Kamis, 27 Juni 2019

MISTERI PERADABAN ORANG ADONARA



Raymundus Penana Nuba


MISTERI PERADABAN ORANG ADONARA

(Sebuah Catatan Pinggir)

Adonara secara etimologis memiliki makna yang beragam. Ada yang memaknai nama pulau kecil ini dari dua kata, yakni ADO dan NARA. Ado adalah nama leluhur orang Adonara bernama Ado Pehan, dan Nara adalah para sekutu atau koleganya Ado atau pula saudara-saudaranya Ado. Namun disisi lain, ada pendapat yang mengatakan, nama Adonara terdiri dari dua penggalan kata, yakini ADOK dan NARA. Arti ini menjustifikasi Adonara sebagai tempat merencanakan perang atau lebih kasar lagi tempat mengadu peperangan bersama para sekutu. ADOK artinya memprovokasi, sementara NARA berarti Sekutu.  Selain dua makna terdahulu, Adonara juga dimaknai sebagai sebutan lain dari tiga sebutan Allah, yakni Adonai. Yang artinya Tuhan, Allah atau Yahwe.

Benarkah demikian ? Pertanyaan ini membenam disetiap kepala orang Adonara yang sedang mencari kebenaran hakiki dari identitas kultural yang melekat pada mereka. Benarkah narasi yang dibuat oleh para peneliti bahwa Adonara identik dengan kekerasan ? Perang ? Pembunuhan ? Mengapa sebutan itu yang dimateraikan kepada orang-orang Adonara? Adakah misteri lain yang lebih bermakna dari sekedar perang dan darah ? Pada kesempatan tengah malam ini, saya berusaha mengungkap hasil olah pikir sebagai orang yang lahir dari rahim kebudayaan Adonara terhadap narasi yang selalu menggelayut di ubun-ubun kepalaku.

Saya akan memateraikan Adonara sesuka hatiku, kusebut saja Adonara sebagai Pulaunya Tuhan atau The Land of God. Berikut beberapa hal unik tentang kehidupan orang Adonara dari sisi adat, keyakinan serta kepercayaannya yang mentradisi.

      1.        Ama Rera Wulan Tanah Ekan.
Ungkapan ini menggambarkan betapa tingginya penghormatan orang Adonara, kepada Tuhan raja semesta alam yang diasosiasikan dengan Matahari dan Bulan. Dia yang menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya. Ama sebagai panggilan hormat kepada setiap laki-laki, sementara Rera adalah Matahari dan Wulan adalah Bulan. Sementara Tanah Ekan adalah bumi dan segala isinya. Ungkapan ini ditemukan pada setiap upacara adat di Adonara, untuk memohon restu terhadap sebuah pekerjaan, atau urusan adat lainnya. Sebutan Ama Rera Wulan Tana Ekan selalu mendahului ungkapan penghormatan terhadap leluhur nenek moyang yang telah tiada atau meninggal.

      2.       Koda Pulo Kirin Lema
Koda atau sabda yang berisi tentang perintah dan ajaran yang luhur dan mulia, tentang menjaga hubungan yang harmonis secara horizontal antar manusia dengan manusia serta alam semesta, maupun hubungan vertical antara manusia dan Tuhan. Karena sifatnya untuk menghasilkan kebaikan bagi manusia, maka bagi orang Adonara, hidup maupun mati berawal dan berakhir di Koda. Jika membuat kesalahan-kesalahan seperti yang diamanatkan dalam koda, serta melancangkan Kirin, atau pembicaraan yang melampaui batas haram bagi manusia maka konsekuensinya adalah nyawa. Mati karena Koda, hidup juga karena koda. Dalam kiasan orang Adonara menyebutnya dengan “Koda Muren moripo, Koda Nalan Matano” yang artinya, jika hidup dalam koda yang benar maka kehidupanmu (nyawa dan ragamu) akan dilindungi oleh Koda, namun jika Koda yang dilaksanakan serta tutur katamu bertolak belakang dengan ajaran Koda, maka maut akan menjemputmu. Yang dimaksud dengan koda pulo kirin lema adalah, Koda Pulo atau sepuluh sabda, dan Kirin Lema atau lima tutur kata yang melampaui kesalahan, maka kehidupan manusia akan terbelit dengan berbagai masalah hingga akhirnya mati dengan cara yang tak sewajarnya. Jika bertanya ke orang Adonara, apakah kamu percaya dan menjalankan adatmu ? jawabannya akan sangat meyakinkan, bahwa mereka pasti sepenuhnya akan yakin bahwa segala isyarat dan peraturan yang dikat secara adat harus mereka jalankan. Karena tidak, maka berisiko terhadap kehidupannya. Hal ini terbukti pada setiap masalah terutama pada setiap kematian orang Adonara selalu saja dikaitkan dengan Koda Kirin. Apakah matinya wajar atau tidak, selalu bertalian erat dengan hukum adat. Misalnya kematian karena kecelakaan, maka sebagai orang Adonara harus mencari tahu, berefleksi apa kesalahannya sehingga segera di selesaikan dengan hukum adat itu sendiri. Kematian hanya bisa terjadi jika tergenapi kesalahan sampai Koda Pulo Kirin Lema. Jika kesalahan melampaui sepuluh koda dan lima kirin, maka kematian pasti menjemput.

      3.       Pengampunan Dosa.
Sebelum agama memperkenalkan sebuah keyakinan tentang pengampunan dosa, di Adonara sendiri jauh sebelum agama modern itu datang, mereka sudah mengenal pengampunan dosa. Pelanggaran terhadap hukum adat, tersedia ruang pengampunan buat manusia  yang melakukan kesalahan atau dosa tersebut. Peran untuk menghapus dosa adat ini ada pada suku-suku tertentu dan diwariskan turun temurun pada generasi penerus. Sebab bagi orang Adonara, suku tersebut sudah menerima takdir sebagai imam adat, atau tabib yang dengan kewenangan kodratinya bisa menghapus dosa manusia. Proses secara adat tentu melalui beberapa mekanisme, mulai dari mencari kesalahan atau mencari koda kirin apa yang dilanggar, menguji kebenaran dari hasil penelusuran kesalahan dengan mendatangi beberapa tabib adat, setelah itu membuat ritual yang disebut dengan lelu buran atau kapas putih. Kapas putih itu dipakai oleh tabib adat, dengan menyebut beberapa mantra adat, lalu dosamu terampuni. Bahkan ada mekanisme lain yang jauh lebih rumit, tergantung pada konteks masalahnya.

      4.       Perdamaian (Hodin Limat)
Orang Adonara jika mengalami masalah dengan manusia lain pada kasus tertentu, wajib hukumnya untuk melakukan normalisasi hubungan secara adat yang disebut dengan ritual hodin limat atau berjabat tangan untuk mencapai perdamaian yang hakiki. Ada mekanismenya dan aturan mainnya. Jika hal ini tidak dilakukan maka kedua belah pihak yang bersengketa dilarang untuk saling membagi dan menerima, sampai tak bisa bersama-sama dalam urusan apapun termasuk makan dan minum. Berat dan ringannya tergantung klasifikasi masalah yang dihadapi. Salah satu contoh yang paling berat adalah saling membunuh antar saudara sekandung. Jika ini terjadi maka pantangannya adalah dilarang makan dan minum terlebih daging hewan yang berdarah merah, termasuk air putih sekalipun. Jika melanggar bahkan tidak dengan sengajapun, pasti salah satu pihak atau dua pihak tersebut akan mengalami musibah berupa kematian, gila, bahkan sakit yang tak bisa disembuhkan dengan pendekatan medis.

      5.       Muang dan Molan
Muang adalah imam adat yang memiliki kewenangan menghapus dosa manusia, sementara Molan adalah tabib adat dimana kewenangannya lebih kepada penyembuhan orang sakit, baik fisik maupun psikis. Kewenangan ini hanya dimiliki oleh suku tertentu. Mereka bahkan bisa menyembuhkan orang yang mengalami patah tulang, kanker, serta penyakit lain yang disebabkan oleh perbuatan yang melampaui aturan adat. Maka sering terlihat kerjasama yang terpisah, dimana proses penyembuhan fisik selalu parallel dengan proses penghapusan dosa. Sebab bagi orang Adonara, sakit bisa sembuh jika dosanya sudah diselesaikan. Jika tidak, maka sia-sia upaya penyembuhan oleh karena yang sakit masih menyimpan dosa dalam dirinya. Dosa yang ditanggung bisa saja dosa warisan nenek moyang maupun dosa pribadi.

      6.       Nuba Nara
Nuba Nara adalah tempat keramat yang terdiri dari batu persembahan dan tiang bercabang tujuh. Tempat ini biasa digunakan untuk memberikan kurban hewan terbaik kepada Tuhan melalui batu mesbah yang ada di Nuba Nara tersebut. Kepala hewan kurban tersebut akan digantung pada cabang tiang, sebagai tanda syukur kepada Tuhan yang dimuliakan. Nuba Nara juga dipahami sebagai symbol mengatur keharmonisan antara manusia dan Tuhan, manusia dan manusia serta manusia dengan alam. Begitu juga para leluhur yang dianggap sebagai penjaga kehidupan.

      7.       Belo Berekan
Belo Berekan atau ritual potong kepala hewan, dilakukan oleh dua pihak yang saling mengklaim kepemilikan terhadap suatu jabatan adat maupun terhadap ulayat. Untuk membuktikan kebenaran kepemilikan tersebut, biasanya diselenggarakan Belo Berekan yang disaksikan oleh masyarakat luas. Kedua belah pihak akan datang ke tempat Belo Berekan, dan biasanya di depan Nuba Nara, membawa serta hewan yang siap dipotong lehernya dalam sekali tebas. Sebelum acara potong kepala hewan dimulai, biasa diawali dengan tutur sejarah kepemilikan melalui mantra-mantra adat. Hari pembuktian itu akan tiba, pihak yang memiliki hak atas obyek yang disengketakan, dalam hitungan sekali tebas dengan menggunakan parang adat, kepala hewan kurban tersebut menjadi putus terpisah dari badannya. Bagi pihak lain yang tidak memiliki hak, sekalipun persiapan parang dan eksekutornya jauh lebih meyakinkan, tidak akan bisa memutuskan kepala hewan dalam sekali tebasan. Dengan demikian maka, segala perdebatan tentang obyek yang disengketakan tersebut dinyatakan selesai dan pihak bersalah otomatis mengakui kepemilikan tersebut. Situasi akan sangat tegang, karena psikologi eksekutor berada dalam pengaruh aura magis para leluhur yang dipercaya turut hadir dan menyaksikan peristiwa tersebut.

 8.       Memanggil Arwah
Tradisi Pemanggilan arwah, biasanya arwah leluhur, dilakukan untuk mencari tahu dosa warisan yang belum terselesaikan, atau penyebab dari sebuah kematian. Melalui ritual khusus, seorang Tabib di Adonara akan memanggil arwah nenek moyang yang satu garis keturunan dengan pihak yang sedang mencaritahu koda kirin. Tabib tersebut akan menjelma dirinya melalui suara dan dialek serta tingkah laku menyerupai leluhur yang datang. Kesempatan itu, Tabib akan mengungkapkan sebab-sebab kematian atau pula penyakit lain yang sedang di alami pihak yang mencari tahu Koda Kirin tersebut. Kesempatan itu bisa juga terjadi dialog untuk menanyakan berbagai hal yang menimpa hidup manusia khususnya turunan itu.

      9.       Toben Nuren
Toben Nuren atau menyingkap mimpi biasanya didahului dengan sebuah ritual. Ritual ini dilakukan saat musim perang. Perang karena masalah ulayat, perang karena menjaga harga diri, perang karena lain-lain soal yang berkaitan dengan obyek yang menjadi sumber martabat manusia Adonara. Sebelum turun ke medan laga, seorang tua adat yang berwenang atas sebuah ulayat akan melalukan ritual bau lolon atau ritual memberi persembahan kepada Tuhan dan Leluhur, agar memberi tanda lewat mimpi tentang perang yang akan dilaksanakan besok.  Mimpi itu akan dating saat sang ketua suku sebagai pemilik ulayat sedang tidur pulas, ia akan didatangi arwah leluhurnya untuk memberi informasi seperti apa kejadian yang bakal terjadi besok. Jika mimpi baik atau biasa disebut, mimpi kotek gola, kep[ala manusia terguling terpisah dari badan, maka itu pertanda baik. Bahwa besok jika berperang maka akan membawa pulang Kepala Manusia ke kampung. Jika mimpi belum di dapat atau mimpi buruk, biasanya kepala suku tersebut akan membatalkan perang.

      10.   Gerek (memanggil orang hidup)
Beberapa Tabib di Adonara bisa memanggil seseorang untuk datang ke tempat yang diinginkan. Hal ini dilakukan saat hendak meminta pertanggungjawaban orang yang dipanggil karena sebuah kesalahan fatal. Orang yang dipanggil secara tidak sadar akan merasa ingin ke suatu tempat yang sudah ditetapkan oleh Tabib tersebut dan akan menerima akibat seperti dibunuh. Dipenjuru dunia manapun, orang yang dipanggil pasti akan datang sebab ia telah melakukan kesalahan terhadap seseorang lainnya yang sungguh sangat melukai hati dan perasaan.  
                          
                                                                                  (……………………………..Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar