Rabu, 01 Juli 2020

AKU DAN KARIBIA





P. Yohanes Bali Mudamakin, SVD

(Refleksi kecil misionaris  Karibia)

Aku=ku yang dulu: Flash Back
Sebagai misionaris aku harus mencintai tanah misiku. Maka mencintai Karibia adalah keputusanku. Keputusanku adalah kesetiaanku juga. Dan Aku selalu percaya pada kekuatan cinta. Hanya cinta yang membuat aku betah di sini. Memang cintaku pada karibia telah menghanguskan daku. Sampai aku pun harus mengatakan, aku selalu Jatuh cinta.  Bayangkan saja ketika anda jatuh cinta. Bagaimana rasanya. Cinta bisa membuat terbang musim panas hanya sesaat. Apalagi seperti ketika anda sedang menikmati musim panas  di pantai pantai Karibia. Anda akan tenggelam dalam keelokan pantainya. Atau malam tampak seperti seumur hidup ketika mimpi buruk menyeretmu. Dan kamu pun terus mendamprat tanya pada kapan datangnya pagi.  
Cinta membuat ribuan Kilo antara Karibia dan  tanah kelahirku Nusa Tadon Adonara terasa begitu dekat. Bahkan ia mengubah hari hariku menjadi lebih Panjang.  Kata-kataku pun menjadi lebih berarti. Bukan saja kata-kata lamholot, atau Bahasa Indonesia tapi Inggris, Spanyol, Belanda bahkan Portugis. Sekalipun terkadang aku harus merasa sendirian. Berjuang sendirian meredam perihnya gejolak persoalan yang tak pernah bertepi..  Ya cinta  mampu mengubah duniaku. Duniaku bisa saja menjadi sangat mulia. Begitu sebaliknya duniaku juga akan menjadi gelap gulita. Ia bisa saja membuatku malu. Seperti tiba-tiba semua kebijaksanaanku hilang entah ke mana perginya. Bahkan ia membuat aku seperti orang bodoh. Seperti semua  komitmen yang kubuat, aku pulalah yang melanggarnya sendiri.  Benar, cintaku pada Karibia telah menghanguskna daku.  Hidup atau binasa kuserahkan semuanya pada  nyalanya api cinta. Hanya satu hal dari cinta yang kuyakini selalu , bahwa Ia tidak akan pernah membiarkan Aku=ku tetap sama.
 Kekuatan cinta inilah menbentuk aku=ku yang kemarin, sekarang dan besok nanti.  Seperti Aku=ku yang kemarin  di tahun 80an yang hanya berada di kampung. Dan aku=ku  yang sekarang di Karibia.  Kekuatan cinta ini  terus merangkai formaku dalam bingkai ens dan being=ku. Dalam kemasan aku=ku yang kini, aku mencoba untuk meretas kembali aku-ku yang dulu. Untuk itulah aku tidak mau belajar lupa siapa “aku-ku yang kemarin. Ini bukan sesuatu yang buruk. Ataupun aku harus merasa malu. Tidak. Aku tidak merasa malu untuk  menoleh ke hari kemarin. Karena di sana ada seribu satu cerita dalam untung dan malang. Ada tapak tapak yang perlu kembali dijejali. Aku yang  masih lugu, polos dan masih belajar berbicara Bahasa Indonesia dengan logat Adonara.
Aku=ku yang kemarin adalah aku yang sedang  bernostalgia. Aku=ku yang purnah. Secara khusus aku=ku di tahun 80an yang masih di bangku SD.  Aku-ku itu pernah ada dan terbatas dalam kampungku. Karena  Aku  tinggal di kampung dan sekolahpun di kampung. Pengetahuan juga sebatas kampung. Aku adalah anak kampung  seperti anak anak kampung lainnya. Makanya aku rindu kembali ke kampung. Satu persatu kupreteli untuk menemukan kembali yang telah lama tidak diceritakan.  Seingatku, aku jarang sekali keluar jauh dari kampung. Kalaupun berpergian hanya sebatas kota Larantuka.  Mungkin agak sering adalah Waiwerang. Itu pun hanya 10 km dari kampungku. Tapi kurasa sudah seperti bepergian ke belahan dunia lain. Jarak tempuh sebenarnya hanya 15 menit saat ini. Namun Waktu itu bisa saja dua atau tiga jam. Maklum waktu itu hanya ada sebuah truck tua peninggalan Jepang. Truck itu serba bisa. Penumpangnya pun serba serbi. Manusia, komoditi local, semuanya berjubel jubel dalam truck tua itu. Aku dan penumpang lainnya selalu menikmati perjalanan. kami tak pernah Lelah.  Sekalipun jalan bebatuan yang sangat buruk plus truk tua yang sering kesakitan ditengah jalan. Aku  tertawa geli saat menulis kisah ini. Tapi ini masa indah yang perlu kukenang.. Sebuah nostalgia indah kembali menghadirkan aku=ku yang dulu.
Aku=ku yang dulu adalah kombinasi sangunis melankolis. Aku bisa saja meledak ledak secara ekslosif. Tapi sebentar saja sudah kembali ke mellow. Semisal ketika aku harus berkelahi. Dan setelah itu merasa sedih kenapa mesti berkelahi. Aku berkelahi hanya karena bola sepak buatan tanganku pecah disepak teman. Atau ketika aku harus bertengkar hebat. Aku bertengkar hanya karena kecurangan dalam permainan-permainan tradisional.  Apalagi ada sedikit  rasa superioritas di antara teman-teman yang turut memacu untuk menjadi  pemenang. Tidak pernah pantang mundur menerima tantangan. Dan aku selalu benci pada kekalahanku.
Lain lagi halnya ketika berada  di Sekolah .  Aku memang menjadi pemburu  juara kelas. Hanya nomor satu yang berada di kepalaku. Aku merasa kalah kalau mendapat nomor dua. Maka dari kelas satu sampai kelas 6 tak sekalipun nomor satu melangkahiku. Ia selalu berada dipihaku. Satu persatu mata pelajaran kusudahi dengan menjadi yang terbaik. Kubuktikan itu secara nyata. Dari satu catur wulan ke catur wulan berikutnya pasti akulah sang  juaranya. Semuanya selalu berujung di nomor satu. Ibuku selalu merasa bangga.  Ia bangga . sekalipun aku=ku adalah nakal tapi selalu menjadi juara kelas. Selalu kuingat raut wajahnya yang bangga dengan senyum sumringah. Ini adalah anaku yang kukasishi. Begitulah ekspresi ibuku setiap kali menerima buku laporanku.
Maaf aku mengajak kalian ke aku-ku yang dulu..  Aku=ku yang kanak-kanak,lugu polos, ingin tahu dan juga tukang berkelahi. Masih kuingat   ketika guru goegrafi SD mengajak “mari belajar Peta Buta”. Di atas atlas tua itu kami coba melihat menerka, menghafal dan setelah itu lupa. Karena kami diajar untuk menghafal. Itu bukan salah guru. Tapi itu salah pemerintah.  Kesalahan system Pendidikan kita yang sangat desentralisasi. Dari atas kebawa kita semua seperti sedang dicekoki hal yang sama.
            Dari peta buta inilah aku belajar bahwa duniaku tidak hanya sebatas Waiwerang dan Larantuka. Sampai sekuat ingatanku mencoba mengingat kapan nama “Karibia kudengar. Mungkin di peta dunia itu juga. Tidak terlalu penting entah kapan. Hal ini memang lucu. Tapi inilah kenyataan indah yang mesti dikenang. Bagaimanapun juga Ketika kita masih anak-anak, kita jarang memikirkan masa depan. Kepolosan ini membuat kita bebas untuk menikmati diri kita sendiri seperti yang dapat dilakukan oleh sedikit orang dewasa. Hari ini kita mengkhawatirkan masa depan adalah hari ketika kita meninggalkan masa kecil kita demikianlah  kata  Patrick Rothfuss dalam bukunya “THE NAME OF THE WIND”  Maka terpenuhilah sabdanya. Bahwa  aku -ku yang dulu, yang adalah anak kampung itu telah dan sedang bermetamorfosis..

            Aku-ku yang dulu telah menjadkian aku=ku yang sekarang. Ini juga adalah  bukti nyata dari kekuatan sebuah cinta. Kekuatan cinta ini telah mendepakku ke sini, di tanah karibia ini. Tanah yang dulu hanya kupelajari di atlas tua itu kini nyata ada bersama aku-ku yang sekarang. Tentu aku di sini dalam suka dan duka. Aku berusaha untuk  mencintainya hingga terluka. Seperti kata kata Santa Teresia dari Kalkuta: I have found the paradox, that if you love until it hurts, there can be no more hurt, only more love.” Ketika engkau mencintai hingga terluka maka bukan lagi sakit yang dirasakan tapi cinta yang dirasakan. Bahkan kini setiap setiap hari, setiap saat aku tak pernah berhenti mencintainya. Seperti saat aku berjalan pada pelataran pasir-pasir putih yang hangat sambil menyisir riak riak keriting pantainya.  Sungguh hanya karena kekuatan cinta aku berada di sini.  Di tanah karibia ini aku masih di sini setia pada keputusan untuk tetap mencintainya.


Aku=ku Sekarang di  KARIBIA
Aku bersykur karena berada di Karibia. Karibia adalah nama eksotik yang mendunia. Semua wisatawan mancanegara pasti tahu. Kalau belum pernah datang ke sini paling tidak sudah pasti mendengarnya. Untuk kita yang nun jaun di sana pasti bertanya. Apa dan di mana Karibia? Seyognya kita semua ingin mengalami dan menikmati setiap pesona dan sudut dunia. Tapi kalau susah menjadi kenyatan paling tidak pernah menemukan secara virtual.  Setidaknya sekali dalam seumur hidup.
 Karibia adalah daerahh kepulauan. Ia merupakan wilayah yang terbentang di sepanjang Laut Karibia sampai pada samudra Atlantik Utara.   Wilayah ini berada di pesisir sekitar tenggara Teluk Meksiko, daratan Amerika Utara, Timur Amerika Tengah, dan utara Amerika Selatan. Secara geopolitik, pulau-pulau Karibia  sering dianggap sebagai wilayah Amerika Utara.  Seperti Archipelegonya  Indonesia, Karibia, memiliki lebih dari 700 pulau. Ada juga beberapa  pulau kecil, terumbu karang dan ngarai. Dulu aku berpikir Karibia itu hanya ada satu daratan atau satu pulau. Ternyata tidak. Lebih mengejutkan hampir setiap pulau adalah sebuah negara. Sebuah kedaulatan dibawa pemerintahan seorangng presiden atau Perdana Mentri. Ini sungguh berbanding terbalik dari tanah kelahiranku. Jangankan jadi kabupaten, jadi kecamatan saja masih harus menunggu bertahun tahun lamanya.
Nilai jual Karibia menembus ekoturis secara global. Orang berdatangan dengan kapal kapal pesiar mewah  dan jet jet jumbo.  Mereka datang hanya untuk menikmati keindahan laut dan pantai pantai Karibia. Ya, Laut Karibia adalah rumah bagi lebih dari 700 pulau. Ini masih  terbagi menjadi beberapa kelompok. Di sana terdapat- Antilles Besar, Antilles Kecil, Antilles Leeward, dan Kepulauan Windward. Bukan rahasia lagi bahwa secara alamiah setiap dari 700 pulau ini adalah lambang keindahan alam Karibia. Sebagian besar dari mereka terlihat seperti lukisan romantis  dalam pesona film bajak laut. 
Lempengan tanah Karibia yang berserakan di laut pirus menghasilkan iklim tropis. Di atas pulau pulau ini para pelancong menikmati liburannya.  Sementara itu dunia bawah laut Karibia menghadirkan keindahan lain. Tempat indah bagi para penyelam amatiran, professional dan snorkeling. Mereka selalu mengagumi  kumpulan flora dan fauna yang memukau. Seperti sekeping surga yang jatuh ke bumi. Masih kuingat dalam benakku. Suatu ketika pulau tempat aku bekerja dikunjugi oleh Nuncio. Beliau adalah pejabat gereja Katolik yang mewakili Tahta Suci di wilayah kepulauan Karibia. Nuncio ini merasa kagum akan keindahan tempat kami. Sampai pada satu kesempatan sarapan pagi di sebuah hotel di pesisir pantai. Beliau lalu berkata: wah Yohanes kamu sangat bersykur. Kamu bersyukur karena bisa bekerja di tempat seindah ini. Ini seperti surga kecil. Kamu tidak perlu lagi terkejut kalau suatu ketika masuk surga yang sebenranya. Kamu tinggal menyesuaikan dirimu. Karena surga yang nantinya kamu berada, seperti sudah ada di sini keindahannya.  Setelah sarapan pagi itu, aku merenung sebentar perkataan beliau. Memang benar aku juga menikmati karya dan misiku seolah olah seperti liburan Panjang. Aku memang tidak pernah merasa bosan. Bahkan aku seperti sedang berlibur dan terus berlibur sampai saatnya masa baktiku.
Aku terus menikmati dan memaknai keindahan Karibia, bukan saja dari segi alamnya tapi juga manusianya.  Orang-orang Karibia  adalah orang orang berwarnah warni. Bayangkan saja! Di pulau sekecil St Maarten dengan 33 km persegi, kita menemukan 100-an warga negara berbeda. Secara keseluruhan mereka seperti berada dalam  sebuah bejana peleburan. Mereka membentuk sebuah komunitas yang heterogen dan sangat pluralistik. Alasannya mereka berasal dari berbagai latar belakang budaya dan etnis. Ada etnis Afrika yang mayoritas berkulit hitam. Ada etnis Mulatto yang adalah campran negro berkulit agak terang. Ada juga keturunan campuran, Caquetio Indian, Asia, Afrika, dan Eropa. Serta etnis lainnya,  semuanya berada di Karibia. Sepertinya ada banyak wajah yang melebur dalam satu hati. Semua perbedaan menghasilkan sebuah komunitas kehidupan yang indah. Di sinilah kumpulan orang orang bebas dalam nama emansipasi yang sangat kental. Tidak mengherankan. Orang  tidak pernah  bertanya apa agamamu. Siapakah Tuhanmu? Di manakah hari Minggumu? Sampai pada warnah kulit kita yang berbeda. Orang tidak berprasangka buruk pada warnah kulit tertentu. Tidak ada senyuman sinis pada logat bicaramu. Ada perasaan saling mengerti dan tolerasi yang tinggi. Kita bisa saja berbicara Bahasa inggris, Prancis, Spanyol atau Belanda tapi dengan  dialeg yang berbeda.. Maka bukanlah mustahil Karibia telah menjadi tempat yang sangat menarik. Tempat di mana kita sedang belajar tentang sebuah peradaban lain. Tempat berkumpulnya anake wajah satu hati. Perpaduan multi budaya ini memberi nuansa kehidupan yang unik. Di mana mana kita menemukan keramatamahan dan kehangatan mereka. Mereka adalah orang orang bahagia.
Sungguh Orang orang Karibia adalah orang orang bahagia. Mereka menikmati dan memaknai kehidupan mereka dalam konteks kebahagian mereka. Karena kebahagiaan sangat kontekstual. Ia bukan terbatas dalam konteks uang dan harta. Setiap orang bahagia dengan konteksnya. Apalagi kebahagiaan itu seperti kupu-kupu. Semakin Anda mengejarnya, semakin ia akan menghindari Anda. Tetapi jika Anda mengalihkan perhatian  ke hal lain, itu akan datang dan duduk dengan lembut di bahu Anda. Demikianlah Kata Henry David Thoreau. Filsuf kelahiran Massachusetts ini menyoal kebahagian dalam konteks lain.  Ia lebih suka melanggar konvensi. Ia pun menghindari kebiasaan. Mungkin melalui komitmen terhadap keacakan pikiranya.  Dia bisa menemukan perasaan bahagia yang lebih besar dan lebih kosmik. Gambaran nyata orang orang karibia.
Sementara itu gaya hidup orang orang karibia seperti dalam konteks pemikiran Thoreau.  Pola hidup mereka  berbeda  dengan pola budaya  barat. Dinamika kehidupan mereka penuh warnah. Mereka adalah orang orang yang sungguh menikmati kehidupan. Mereka suka berkumpul, bermusik dan  berpesta ria. Apalagi pada saat musim carnaval. Mereka berpesta merayakan budaya dan warisan local selama sebulan. Sebuah ekspresi seni dari cerminan pengaruh dan identitas warna-warni pulau. Setiap pulau memiliki waktu tersendiri untuk berkarnaval. Para penyelenggra mencoba merangkul warisan kekayaan budaya mereka yang tercecer.  Mereka mengklaim pesta tahunan ini sebagai bagian yang tak terpisahkan dari budaya karibia. Walaupun hal itu sudah termodifikasi dalam balutan budaya modern. Mereka bisa menikmati pesta ini selama sebulan. Aku mengalaminya di St Maarten, tempat aku bekerja. Bayangkan orang tidak pernah merasa Lelah apalagi bosan berpesta selama sebulan. Bahkan  simpanan uang mereka dihabiskan hanya  untuk menikmati pesta sebulan itu. Di sana ada makanan berlimpah, music, pagelaran, artis artis TOP dari berbagai tipe dan parade yang berhari hari. Gambaran sebuah kehidupan lain dari belahan dunia lain. Aku hanya menikamti dan mengikuti pola irama kehidupan mereka. Bagi mereka hari ini cukuplah untuk hari ini. Besok masih memiliki kesusahannya sendiri. Hidup ini sudah sudah susah jangan dibuat tambah susah lagi. Maka nikmatilah hari ini karena besok adalah hari lain.

.
Aku dan Mereka Menantang Badai.
Keputusanku untuk mencintai Karibia bukan saja di saat saat senang tapi juga disaat susah. Perkataan ini menggelitik hatiku. “You may forget those with whom you have laughed, but you never forget those with whom you have wept. Anda bisa saja melupakan orang yang pernah tertawa Bersama anda.  Tetapi anda tidak pernah lupa dengan mereka yang pernah menangis bersamamu. Ini menjadi pergumulan tersendiri bagiku. Apapun yang terjadi saya mesti Bersama mereka sekalipun harus menantang badai. Aku harus berada di antara mereka. Lari dari kesusahan mereka adalah pengecut. Pengecut bukanlah tipe manusia yang lahir dari rahimnya Nusa Tadon Adonara. Maka akupun harus susah, susah Bersama mereka. Demikianpun senang aku juga senang Bersama mereka. Kesusahan yang tidak pernah dipungkiri dari orang orang Karibia adalah Badai. Badai ini memiliki musim tetap. Ini hal aneh tapi nyata dan ada.. Kenyataan yang diterima oleh kepulauan karibia. Badai ini bisa menjadi bencana hebat. Timbulnya badai karena  ekologi Karibia adalah tropis.
Proses pembentukan badai sangat unik. Ia  berasal dari akumulasi udara.  Ia akan berubah  naik dengan cepat ketika dipanaskan oleh air laut yang hangat.  Lalu ada saatnya udara menjadi dingin kembali. Saat itu  udara  didorong oleh udara lain yang lebih hangat hingga naik.  Ia akan berputar membentuk siklus yang menyebabkan angin kencang. Fenomena alam  ini adalah siklon tropis. Ia dikenal sebagai hurricane. Hurricane ini lebih dikenal di Samudra Atlantik Utara sampai pada pacific Timur, secara khusus kepulauan karibia.
Musim badai ini berada di bulan Juni hingga awal November. Dan ini terjadi setiap tahun. Ya setiap tahun entah dalam skala besar maupun kecil. Lantas Apakah orang orang Karibia  harus lari dari kenyataan. Atau apakah mereka harus pasrah dan menyerah? Ataukah  mereka tetap berdiri kokoh sembari berdamai dengan situasi. Tentu saja mereka tetap berdiri kokoh. Sejak dulu sampai sekarang mereka tetap berada di sini. Bahkan dengan bangganya mereka mengatakan mereka adalah anak anak angin ribut. Inilah kekuatan alamiah manusia Karibia. Mereka tak gentar sedikitpun.
Aku harus mengagumi mereka. Sekalipun sebagai anak Adonara yang tidak takut pada apa dan siapaun juga kecuali Tuhan. Tetapi masih ada orang yang lebih tidak takut dari kita.  Mereka adalah orang orang Karibia. Bahkan mereka menguatkan anak cucunya, bahwa angin topan adalah bagian alami dari siklus kehidupan. Untuk bertahan hidup  mereka harus menyesuaikan diri. Inilah orang orang kuat . Mereka benar benar menantang badai. Apapun yang terjadi mereka siap di tempat. Suatu gambaran kerasnya pola hidup di tengah tengah alam yang kadang tidak bersahabat. Dan itu menjadi warisan yang tidak pernah pudar dari anak ke cucu cecenya. Malahan mereka dengan bangga memaknai zamanya dengan sebutan “sebelum dan susudah badai dasyat itu.
Uniknya setiap kali badai dasyat  yang datang pasti memiliki nama. Alasanya supaya badan metereologi dapat mengidentifikasi badai badai itu ketika melewati lautan dan samudara. Dan alas an laiinya agak tidak terjadi kebingungan antara badai yang satu dengan yang lainnya. Terutama Hurricane-hurricane dasyat yang terjadi sejak tahun 1780.  Hurrucane San Ciriaco muncul pada tahun 1899. Hurricane Luis terjadi di tahun 1995. Hurricane Gilbert muncul pada tahun 1988. Hurricane Sandy terjadi pada tahun 2012. Hurricane Joaquin pada tahun 2015. Hurricane Irma terjadi pada akhir 2017. Dan yang terbaru Hurricane Dorian terjadi pada tahun 2019. Musim hurricane dimulai dari Juni hingga 30 November dan mencapai puncaknya dari Agustus hingga September.
Hal ini kualami sendiri. Pada tanggal 11 Agustus 2011 ketika itu aku masih berada di Jamaika. Hari itu menjadi hari kelam sebagian  orang Jamaika. Sebagian wilayah pantai Timur disapu bersih oleh badai Topan Richard. Aku sendiri tidak terlalu mengerti banyak tentang bencana ini. Seingatku malam itu kami berjaga jaga. Hujan tak pernah berkesudahan. Butiran butiran hujan seperti dentuman peluru yang memekakan telinga. Petir dan kilat saling sahut menyahut. Angin kencang seperti sedang bertabrakan. Kami semua berada diruang tengah. Kami sangat yakin dengan kekuatan rumah kami. Apalagi ada pelindung baja  yang sengaja kami pasang disetiap sudut jendela dan pintu pintu.  Tidak ada perasaan panik karena semuanya sudah diantispasi secara baik. Mungkin juga aku sudah terbiasa dengn bencana alam sejak masih kecil. Apa yang terjadi keesokan harinya sungguh diluar dugaan. Rumah kami masih berdiri kokoh. Tetapi atap atap rumah tetanga berhamburan. Jalan tertutup dahan dan ranting pohon. Susana seperti menyaksikan sebuah kapal pecah di tengah lautan. semua dahan pohonan putus patah dan berserakan tak karuan di mana mana.
Peristiwa Hurricane dasyat lainnya yang kualami pada tahun 2017. Saat itu saya sudah berada di St Maarten. Kami semua sudah diberi alarm untuk berjaga jaga.  Cuaca saat itu sangat panas hampir diseluruh pertengahan tahun. Aku berpikir biasa biasa saja. Tetapi orang orang mulai panik. Lihat saja orang orang mulai berjubel di supermarket. Semakin banyak orang ditemukan di depot depot minyak. Shuter baja atau pelindung pintu pintu dan jendela mulai ditutup rapat. Pemerintah menghimbau untuk selalu setia pada laporan cuaca. Selalu berusaha untuk mengikuti laporan cuaca lokal di radio, televisi, atau internet. Semua pintu dan jendela kaca harus diberi pelindung. Kami juga dihimbau untuk memilki persediaan banyak makanan dan air. Pastikan selalu ada semua alat, persediaan, dan peralatan P3K.  Dan kita mesti tinggal dalam kamar yang aman. Dan akupun mengalaminya dengan mata kepalaku sendiri. Hari kelam bagi seluruh penghuni pulau St Maarten. Hari dan kejadian yang akan terus diingat untuk waktu yang sangat lama.


Aku Dalam Dasyatnya Badai irma

Irma adalah nama yang indah. Sesuai asal katanya dari Bahasa Jerman yang berarti  kuat atau seutuhnya. Kekuatan Irma justru ternyata  menjadi monster menakutkan. Mosnter itu menungkirbalikan dunia Karibia. Hanya dalam empat jam semuanya berubah total. Hurricane yang bernama Irma itu telah merusak kemolekan wajah Karibia di tahun 2017.  Sesuia arti Namanya,  Irma ternyata mengandung sejuta kekuatan yang mematikan.
Hari itu tanggal 6 September tahun 2017. Dunia seperti di ambang kiamat. Tidak ada seorangpun menyangka kelamnya hari itu. Semuanya disapu rata. Taka ada yang tersisa. Sepertinya, tak hanya rongga dadaku, mataku, tapi telingaku pun, disajikan sebuah siatuasi horror.. Ia sungguh sungguh  monster yang menyebar teror seantero kepuluan Karibia.
 Kebetulan hari itu aku sendirian di sebuah rumah  besar berlantai dua. Rumah itu tepat berada di pelataran jalan pusat kota. Aku sendiri merasa aman. Tetapi pikiranku melayang jauh pada beberapa kaum immigrant. Maklum AKU adalah pelayan  kaum immigrant Latinos. Maka aku adalah bagian dari mereka. Mereka kebanyakan tinggal di apartement apartement murah. Saya ragu pada fisik bangunanya. Nuraniku terpanggil untuk sedapat mungkin berbagi dengan mereka. Paling tidak bisa memberikan tumpangan pada sebagian orang. Maka kutelponlah tiga keluarga immigrant. Mereka datang pada sore hari menjelang malam. Pintu rumahku terbuka lebar buat mereka. Kupastikan semuanya aman. Dan kukatakan kepada mereka bahwa apaun yang terjadi kita hadapi Bersama. Tetapi yang pasti kita akan aman di sini, di rumah ini. Begitulah kata kata awal penguatan. Seakan akan aku tahu lebih baik dari mereka. Padahal kenyataanya mereka lebih tahu dan berpengalaman dariku.
Sesaat mereka memasuki kamar- kamar, tiba tiba ingatanku pada dua mobilku. Mereka masih terparkir di halaman gereja. Kebetulan gereja berada hanya 10 meter dari bibir pantai. Lantas kupanggilah sahabatku.  Sykurlah ia datang pada waktunya. Kami dua pun mengamanakan kedua mobilku di garasi sahabat yang lain. Aku tidak berlama lama di jalanan. Segera aku kembali ke rumah menemui para keluarga. Waktu itu jam dinding menunjukan pukul 22.00 PM.  
Sengaja Aku dan ketiga keluarga immigrant itu  bercerita di ruang tengah. Televisi dibiarkan on. Kami tetap setia pada chanel cuaca. Jalannya badai secara jelas terlihat di layar kaca. Para reporter melaporkannya secara sangat detail.  Sekitar pukul 11.00 pm kupamit sebentar. Aku sengaja keluar dari rumah. Sekedar mereka- reka apa yang akan terjadi. Aku berjalan ke pantai sekedar melihat eskalasi gelomban laut. Semuanya seperti biasa. Air lautnya sangat tenang. Angin pun hanya sepoi sepoi basah malam itu. Semuanya sangat tenang dan kalem. Sebentar saja aku berada di pantai. Aku kembali lagi ke rumah. Lalu keluarga bertanya kalau ada perubahan di laut. Kujawab tanya mereka bahwa semuanya biasa biasa.
Aku tetap tidak bisa tidur malam itu. Aku masih duduk santai di ruang tengah. Sesekali mataku kupejamkan erat erat biar bisa tidur sebentar. Tetap tidak bisa. Rasa penasaranku memuncah pada tayangan televisi. Suara reporter semakin menghilang. Gambarnya sudah semakin kabur. Dan listriknya pun padam. Gelap gulita melanda rumah kami. Segera kunyalakan lilin. Waktu itu sudah hari Rabu pukul 2.00 dini hari.
Ya ia datang. Aku bergumam dalam hati. Awalnya, itu seperti badai hujan biasa . Hujan lebat tanpa kilat dan Guntur. Kemudian akumulasi angin   terus membengkak. Ia menderu deru dengan kerasnya.  Sepertinya ia sedang marah. Kami harus berteriak satu dengan yang lain ketika berbicara. Saking kerasnya seolah olah kita duduk diatas mesin jet.  Angin terus bergerak dari laut ke darat. Ini seperti sebuah pendaratan pesawat terbang. Ia mengawalinya dengan kepala , lalu badan dan diakhiri dengan ekornya. Semuanya terasa begitu dekat dan menyeramkan.
Tiba tiba ada pesan masuk di hpku. Bunyi pesan itu Fr. Watch out! She is hear (Pater waspadalah, ia ada di sini). Hanya sesaat saja, setalah kubaca pesan singkat itu semunya berubah total.  Rumah kami seperti perahu kertas diatas gelombang. Plafon rumah seperti tutupan panci saat air mendidih. Ia dapat terbongkar kapan saja. Sesekali aku berlari ke kamar kamar. Di sana plafon dikamar tamu pertama sudah mulai berjatuhan. Kemudian Plafon di kamar tamu lain dan diruang tengahpun terjadi demikian. Kulihat pintu kaca ruang tengah pun mulai terbuka. Kututup lagi dan terbuka lagi. Begitulah seterusnya aku berada di sana. Sykurlah Baja penahan tetap berdiri kokoh. Dan sepertinya atap rumah kami  sedang dikeroyok. Senk senk tetangga tak berhenti mengahantamnya. Syukurlah ia kuat kokoh merima keroyokan mereka. Aku tetap tegar dan kuat. Karena aku selalu yakin kehidupan dan kematian ada waktunya. Kalau memang belum saatnya mati apapun yang terjadi akan berlalu begitu saja. Toh Tuhan sudah mengatur semuanya. Apalagi aku yang terlahir dari dari rahimnya Nusa Tadon Adonara. Aku sangat yakin malam itu tanah keramat Nusa Tadon Adonara dan semua leluhurku sedang berada bersamaku.
Keluaraga yang kutampung merasa lucu denganku. Mereka marasa lucu karena sesekali aku berdoa sesuai keyakinan leluhurku. Aku berteriak sekuat kuatnya. Nama tanahku yang keramat Nusa Tadon Adonara kusebut berulang kali. Kupanggil semua nama leluhurku. Seolah-olah aku sedang membaca sebuah litany orang kudus. Entah percaya ataupun tidak, setiap anak Adonara pasti percaya akan hal ini. Kita memiliki “uli ume” mantra sakti mandraguna sekaligu doa yang yang kita ketahui.  Bahwa sang pemilik kehidupan “ AMA RERA WULAN INA TANA EKAN LIKO LAPAK ANAAM KAME yang berkuasa atas kehidupan ini. Aku merasakannya sendiri.
 Sepanjang malam kusaksikan bagaimana dasyatnya kekuatan alam. Kuat kuasanya mengalah kan segalahnya.  Segalah sesuatu yang berdiri tegak dirontokan seperti mesin perontok padi. Tidak peduli entah tembok bangunan atap baja maupun segala yang bebentuk konkrid. Semuanya disikat tanpa pandang buluh. Dentuman, gemuruh dan rentetan senk, balok dan benda lain saling sahut menyahut selama dua jam. Setelah itu berhenti. Semunaya tenang... Aku berpikir semuanya telah berakhir. Maka kupanggilah mereka yang bersamaku untuk merayakan keselamatan kami. Sempat kubuka beberapa botol champagne. Ah Ternyata dugaaku meleset. Aku seratus persen salah total. 45 menit kemudian badai kembali lagi. Aku seperti tidak percaya. Mengapa monster itu kembali lagi. Maka benarlah teori yang telah disampaikan. Bahwa setiap hurricane yang dasyat terbagi dalam tiga bagian. Bagian pertama yang adalah kepala menghantam pulau ini selama dua jam. Lalu berlalulah matanya . semuanya berubah tenang dan kalem selama 45 menit. Dan sekarang ekornya. Bayangkan saja kepala hurricane sudah berhasil meluluhlantakan hampir limapuluh persen pulau ini. sekarang bagian ekornya. Seperti sebuah scenario penyerangan yang teratur rapi.
  Dua jam yang lalu semuanya masih berdiri kokoh. Kebetulan rumah kami bersebelahan dengan  dua hotel. Ada juga beberapa restaurant dan pertokoan.  Semuanya tidak sama seperti dulu lagi. semuanya telah berubah. Aku menoleh ke Kaca kaca jendela hotel hotel yang sudah hancur lebur.  Atap atap restoran sudah lenyap entalah kemana. Sepintas kulirik jendela gereja kami juga sudah bolong dihantam senk tetangga. Jalanan yang kemarin bersih dan apik sudah seperti tempat pembuangan sampah. Sampah bertumpuk tumpuk.    Aku keluar lagi ke beranda.  
            Dua jam penuh kami kembali lagi ke situasi darurat. Kami seperti sedang menonton film horror. Situasinya memang seperti di film. Sekarang adalah kenyataan di hadapan kami. Aku harus memastikan semuanya aman. Plafon plafon kamar mulai berjatuhan lagi. Keluarga yang ada bersamaku mulai ketakutan. Mereka bersembunyi di balik kamar mandi. Maklum ada pengalaman traumatis mereka  dari hurricane sebelumnya. Mereka mengatakan huruicane ini yang paling dasyat. Ini seprti nenek dari semua hurricane yang pernah mereka alami. Walau hanya dua jam tapi sepertinya kaki sebelah sudah di liang lahat. Betapa tidak. Ekor hurricane ternyata lebih jahat lagi. Semua yang ada bersamaku sangat ketakutan. Aku tetap tenang. Sambil sesekali berteriak sekuat kuatnya menyebut wujud tertitingi dan leluhurku. Aku selalu percaya. Apapun yang terjadi kalau belum saatnya ajal, semuanya pasti akan baik baik. Kesaktian mantra “uli ume” memang nyata kalau kita benar benar yakin. Sebagai anak Adonara “uli ume kita” janganlah sekali kali dipandang sebelah mata. Ia hadir dan memang ada. Kekuatan supranatural ini seringkali kuceritakan ke teman temanku di sini.
Masa masa kritis selama dua jam berlalu. Apa yang terjadi sungguh di luar dugaan.
Suasana sangat mencekam. Kami merasa seperti baru saja keluar dari bunker saat terjadi bom di atas kepala kami. Semuanya porak poranda. Tidak satu pohonpun yang tersisa dahannya. Seolah olah kita berada di sebuah savanna yang dilanda musim kemarau berkepanjangan. Aku melihat rerumputan dan tetumbuhan lain berubah warnah kekuning kuningnan. Bahkan ada yang terlihat seperti habis kebakaran hebat. Hanya pohon kelapa dan lontar hias yang masih bediri tegak. Aku tidak pernah membayangkan semuanya ini. Perahu dan yatch yatch mewah banyak yang tenggelam dan terhempas ke darat. Jalanan tertutup oleh lapisan sampah tak bertepi. Semuanya  yang baik sebelum badai kini berubah menjadi sampah. Betapa menyedihkan. Ketika kita berjalan, kita seperti berjalan di atas sampah. Ada paku di sana. Ada pecahan kaca, kawat berduri, pecahan beling dan onggokan senk yang dapat saja melukai kita kapan saja. St. Maarten telah berubah seketika. Kota philipsburg tempat kediamana kami seperti kota mati. Semuanya lengang seperti kuburan pada malam harinya. Hanya beberapa kali helicopter milik Polisi berputar putar di atas kota kami.
Aku seperti sedang bermimpi buruk. Segera kuambil kameraku. Aku berjalan melintasi puing puing rentuhan. Aku dan temanku berjalan melangkahi pohon-pohon yang tumbang. Kebetulan di belakang rumahku ada empat pohon besar. Semuanya merayap di tanah. Aku mengabdikan moment moment menyedihkan itu dalam kameraku. Sebuah katastrophi yang pernah kulihat di film film. Ternyata kini menjadi kenyataan dihadapanku. Cuman anehnya aku tidak merasa takut. Kutatap semunya dengan perasaan sedih. Aku dan temanku terus berjalan menyusuri pantai. Suasanaya seperti laut sedang memuntahkan seluruh isi perutnya yang kotor. Mungkin juga laut sedang marah akan seala polusi yang terjadi. Seluruh sampah yang mungkin pernah dibuang kelaut dikembalikan lagi ke darat.
Kita seperti berada di titik zero. Pada titik ini ada begitu banyak orang keHilangan atap rumahnya. Pada malam hari kami harus berdiam dalam kegalapan malam. Kami sangat beruntung dengan segala persiapan yang ada. Cahaya listrik kini tergantikan dengan cahaya lilin yang suram dan redup. Sesekali kunyalakan senter. Telephon dan semua media komunikasi putus patah. Yang ada waktu itu radio. Kami dianjurkan untuk stay tune pada radio. Ada banyak berita yang berseliweran. Entah beirta bantuan ataupun segala evakuasi bagi yang ingin keluar dari pulau. Aku termasuk orang yang sedang menunggu waktu keberangkatanku. Karena jadwal liburan di Indonesia jatuh tempo. Aku menunggu dengan harap harap cemas.
Dua minggu berlalu begitu cepatnya. Suplai air bersih terputus. Layananan telekomunikas mengalami gangguan.  Jalanan dan jembatan yang kokohpun putus patah. Seluruh aktifitas sosial- ekonomi masyarakat lumpuh total.Persediaan air minum yang sudah kusediakan dalam gallon gallon semakin berkurang. Saat itu memamg ragaku masih di St Maarten tapi jiwaku sudah melayang jauh ke Nusa tadon Adonara. Aku hanya terus berharap kapan aku kembali ke sana. Memang ada beban bathin. Di satu sisi aku seperti lari dari kenyataan. Di sisi lain ya aku harus pergi karena saatnya  kembali berlibur. Ada perasaan sedih untuk meninggalkan situasi seperti itu. Tapi juga ada perasaan rindu membuncah untuk pulang kembali ke rumah. Apalagi tiket penerbanganku sudah ku booking jauh hari sebelumnya. Saatnya pun datang. Hari itu hari kamis sore. Ada khbar gembira dari temanku. Aku diberitakan bahwa ada beberapa penerbangan melalui maskapai KLM.
Perusahan penerbangan Belanda itu siap melayani orang orang dari belahan dunia manapun juga yang siap keluar dari St Maarten. Waktu yang diberikan begitu singkat. Aku harus mengemas seluruh barang bawaanku semalaman. Dan keesokan harinya aku harus berangkat pagi pagi ke bandara. Di sana sudah ada ribuan orang berjubel jubel. Semuanya siap berangkat. Aku berterima kasih pada Tuhan atas kesempatan mahal itu. Semuanya berlangsung aman di Bandara. Kuucapakan selamat tinggal st Maarten untuk sementara waktu. Aku pergi untuk kembali lagi.

 
AKu  Bangkit Bersama Mereka
 Sudah hampi tiga bulan  sejak Badai Irma berlalu. Aku baru saja kembali ke Karibia. Ada kejutan lain buatku. Ternyata sebelum pembersihan ada lagi badai Maria.Ia datang memporak poranakan yang sudah hancur lebur.  Sangat menyedihkan. Ia Sudah jatuh tertimpah tangga pula. Susulan badai Maria tidak separah badai Irma. St Maarten masih bernasib baik. Ia malah membinasakan properti dan infrastruktur pribadi  hampir di seluruh wilayah Karibia. Total sekitar 15 dari 35 destinasi Karibia diluluhlantakan. Kusebutkan saja nama nama pulau di Karibia yang terkena imbas maria. Di sana ada ada Anguilla, Barbuda, Kepulauan Virgin Britania Raya, Kuba, Dominika, Republik Dominika, Guadeloupe, Puerto Riko, Saint Barts, St Kitts & Nevis, Saint Martin, Saint Maarten, Turks & Caicos, Kepulauan Virgin AS.
Tingkat kerusakan bervariasi. Badai ini sepertinya memilah milah di mana harus dilaluinya. Misalnya Barbuda adalah negara tetangga Antigua. Jarak antara keduanya begitu  dekat. Herannya seluruh pulau Berbuda babak belur, sedangkan Antigua hanya mendapatkan hujan. Setalah itu ada evakuasi wajib dari Berbuda ke pulau saudaranya Antigua. Tujuan lain di Karibia yang terkena dampak parah adalah Kepulauan Virgin Inggris. Betapa Sialannya  pulau ini dihantam double  oleh Badai Irma dan Badai Maria. Kerusakan yang dialami sungguh tak ternilai.  .
            Tingkat kehancuran ini selalu mengingatkan kita bahwa semuanya adalah fanah. Infrastruktur dan properti pribadi hanyalah hal sekunder. Yang terpenting dalam hidup adalah keluarga dan teman. Uang dan segala susuatu barang berharga apapun bisa dicari. Tapi kita tidak akan pernah mencari dan mendapatkan kembali keluarga dan teman kalau saja mereka mati. Sudut pandang ini mungkin terdengar kasar dan tidak simpatik. Kenyataan selalu berbicara lain. Orang tak pernah berhenti mengejar harta sekalipun nyawa menjadi taruhan. Orang sudah mulai  rentan secara emosional. Tidak ada lagi nilai nilai kehidupan ketika sifat materialis mendominasi kehidupan itu sendiri. Maka ketika alam yang adalah Ibu kita marah maka kita bersujud simpuh meminta maaf kepadanya.
(Foto 11)
Sekali lagi Orang-orang Karibia adalah orang orang bebas yang menikmati hidupnya. Mereka bebas menikmati dan memaknai hidup mereka.  Mereka juga sangat ulet . Secara seleksi alamiah yang lemah akan kalah dan yang kuat akan terus bertahan hidup. Mereka bertahan dan bangkit kembali setelah jatuh tersngkur diterpa badai Irma. Tentunya  Itu tidak mudah. Tetapi seperti sebuah siklus kehidupan. Ia berputar putar dari bencana ke kehidupan normal. Dari kehidupan normal akan kembali lagi ke Bencana. Begitulah siklus kehidupan mereka.
Sialnya Badai Irma seperti telah menghapus kemajuan ekonomi mereka. Mereka yang telah berusaha membangun ekonomi selama puluhan tahun. Maklum setelah badai Louis di tahun 1995 mereka telah bangkit kembali sebagai St Maarten yang kokoh. Kebanyakan masalah kerusakan mereka diatasi oleh asuransi. Tapi ada juga yang sengaja memiliki simpnanan khusus untuk pengeluaran tak terduga seperti badai  ini. walaupun badai seperti Irma selalu memberikan pukulan berat. Apalagi  bagi perekonomian masyarakat miskin tapi mereka tetap bangkit kembali seperti sedia kalah. Sebuah pemandangan kontradiktif ,semakin besar bencana alam semakin kuat orang orang Karibia bersatu padu membangun tanah tumpah darahnya..
             Betapa tidak. Pemerintah Karibia sangat proactive. Mereka memilik visi misi yang jelas. Entah itu jangka pendek maupun jangka Panjang. Selalu saja ada kesiapan siagaan dalam menghadapi bencana alam ini. Tentu saja hal ini selalu memberi harapan baru bagi orang orang Karibia. Mereka tidak pernah putus asah. Lalu sampai jatuh terpuruk dalam bencana yang tak pernah habis habisnya. Justru harapan besar ini selalu membangkitkan rasa optimisme besar menghadapi siklus bencana alam. Hal ini kusaksaikan bagaimana kolaborasi hebat antara pemerintah dan penduduknya. Kalau sudah ada ikatan dan bounding yang jelas maka disana ada rasa saling percaya. Pemerintah mengalokasikan dana khusus untuk membangun infrasturkutur yang telah rusak parah. Sebaliknya penduduknya saling menyokong usaha-usahanya secara khusus di bidang ekoturisme. Hal luar biasa yang patut dicontoh oleh orang lain. Kalau pemerintah mau supaya daerahnya dapat  maju maka jangalah biarkan rakyatnya berjuang sendirian.

Aku di antara Harapan dan Kenyataan
Tak seorangpun manusia mampu mencegah fenomena alam. Ia hadir seperti kodrat yang tak mampu dihalangi apalagai ditolak oleh manusia. Manusia hanya bisa meminimalisir resiko dan akibat bencana alam. Di sana ada juga semacam seleksi alam. Siapa yang kuat akan bertahan dan siapa yang lemah akan musnah Bersama bencana. Inilah sebuah momentum ketangguhan kepulaaun Karibia dalam menghadapi berbagai bencana badai Tropis.
Ada semacam peregeseran paradigma tindakan pasif renovative  dan curative setelah bencana badai. Pemerintah St Maarten misalnya telah mengambil tindakan proactive. Mereka mulai meninggalkan pendekatan pasif reaktif. Bagaimanapun juga kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi telah bisa memprakirakan sebab dan akibat sebuah bencana. Hal yang sangat menarik untuk dikaji. Karena ada banyak hal yang dapat dilakukan sebelum dan sesudah bencana. Tidak ada lagi sikap pasrah pada bencana. Bahwa ini adalah takdir sehingga kita hanya berserah diri kepada alam. Apapun yang terjadi terjadilah. Tidak demikian. Mereka semua mengerti bahwa ini masalah bersama dan akan dihadapi Bersama pula. Maka tidak ada lagi pendekatan pasif-reaktif. Perubahan paradigma ini  membawa konsekuensi lebih banyak nilai positivenya demi pembanguna Bersama secara intergral.
Bayangkan saja! Hampir 50% infrastruktur St Maarten luluh lantah tak terkendali. Namun setalah beberapa bulan semuanya kembali ke normal. Bangunan entah pribadi,  public, usaha privat maupun milik pemerintah yang rusak hadir kembali seperti permainan sulap.  Sebuah kejadian luar biasa menurut saya. Ada sisi baik dan positivnya yang perlu kupelajari di sini. Ini adalah sebuah momentum revitalisasi ketangguhan sebuah negara.  Semua ahli tata ruang, arsitek, dan insinyur, maupun para ahli ilmu sosial, administrasi publik, dan pemerintahan bergerak bersama.  Mereka bersatu padu  memberi harmoni yang lebih baik atas nama keadilan sosial bagi seluruh rakyat.  Di sana ada kolaborasi hebat antara keamanan, perlindungan lingkungan, pembangunan ekonomi, kesetaraan sosial, dan inklusifitas pembangunan. Proses pencegahan, aktif reaktif, mitigasi, renovasi dan kuratif bencana inilah sebuah symbol kebangkitan Bersama demi kebaikan Bersama pula.
Dan harus kuakui. Bahwa Orang orang karibia secara khusus St Maartiners  adalah orang orang tangguh. Mereka tangguh bukan karena mereka semua adalah orang kaya atau orang orang pintar. Bukan. Mereka adalah orang orang biasa seprti kita juga. Mereka tangguh karena mereka bersama bergotong royong membangun negrinya. Semakin banyak bencana menimpa, justru mereka semakin. Mereka semakin cerdas dan kuat membaca peluang  untuk membangun kembali lebih baik (building back better). Aku hanya membayangkan kalau in terjadi di tanah airku tercinta. Pastinya adalah sebuah hal yang mustahil.  Jangankan ada bencana alam dulu baru ada alasan kita terlambat membangun. Tidak ada bencana alampun dari dulu sampai sekarang semuanya tetap di tempat. Sudah 70an tahun kita merdeka. Sayangnya  buah buah kemerdekaan itu hanya dirasakan oleh segelinitir orang.
Aku sebagai anak yang terlahir dari Rahim Adonara merasa malu. Aku merasa malu karena bukan bencana alam yang menghambat pembangunan kita. Aku malu karena kita manusialah yang menciptakan bencana untuk saudara saudari kita sendiri. Aku malu karena pembangunan kita berjalan ditempat. Misanya di Adonara, Air minum yang adalah kebutuhan utama hanya berada dalam slogan slogan kampanye. Orang yang sudah miskin dibuat tambah miskin. Karena banyak orang tidak memilki income tetap. Sudah seperti itu, mereka masih harus butuh pengeluaran tambahan untuk membeli air minum. Lain lagi soal listrik. Walaupun ada tapi pelayananya pun jatuh bangun. Sungguh keterlaluan nasib kita.
Tidak ada bencana alam saja kita sudah seperti ini apalagi ada bencana alam hebat.  Betapa mengerikan aku membayangkan.  Kita tidak bisa berbohong. Karena bagaimanapun juga kita masih lebih cendurung berpikir perut sendiri ketimbang perut orang banyak.  Kalau mau maju kita mesti menjadi pelayan. Kita mesti berkorban demi kebaikan banyak orang.  Karena kepemimpinan yang melayani adalah tentang sebuah arah dan tujuan yang jelas. Ia harus berani menyingsingkan  lengan bajunya. Ia  hadir untuk memenangkan kepentingan banyak orang. Maka dalam situasi seperti ini Rakyat   tidak bekerja untuk pemimpinnya. Pemimpinlah yang bekerja untuk rakyatnya.  Servant leadership is all about making the goals clear and then rolling your sleeves up and doing whatever it takes to help people win. In that situation, they don’t work for you; you work for them.” Ah Tuhan kenapa saya harus berkotbah di sini? Tuhan tolong beri jawaban.  


Karibia 16 Juni 2020
Pater Mudamakin SVD