Oleh:
Dr. Eduardus Bayo Sili, S.H.,M.Hum
I.
PENDAHULUAN
Perbincangan tentang
konsep dan makna lewotanah, bagi
masyarakat Flores Timur atau lamaholot adalah sebuah diskusi yang sangat
aktual. Dikatakan demikian karena bagi masyarakat lamaholot, lewotanah bukan hanya sebuah kampung
halaman semata. Secara umum bisa dikatakan bahwa lewotanah adalah sebuah prinsip kehidupan dan nilai-nilai yang sangat
dihormati dan dijunjung tinggi oleh masyarakat lamahlot. Prinsip kehidupan dan
nilai-nilai tersebut menurut pendapat saya, paling tidak dapat dikaji dari tiga
sudut pandang. Pertama, Lewotanah sebagai
sumber kekuatan spiritual. Ungkapan yang mengatakan lewotanah molo go dore adalah salah satu contoh bahwa lewotanah memiliki kekuatan magisch religius. Kekuatan magisch religius ini adalah sebagai
dampak dari kristalisasi koda kirin yang
sungguh-sungguh diyakini memiliki kekuatan dan pengaruh terhadap kehidupan manusia
lamaholot.
Kedua, lewotanah sebagai sumber kekuatan alam
nyata. Di dalam sebuah lewotanah pasti terdapat Nuba Nara, Ike Kwaat, Langobelen, dan atribut
lainnya. Atribut-atribut seperti ini di alam nyata adalah sarana bagi manusia lamaholot
untuk menyatakan syukur dan komunikasi kepada Tuhannya, sang Penciptanya dengan
sebutan Rerawulan Tanaekan atau Ama Rerawulan Ina tanaekan. Ketiga, lewotanah sebagai sumber sistem
pemerintahan adat. Masyarakat lamaholot sangat menghormati nilai-nilai
kehidupan yang diwariskan leluhurnya. Nilai-nilai kehidupan itu dapat dilihat
dari hubungan antara pribadi satu dengan pribadi yang lainnya, antara suku dengan
suku, suku dengan lewo (lewotanah) dan antara lewo (lewotanah) dengan lewo (lewotanah). Semua itu terstruktur dalam
suatu sistem pemerintahan adat yang dihormati oleh masyarakat lamaholot. Tulisan
ini ingin mengkaji point yang ketiga yakni lewotana sebagai sistem pemerintahan
adat dan relevansinya dalam pembuatan perbup dan perdes di Flores Timur.
II.
LEWOTANA SEBAGAI SUMBER SISTEM PEMERINTAHAN ADAT
Sistem adalah
sekelompok bagian-bagian (alat dan sebagainya) yang bekerja bersama-sama untuk
melakukan suatu maksud (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1983:955). Dari pengertian
tersebut dapat dianalisis bahwa sistem adalah satu kesatuan yang utuh yang
terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu
dengan yang lainnya. Artinya masing-masing bagian tidak berdiri sendiri lepas
satu sama lain, tetapi saling berhubungan satu dengan yang lain (Sudikno
Mertokusumo, 2004:18).
Pemerintahan adat
adalah organisasi kekuasan secara adat yang lahir dan bertumbuh secara turun
temurun dalam masyarakat. Pemimpin-pemimpin suku dan lewo tersebut diakui
otoritasnya didalam memimpin anggota masyarakatnya. Fakta menunjukan bahwa apabila
ada oknum-oknum tertentu yang tidak
mentaati atau membangkang terhadap otoritas dari pemimpin-pemimpin suku dan
atau pemimpin lewo/lewotana maka tidak mustahil segalah kutuk dan petaka akan menimpa
oknum tersebut. Realita ini memberikan pelajaran yang berharga kepada kita semua
bahwa pemimpin-pemimpin tersebut memiliki power
dari Tuhan Rerawulan Tanaekan bukan
dari manusia.
Dalam sebuah
lewotanah terdapat beberapa suku. Suku-suku tersebut memiliki tugas, wewenang
dan fungsinya masing-masing. Disamping itu juga, suku-suku tersebut saling
memperlengkapi satu dengan yang lainnya. Artinya kehadiran satu suku yang
paling kecil sekalipun memberikan makna tersendiri dalam sebuah misi lewotanah.
Demikian halnya dengan sebuah lewo atau lewotanah. Antara satu atau beberapa
lewo atau lewotanah dapat saya pastikan memiliki hubungan dengan lewo atau
lewotanah lainnya. Hubungan itu dapat kita temukan dalam berbagai tanda seperti
nama suku, nama lewo, nama keturunan sampai kepada nama nuba nara, ike kewat dan sebaginya.
Manusia lamaholot
selalu berada dalam sebuah komunitas yang disebut suku. Didalam suku inilah
eksistensi manusianya menjadi berarti. Memiliki suku berarti memiliki payung
perlindungan. Suku adalah sebuah otoritas dalam sebuah lewotanah dimana manusia
individu dan kelompok melakukan segalah aktivitasnya untuk membangun
kehidupannya. Tidak berlebihan apabila kita mengatakan suku adalah dasar
pertama manusia lamaholot menemukan fungsi, misi atau panggilan ilahi dari Tuhan Rerawulan Tanaekan. Karena itu,
manusia lamaholot yang kuat dan berkualitas adalah manusia lamaholot yang
senantiasa menggali dan menemukan fungsi sukunya dan mampu mengaplikasikannya
dalam kehidupan nyata.
Fungsi suku pada
prinsipnya adalah menunjang fungsi dan misi dari lewotanah. Fungsi suku adalah
penjabaran dari fungsi lewotanah dalam aspek-aspek tertentu. Fungsi dan misi
dari lewotanah dapat terlaksana dengan baik apabila setiap suku yang terhimpun
dalam lewotanah tersebut melaksanakan fungsi dan misinya dengan baik. Tidak
hanya sampai disitu saja, akan tetapi antara satu lewotanah dengan lewotanah
lainnya juga melaksanakan fungsi dan misinya yakni membangun anak-anak lewotana
kearah yang lebih sejahtera. Artinya lewotanah baik secara spiritual, secara
alam nyata maupun secara sistem pemerintahan adat semuanya harus membangun
kehidupan manusia lamaholot yang lebih bermartabat dan sejahtera. Lewotanah
dibangun oleh kaka ama, para leluhur
kita mempunyai maksud dan tujuan yang sangat mulia. Apakah hari-hari ini, kita
semua sudah menemukan maksud dan tujuan tersebut?
Inilah saat dan momentum yang sangat tepat
bagi kita semua, untuk merefleksikan kehidupan kita semua untuk menemukan
tujuan dimana kita berhimpun dalam sebuah lewotanah tersebut. Lewotanah
dibangun bukan hanya sekedar untuk kita mencari makan dan minum. Akan tetapi
lebih dari itu, yakni manusia lamaholot semakin menyadari ketergantungannya
dengan sang penciptanya Tuhan Rerawulan
Tanaekan. Hubungan manusia lamaholot dengan sang penciptanya semakin dipertambah-tambahkan
ketika manusia lamaholot hidup bukan hanya bagi dirinya sendiri, akan tetapi hidup
memberikan arti bagi orang lain yakni menjadi alat lewotanah untuk mensejahterakan
suku lango, dan lewotanah.
III. SISTEM
PEMERINTAHAN ADAT DAN RELEVANSINYA DALAM PEMBUATAN PERBUP DAN PERDES
Kita tidak dapat
memungkiri bahwa rancangan peraturan perundang-undangan ditingkat Kabupaten
Flores Timur, apakah itu Perda, Perbup dan sebagainya harus bersumber dari nilai-nilai
yang hidup dalam masyarakat Lamaholot. Salah satu nilai yang hidup dalam
masyarakat lamaholot adalah konsep tentang Lewo atau Lewotanah.
Berkaitan dengan goal diskusi kita, yakni bisa
menghasilkan Perbup dan Perdes yang pada akhirnya dapat menjadi solusi dalam
menyelesaikan setiap konflik (khususnya konflik pertanahan) di Lewotanah atau
di Lewo masing masing bahkan gabungan beberapa Lewo di Kabupetan Flores Timur. Ijinkan saya menyampaikan beberapa
hal yang menurut saya penting untuk dikaji dalam rangka merancang dan mengimplementasikan
Perbup dan Perdes dimaksud.
Implementasi Perbup
tersebut nantinya ada di setiap desa dalam wujud Perdes. Kita tahu bahwa
keberadaan Lewo berbeda dengan
keberadaan desa. Itu sebabnya kajan tentang Lewo tentunya menjadi kajian yang
menarik untuk dicermati. Ada desa yang juga merupakan Lewo. Misalnya Desa A dan juga merupakan Lewo A. Untuk hal ini bisa
dikatakan, tidak ada kesulitan berarti karena wilayah kekuasaan hukum desa dan
wilayah kekuasaan Lewo berada pada
wilayah hukum yang sama. Hal yang kiranya perlu dicermati juga adalah wilayah
hukum sebuah desa berbeda dengan wilayah hukum sebuah Lewo di mana desa tersebut berada. Misalnya wilayah hukum Lewo meliputi atau menjangkau sampai ke
desa lainnya. Saya contokan Lewo
Kenotan di Adonara Tengah wilayah hukumnya menjangkau sampai ke desa Lite di
Adonara Tengah. Bahkan sebaliknya, satu desa tapi terdiri dari dua Lewo. Misalnya Desa Karing Lamalouk
terdiri dari Lewo Karing dan Lewo Lamalouk. Saya yakin masih banyak
contoh di desa dan Lewo lainnya.
Karakteristik Lewo dalam arti kewenangan belen
(pemimpin) Lewo bisa jadi ada
perbedaan yang signifikan antara satu Lewo
dengan Lewo lainnya di Kabupten
Flotim. Hal ini penting untuk dikaji sehingga dalam pelaksanaan Perbup dan
Perdes nantinya tidak mengalami banyak hambatan. Saya contohkan di Desa Kenotan
(Lewo Kenotan) terdiri dari 12
(duabelas suku). Masing-masing suku memiliki kewenangan yang mandiri. Artinya
bahwa kekuasaan hukum dari Lewo sudah
didelegasikan kepada masing-masing suku tersebut. Sejauh mana kewenangan belen Lewo dan sejauh mana kewenangan belen
suku di masing masing suku. Karakteristik Lewo Kenotan ini tentu berbeda dengan
lewo-lewo lain di Adonara bahkan
Flotim. Karena itu, adalah sangat perlu pengkajian lebih lanjut tentang
karakteristik lewo-lewo lainnya yang ada di wilayah Flotim dalam mendukung
rancangan dan pelaksanaan peraturan dimaksud.
IV. PENUTUP
1.
Fungsi
suku dan fungsi lewotana menjadi kata
kunci bagi anak-anak lewotana lamaholot dalam menemukan jati diri dan panggilan
ilahi dari lewotana dalam berkarya bagi lewotanah, bangsa dan negaranya.
2.
Lewotana
adalah sebuah sistem pemerintahan adat yang memiliki kekuatan spiritual yang
tinggi, karena itu, maka sudah saatnya masyarakat lamaholot sudah mulai
mengkaji hubungan antara satu suku dengan suku lainnya yang tergabung dalam
sebuah lewotanah. Hubungan antara satu suku dengan sebuah lewotanah dan
hubungan antara satu lewotanah dengan lewotanah lainnya.
3.
Penelusuran
hubungan ini tidak mustahil akan menemukan kembali hubungan persaudaran dan
hubungan Nayu Bayan yang selama ini hilang atau ada tapi tidak begitu
diperhatikan dengan baik. Hubungan Nayu Bayan inilah yang menjadi perekat di
tengah kemajuan dunia ini yang semakin mengikis nilai-nilai persaudaraan
masyarkat lamaholot. Hubungan Persaudaraan atau hubungan Nayu Bayan ini menjadi
salah satu modal bagi masyarakat Lamaholot dalam merajut kedamaian yang hakiki yakni
sejak Butamete Walanmara Tana Tawan
Ekan Gere Nekhu, Nuba Nabe Tawan Nara Nabe Goe. Spirit atau
prinsip inilah yang harus diagali sebagai sumber kekuatan dan sumber inspirasi
dalam berkarya bagi anak-anak lewotanah untuk kemaslahatan bangsa dan negara.
4.
Perbup dan Perdes yang
berbasiskan sistem nilai dalam masyarakat memberikan legitimasi yang sangat
kuat dalam pelaksanaannya.
Curriculum
Vitae:
Nama : Dr. Eduardus Bayo Sili, S.H.,M.Hum.
Asal : Desa Kenotan, Adonara Tengah
Tempat, Tgl Lahir : Lamalouk, 10 Februari 1969.
Pendidikan : 1. SDK Lite selesai 1982 di
Kenotan.
2. SMPK Phaladhya selesai 1985
di Waiwerang.
3. SMEA Suryamandala selesai 1988 di
Waiwerang.
4. Fakultas Hukum UNHAS selesai 1995 di Makassar.
5. Magister Hukum UGM selesai 2006
di Yogyakarta.
6. Doktor Ilmu Hukum UNAIR SELESAI 2015 DI
Surabaya.
Pekerjaan
: Dosen Fakultas Hukum Universitas Mataram NTB.
Alamat : Jl. Majapahit No. 62 Mataram, Lombok. NTB.