![]() |
Raymundus Penana Nuba |
MISTERI PERADABAN ORANG ADONARA
(Sebuah Catatan
Pinggir)
Adonara secara etimologis
memiliki makna yang beragam. Ada yang memaknai nama pulau kecil ini dari dua
kata, yakni ADO dan NARA. Ado adalah nama leluhur orang
Adonara bernama Ado Pehan, dan Nara adalah para sekutu atau koleganya
Ado atau pula saudara-saudaranya Ado. Namun disisi lain, ada pendapat yang mengatakan,
nama Adonara terdiri dari dua penggalan kata, yakini ADOK dan NARA. Arti ini
menjustifikasi Adonara sebagai tempat merencanakan perang atau lebih kasar lagi
tempat mengadu peperangan bersama para sekutu. ADOK artinya memprovokasi, sementara NARA berarti Sekutu. Selain
dua makna terdahulu, Adonara juga dimaknai sebagai sebutan lain dari tiga
sebutan Allah, yakni Adonai. Yang artinya Tuhan, Allah atau Yahwe.
Benarkah demikian ? Pertanyaan
ini membenam disetiap kepala orang Adonara yang sedang mencari kebenaran hakiki
dari identitas kultural yang melekat pada mereka. Benarkah narasi yang dibuat
oleh para peneliti bahwa Adonara identik dengan kekerasan ? Perang ? Pembunuhan
? Mengapa sebutan itu yang dimateraikan kepada orang-orang Adonara? Adakah
misteri lain yang lebih bermakna dari sekedar perang dan darah ? Pada
kesempatan tengah malam ini, saya berusaha mengungkap hasil olah pikir sebagai orang
yang lahir dari rahim kebudayaan Adonara terhadap narasi yang selalu
menggelayut di ubun-ubun kepalaku.
Saya akan memateraikan Adonara
sesuka hatiku, kusebut saja Adonara sebagai Pulaunya Tuhan atau The Land of God. Berikut beberapa hal
unik tentang kehidupan orang Adonara dari sisi adat, keyakinan serta
kepercayaannya yang mentradisi.
1. Ama Rera
Wulan Tanah Ekan.

2.
Koda
Pulo Kirin Lema

3.
Pengampunan
Dosa.
Sebelum agama
memperkenalkan sebuah keyakinan tentang pengampunan dosa, di Adonara sendiri
jauh sebelum agama modern itu datang, mereka sudah mengenal pengampunan dosa.
Pelanggaran terhadap hukum adat, tersedia ruang pengampunan buat manusia yang melakukan kesalahan atau dosa tersebut.
Peran untuk menghapus dosa adat ini ada pada suku-suku tertentu dan diwariskan turun
temurun pada generasi penerus. Sebab bagi orang Adonara, suku tersebut sudah
menerima takdir sebagai imam adat, atau tabib yang dengan kewenangan kodratinya
bisa menghapus dosa manusia. Proses secara adat tentu melalui beberapa
mekanisme, mulai dari mencari kesalahan atau mencari koda kirin apa yang dilanggar, menguji kebenaran dari hasil
penelusuran kesalahan dengan mendatangi beberapa tabib adat, setelah itu
membuat ritual yang disebut dengan lelu
buran atau kapas putih. Kapas putih itu dipakai oleh tabib adat, dengan
menyebut beberapa mantra adat, lalu dosamu terampuni. Bahkan ada mekanisme lain
yang jauh lebih rumit, tergantung pada konteks masalahnya.
4.
Perdamaian
(Hodin Limat)
Orang Adonara
jika mengalami masalah dengan manusia lain pada kasus tertentu, wajib hukumnya
untuk melakukan normalisasi hubungan secara adat yang disebut dengan ritual hodin limat atau berjabat tangan untuk
mencapai perdamaian yang hakiki. Ada mekanismenya dan aturan mainnya. Jika hal
ini tidak dilakukan maka kedua belah pihak yang bersengketa dilarang untuk
saling membagi dan menerima, sampai tak bisa bersama-sama dalam urusan apapun
termasuk makan dan minum. Berat dan ringannya tergantung klasifikasi masalah
yang dihadapi. Salah satu contoh yang paling berat adalah saling membunuh antar
saudara sekandung. Jika ini terjadi maka pantangannya adalah dilarang makan dan
minum terlebih daging hewan yang berdarah merah, termasuk air putih sekalipun.
Jika melanggar bahkan tidak dengan sengajapun, pasti salah satu pihak atau dua
pihak tersebut akan mengalami musibah berupa kematian, gila, bahkan sakit yang
tak bisa disembuhkan dengan pendekatan medis.
5.
Muang
dan Molan
Muang adalah imam adat yang memiliki
kewenangan menghapus dosa manusia, sementara Molan adalah tabib adat dimana kewenangannya lebih kepada
penyembuhan orang sakit, baik fisik maupun psikis. Kewenangan ini hanya
dimiliki oleh suku tertentu. Mereka bahkan bisa menyembuhkan orang yang
mengalami patah tulang, kanker, serta penyakit lain yang disebabkan oleh
perbuatan yang melampaui aturan adat. Maka sering terlihat kerjasama yang
terpisah, dimana proses penyembuhan fisik selalu parallel dengan proses
penghapusan dosa. Sebab bagi orang Adonara, sakit bisa sembuh jika dosanya
sudah diselesaikan. Jika tidak, maka sia-sia upaya penyembuhan oleh karena yang
sakit masih menyimpan dosa dalam dirinya. Dosa yang ditanggung bisa saja dosa
warisan nenek moyang maupun dosa pribadi.
