Teniban Duli” ke Ile Mandiri yang kelak menurunkan keturunan Raja Larantuka dikenal “Kerajaan Larantuka” : yakni "Kakang Lewo Pulo (10)-Pou Suku Lema (5). Dalam pencermatan sebagai “pengulangan” wilayah kediaman cucu-cece “Adam-Eva” setelah “Taman Surga-Kebun Firdaus” ditutup (bdk.Kejadian 3:34). Penunjuk “pengulangan” kediaman“ cucu-cece “Adam-Eva” setelah kehilangan karunia kegaiban kehidupan asli (terusir dari “kebun Firdaus”) melalui penyebutan ungkapan “woka Tana Lolon-Ile Mandiri”. Makna ungkapan “woka Tana Lolon-Ile Mandiri” bahwa “hidup di dunia nyata dalam kemandirian” (bdk. Taum, hal. 45-51).
Secara metafisis Gunung SURGA ("woka SANGA BURAK-ile TOBAN DUA") dan Gunung BATU ALLAH (woka BOLEN-Ile HADUN"), dan Gunung MANDIRI ("woka TANAH LOLON-ile MANDIRI") sebagai 3 GUNUNG AWAL secara BERTAHAP muncul MENJELASKAN perkembangan ZAMAN di DUNIA (zaman Arkezoikum- zaman Paleozoikum melalui munculnya GUNUNG SURGA !, akhir zaman Paleozoikum-awal zaman Mezoikum melalui GUNUNG BATU ALLAH, menghilangkan Surga dengan tenggelamnya Benua Atlantis!. Zaman akhir Mesozoikum-awal Neozoikum melalui meletusnya Belahan Barat Gunung Surga, “Rian Wale”, terkenal dengan banjir Nuh yang menghilangkan “Kekaiseran Atlantis”)!

Timbulnya “Ile Mandiri-woka Tanah Lolon” sebagai pengulangan Gunung Batu Allah menegaskan akhir era Kuartiet zaman Neozoikum-awal era Tertier zaman Neozoikum. Tahapan munculnya 3 gunung ini dapat tercermati dalam kajian mitos oleh Paul Arndt tentang “Religion auf Ostflores, Adonare und Solor”,1951. Penerjemah Paul Sabon Nama. “Agama Asli Di Kepulauan Solor”, Seri Etnologi Candraditya, No.4. Puslit Candraditya-Maumere, Flores, Cet. Ke- 2, 2009. “Falsafah dan Aktivitas Hidup Manusia di Kepulauan Solor”, Seri Etnologi Candraditya, No. 5. Puslit Candraditya-Maumere, Flores, Cet. Ke- 1, 2003.
Sedangkan “nama” gunung Laba Lekang (“Ile Laba Lekang”) bermakna “Ketangkasan berjudi”, penunjuk melalui Mahabrata terlukis orang yang kalah judi ("main dadu") meninggalkan wilayah itu (bdk. Oppenheimer hal. 391, 392, 407), versi banjir ikan manu di India berasal dari wilayah Matahari terbit (Nusa Tenggara dan Maluku). Penunjuk lain bahwa “ di zaman purba, Ile Mandiri itu sebenarnya gunung Labalekang dan gunung Labalekang itu sebenarnya Ile Mandiri” (B. Michael Beding & S. Indah Lestari Beding. “LENSA FLORES TIMUR”, Rekaman Jurnalistik. Larantuka-Pemda Tingkat II Flores Timur, NTT. 1998. hal. 3).