6.
Nuba
Nara
Nuba Nara adalah
tempat keramat yang terdiri dari batu persembahan dan tiang bercabang tujuh.
Tempat ini biasa digunakan untuk memberikan kurban hewan terbaik kepada Tuhan
melalui batu mesbah yang ada di Nuba Nara tersebut. Kepala hewan kurban
tersebut akan digantung pada cabang tiang, sebagai tanda syukur kepada Tuhan
yang dimuliakan. Nuba Nara juga dipahami sebagai symbol mengatur keharmonisan
antara manusia dan Tuhan, manusia dan manusia serta manusia dengan alam. Begitu
juga para leluhur yang dianggap sebagai penjaga kehidupan.
7.
Belo
Berekan
Belo Berekan atau ritual potong kepala
hewan, dilakukan oleh dua pihak yang saling mengklaim kepemilikan terhadap suatu
jabatan adat maupun terhadap ulayat. Untuk membuktikan kebenaran kepemilikan
tersebut, biasanya diselenggarakan Belo
Berekan yang disaksikan oleh masyarakat luas. Kedua belah pihak akan datang
ke tempat Belo Berekan, dan biasanya
di depan Nuba Nara, membawa serta
hewan yang siap dipotong lehernya dalam sekali tebas. Sebelum acara potong
kepala hewan dimulai, biasa diawali dengan tutur sejarah kepemilikan melalui
mantra-mantra adat. Hari pembuktian itu akan tiba, pihak yang memiliki hak atas
obyek yang disengketakan, dalam hitungan sekali tebas dengan menggunakan parang
adat, kepala hewan kurban tersebut menjadi putus terpisah dari badannya. Bagi
pihak lain yang tidak memiliki hak, sekalipun persiapan parang dan eksekutornya
jauh lebih meyakinkan, tidak akan bisa memutuskan kepala hewan dalam sekali
tebasan. Dengan demikian maka, segala perdebatan tentang obyek yang
disengketakan tersebut dinyatakan selesai dan pihak bersalah otomatis mengakui
kepemilikan tersebut. Situasi akan sangat tegang, karena psikologi eksekutor
berada dalam pengaruh aura magis para leluhur yang dipercaya turut hadir dan
menyaksikan peristiwa tersebut.
Tradisi Pemanggilan
arwah, biasanya arwah leluhur, dilakukan untuk mencari tahu dosa warisan yang
belum terselesaikan, atau penyebab dari sebuah kematian. Melalui ritual khusus,
seorang Tabib di Adonara akan
memanggil arwah nenek moyang yang satu garis keturunan dengan pihak yang sedang
mencaritahu koda kirin. Tabib tersebut akan menjelma dirinya melalui suara
dan dialek serta tingkah laku menyerupai leluhur yang datang. Kesempatan itu, Tabib
akan mengungkapkan sebab-sebab kematian atau pula penyakit lain yang sedang di
alami pihak yang mencari tahu Koda Kirin tersebut. Kesempatan itu bisa
juga terjadi dialog untuk menanyakan berbagai hal yang menimpa hidup manusia
khususnya turunan itu.
9.
Toben
Nuren
Toben Nuren atau menyingkap mimpi
biasanya didahului dengan sebuah ritual. Ritual ini dilakukan saat musim perang.
Perang karena masalah ulayat, perang karena menjaga harga diri, perang karena lain-lain
soal yang berkaitan dengan obyek yang menjadi sumber martabat manusia Adonara. Sebelum
turun ke medan laga, seorang tua adat yang berwenang atas sebuah ulayat akan
melalukan ritual bau lolon atau ritual memberi persembahan kepada Tuhan dan
Leluhur, agar memberi tanda lewat mimpi tentang perang yang akan dilaksanakan
besok. Mimpi itu akan dating saat sang
ketua suku sebagai pemilik ulayat sedang tidur pulas, ia akan didatangi arwah
leluhurnya untuk memberi informasi seperti apa kejadian yang bakal terjadi
besok. Jika mimpi baik atau biasa disebut, mimpi kotek gola, kep[ala manusia terguling terpisah dari badan, maka itu
pertanda baik. Bahwa besok jika berperang maka akan membawa pulang Kepala
Manusia ke kampung. Jika mimpi belum di dapat atau mimpi buruk, biasanya kepala
suku tersebut akan membatalkan perang.
10.
Gerek
(memanggil orang hidup)
Beberapa Tabib
di Adonara bisa memanggil seseorang untuk datang ke tempat yang diinginkan. Hal
ini dilakukan saat hendak meminta pertanggungjawaban orang yang dipanggil
karena sebuah kesalahan fatal. Orang yang dipanggil secara tidak sadar akan
merasa ingin ke suatu tempat yang sudah ditetapkan oleh Tabib tersebut dan akan
menerima akibat seperti dibunuh. Dipenjuru dunia manapun, orang yang dipanggil
pasti akan datang sebab ia telah melakukan kesalahan terhadap seseorang lainnya
yang sungguh sangat melukai hati dan perasaan.
(……………………………..Bersambung)