Akhir “era Kuartier zaman Neozoikum” (zaman Hidup Baru) sesungguhnya hilangnya kekaiseran Atlantis dengan meletusnya belahan Barat gunung Surga (“Rian Wale”) memasuki “era Tertier zaman Neozoikum” dikenal dengan “Banjir Nuh”. Dalam zaman Holosen (zaman Pleitosen) terkisahkan Zem (Putra Sulung Nuh) menggambarkan kehidupan baru dalam simbol ile Mandiri. Sosok pengulangan “Poseidon” (“Dewa Air”), yakni “Dasi Lali Jawa” idem “Patigolo Ara Kia” dengan saudarinya “Hadu Bolen Teniban Duli” masing-masing menikah dengan titisan putra-putri Ile Mandiri-woka Tanah Lolon yakni “Wato Wele” dan “Lian Nurat”. Terkisahka “Lian Nurat” menikah dengan “Hadu Bolen Teniban Duli”, sedangkan “Patigolo Ara Kia” menikah dengan “Wato Wele” (bdk. Taum, hal. 20, 22).

Tersimpulkan bahwa “Patigolo Arakia Ilelolon Ile Boleng Hinga” dengan saudarinya “Sabu Tanah Tukan-Tukan Tena Lolon” yang memulai era mezosoikum mengakhiri era paleozoikum, pengulangan dalam “Patigolo Arakia Ile Mandiri Tanah Lolon Rarantuka” (Larantuka) dengan saudarinya “Hadu Bolen Teniban Duli”yang memulai era Tertier zaman Neozoikum. Di era Tertier Zaman Neozoikum ini kemudian dibagi lagi menjadi dua zaman, yaitu zaman Pleitosen dan Holosin. Zaman Pleitosen (dilluvium) berlangsung kira-kira 600.000 tahun yang ditandai dengan adanya manusia purba (bdk. proses babakan zaman prasejarah ini dengan Arysio Santos hal 119 s/d 132).

Setelah era Tertier Pleitosen zaman Neozoikum memasuki era Holosen zaman Neozoikum, ditandai dengan bencana “Lepan Batan”, yang menceraiberaiikan kembali masyarakat di ke 3 wilayah kanal bekas kekaiseran Atlantis. Dalam Kitab Suci dapat terpahami Abraham diperintahkan Allah untuk keluar dari negeri asal. Sepertinya setiap wilayah masyarakat adat yang nama kampung/desa diawali dengan kata “Lama”, sesungguhnya yang “menandai” dimulai era Holesen zaman Neozoikum. Antara lain kediaman purba “Lamahoda”, cs (Lamahoda, Lamaile, Lamanepa, Rianhepat) di kawah “Belahan Barat gunung Surga”. (“Rian wale”: “kawah Rian Wale terbentuk karena letusan yang mengawali letusan gelobal berbagai gunung api untuk terjadi “Banjir Nuh” menenggelamkan kekaiseran Atlantis, mengakhiri era Kuartier zaman Neozoikum).
Penutup

“Ola”, “Allah” (“0”) dalam bahasa Inggris “All” bermakna “Semua”, bdk. Daniel 2:47: Berkatalah raja (Nebukadnezar) kepada Daniel: "sesungguhnyalah, Allahmu itu Allah yang mengatasi segala allah dan yang berkuasa atas segala raja, dan Yang menyingkapkan rahasia-rahasia, sebab engkau telah dapat menyingkapkan rahasia itu”. Bdk. Surat Paulus kepada Umat di Korintus 15:28: “… ,supaya Allah menjadi semua di dalam semua”. Tercermati dalam koda lamaholot: “Kra'mek Ola Ama-K'mea Ola Ina”, bermakna Sumber keluhuran, kemuliaan, kesatriaan, keagungan tergambarkan dalam “keberanian”, “keperkasaan” (“kra'mek, kra'ma”) dan Induk (“sumber”) keadilan, kebenaran terlambangkan dalam warna “merah” (“k'mea, me'an”).

“Ile” dalam bahasa Solor (Lamaholot) bermakna “Gunung”, “Pilar”, “Gunung Batu-Ku“, tersirat bermakna juga “keilahian”, “kekuatan”, bdk. Samuel: 22:47: “Tuhan hidup! Terpujilah Gunung Batu-ku, dan ditinggikanlah kiranya Allah Gunung Batu keselamatanku”. Penamaan “Ola Ile” yang berdiam di gunung Boleng di Pulau Adonara bermakna “Allah Yang Ilahi”, “Allah Gunung Batu keselamatanku”, Tuhan Gunung Batu-ku.
Allah Maha Mulia (Agung, Kekal, Adil, Berkuasa) dalam kasih dan pengampunan untuk keselamatan Alam Semesta-Umat Manusia, melalui “Koda Lamaholot” tertelusuri terungkap dalam “Nara Raya: Masang Raya-Raya Labi Ledan” berlokasi asli di Gunung Surga Raya (“woka Sanga Burak-Ile Tobang Dua”) yang “terbelah” kini berada di “Belahan Timur” yakni “Ile Bore” (“Ile Helan Lango Wuyo-Tanah Laga Doni”). Tertelusuri “gunung Surga Terbelah” oleh “Gunung Batu Allah” (“woka Bolen-ile Hadun”) mengakibatkan “hilangnya taman firdaus” melalui “tenggelamnya benua Atlantis” di “akhir zaman hidup menengah” (akhir zaman Mesozoikum). Maka kediaman “Nara Raya” bergeser ke “Gunung Batu Allah” (“woka Bolen-ile Hadun”) kini dikenal dengan “gunung ile Bolen”, maka tertelusuri “Nara Raya” dikenal dengan “Ola Nara”, sedangkan Masang Raya-Raya Labi Ledan diungkap “Ola Ile-Ara Kia Ile Lolon” dalam diksi “Ola Nara: Ola Ile-Ara Kia Ile lolon”.

Dengan demikian sesungguhnya “keaslian Poros Dunia”, “Nara” (“Nara Raya”), yakni "Uak Tukan, Uma Tukan, Wai Matan-Karo Puken". Nara one (O) dalam pemahaman angka-angka (1-9), melalui “Hinga Nara O”: Kelen 5-Nele 5” ( lokasi asli di “gunung Surga (Raya)” yakni “woka Sanga Burak-Ile Toban Dua” yang terbelah, "Ile Bore" belahan Timur, yakni: “Wai Raya” (poros), simbol dari Nara Raya, Masang Raya , Hinga Nara O: mendialektikakan ke “Nobo-Namang” (utara) sebagai “Kelen 5”- “Kemoti” (selatan) sebagai “Nele 5”). Dalam simbol “Air Kehidupan”: “Wai Raya, wai matan-wai burak, wai puken-wai belen, bah wai wuring, bolak wai bolen, lein burak wai weran, nuku wutun wure wai waiwadan”.
Kemudian bergeser ke Ile Boleng: Nara Raya (0)-Ola Nara, Masang Raya-Raya Labi Ledan terungkap Ola Ile-Ara Kia Ile Lolon di Poros (kahwa, puncak): membagi “Raran Dopi” sisi Barat kawah selatan (“Ke'dan”) sebagai “Keda 7” replika Kelen 5. Sedangkan “Raran Gerakit” sisi Timur kawah selatan (“Laka’an”) sebagai “Laka 10” replika Nele 5. Penyatuan Langit dunia (0:“kelen 5”) dengan Bumi dunia (0:Nele 5) yakni langit takhta-Ku-bumi tumpuan kaki-Ku: 8 (bdkYesaya 66:1, Matius 5:33-37) lokasi “ile ketogen’ne” (wilayah kahwa selatan). Penyatuan melalui kelembutan kerendahan hari (“7” simbol eken, Kedan 7/raran Dopi) bdk. Matius 18:22. Kelak mencapai kesempurnaan melalui pergumulan (“Laka’an”) yakni “raran gerakit” untuk mencapai-Nya (“10” simbol kesempurnaan, yakni kembali ke satu (1) nol (0) bdk. Ulangan 6:5, Matius 5:45, Markus 12:30; Lukas 10:27 !

Maka terungkapkan dalam keutuhan HINGA NARA 0-BAHI LEWO 8 : KELEN WO 5-KEDA LEWO 7, NELE LEWO 5- LAKA LEWO 10 dalam posisi kekinian di setiap lereng ile Bolen, menegaskan Gunung Surga (woka Sanga Burak-Ile Tobang Dua) dengan belahan Timur Ile Bore (Ile Helan Lango Wuyo Tanah Laga Doni) dan belahan Barat Rian Wale dengan terusan ke Barat Bukit Seburi (Ile Olak Laga Doni Pera Ara Kia Buri Bunga Wutun). Sedangkan Gunung Batu Allah itu Gunung Bolen (woka Bolen-ile Hadun).

Ditempatkan munculnya 3 gunung secara bertahap (Gunung SURGA:"woka SANGA BURAK-ile TOBAN DUA" dan Gunung BATU ALLAH: “woka BOLEN-Ile HADUN", dan Gunung MANDIRI :"woka TANAH LOLON-ile MANDIRI") plus gunung Laba Lekang(“Ile Laba Lekang”) untuk MENJELASKAN perkembangan ZAMAN di DUNIA. Tertelusuri tahapan perkembangan zaman di dunia dalam bagian pembahasan “Dialektika geologi Bumi” melalui karya Allan Woods & Ted Grant. “Reason In Revolt”, 1995. Penerjemah Rafiq. N. “Revolusi Berpikir dalam Ilmu Pengetahuan Moderen”. Yogyakarta-IRE Press, 2006. Sedangkan tentang “GUNUNG SURGA TERBELAH” dapat tertelusuri melalui kajian tentang "GUNUNG MASHU", Arysio Santos. “ATLANTIS The Lost Continent Finally Found, The Definitive Localization of Plato's Lost Civilization” , 2005. Penerjemah Hikma Ubaidillah: “INDONESIA TERNYATA TEMPAT LAHIR PERADABANDUNIA”. Jakarta-Ufuk Press, 2009. hal. 491-503) Sekaligus pembuktian tempat asal-usul bangsa Mesir dan Mesopotamia kuno bdk. https://www.facebook.com/notes/pino-rokan/mencermati-10-bab-awal-kitab-kejadian-melalui-penciptaan-pohon-kehidupan-ile-bol/2041458602585376/ .
Secara estetik-metafisis terungkap sekaligus pengulangan:
Hinga Nara 0-Bahi Lewo 8 : Kanaan Kuno
Kelen Lewo 5-Keda Lewo 7: Mesopotamia Kuno
Nele Lewo 5 -Laka Lewo 10: Mesir Kuno
DEMON, "Israel": Kanaan Kuno Wato Wele-Patigolo Arakian Hinga, Ile Mandiri-Tana Lolon (Pou Suku 5-Kakang Lewo 10).
PAJI, "Palestina": Mesir Kuno-Watan Lema & Mesopotamia Kuno-Suba Nai Leur-Wurin nai Wotan.
Terpahami dan terimani dalam diri Isa Al Maseh, “Yesus Kristus” yang menegaskan diri-Nya adalah Roh dan Kebenaran. “Aku orang yang lembut dan rendah hati, belajarlah dari pada-Ku”. “Kasihiliah musuhmu, ampunilah tujuh (“7”) kali tujuh puluh (‘70”) kali”. “Akulah terang, jalan, kebenaran, dan hidup kekal”. Senantiasa memampukan setiap anak manusia (“Ata Diken”) menumbuhkan kembali “daya ingat” (“o’nem peten pe’nuket ni’u nimun naman”) dan “kekuatan berabstraksi” (“u’hun nem nuku hu’kut hipuk a’tenem tuka”) dalam “Roh”. Terpahami dalam ungkapan Lamaholot “we’leok sama uyuk buno laba parak apu tobo naluk lolon, gike hala de pelate wato lolon sama Rera daran duli”. ***

Dataran Oepoi, Kota Karang Kupang, Tanah Timor, Sabtu 14 September 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar